Chapter 2 |Maaf

634 103 9
                                    

Aku tidak akan minta maaf untuk kesalahan yang tidak aku lalukan!

🌸

"Keributan apa ini! " Bentak seorang pria dengan setelan jas abu-abu bergaris yang sontak membuat seluruh penjuru cafetaria yang awalnya terpaku pada Beomgyu dan Aera menjadi berpaling padanya. Teriakan itu pula yang mengalihkan perhatian Beomgyu.

Hening, saking heningnya, suara gemeletuk sendok beradu dengan piring pun terdengar. Siapapun pasti langsung terdiam jika Ketua Komite Konseling berbibir se-merah saus tteokbokki itu sudah bertitah. Park Jimin berdehem menahan murka ketika menyadari keributan di depannya itu lagi-lagi melibatkan siswa yang sama, anak ini selalu tak gentar setiap minggu bertatap muka dengan Jimin.

Kapan ia bisa mengubah sifatnya itu. Jimin berdecak. Setidaknya ini adalah decakan kesekian-ribu kali selama ia menjabat sebagai Komite Konseling, dan 90% decakan itu karena Beomgyu.

Sementara di sisi lain, Aera menurunkan cengkeramannya dari kerah kemeja milik Beomgyu tanpa menanggalkan tatapan mendelik tajamnya ke mata Beomgyu setelah mendengar suara Jimin yang menginterupsi mereka lima detik lalu. Beomgyu hanya mendesis pelan, lagi-lagi memutar bola matanya malas. Ia yakin betul beberapa saat lagi akan ada hal hiperbolik tidak penting akan menguras energinya. Ini cukup sering terjadi padanya. Walaupun ia merupakan salah satu dari lima siswa terbaik di sekolah ini. Namun itu tak membuatnya lantas bisa terhindar dari masalah. Ia justru siswa paling bermasalah di antara lima lainnya.

"Kalian berdua ikut ke ruangan konseling." Lanjut Jimin dengan tekanan pelan namun intonasinya tegas seperti bogem yang menghujam. Kini ia memutar mengambil langkah. Tanpa ba-bi-bu Beomgyu langsung berkacak pinggang mengikuti pria berahang tegas itu. Sementara Aera hanya bisa mengekor lemas di belakangnya sembari sesekali mendengus, Ia melirik Taehyun teman barunya yang hanya bisa melihatnya dengan tatapan iba. Taehyun sebenarnya berniat mengikuti mereka, namun membayangkan tatapan dan bentakan Jimin niat itupun kini hanya jadi debu tak berarti.

***

Ini sangat buruk. Hari pertama Aera di sekolah itu, sempurna hancur. Ia merutuki sikap gegabahnya beberapa waktu lalu, kini ia yakin seantero sekolah akan mengingat wajahnya lekat-lekat.

Dan buruknya lagi kini ia harus beradu dekadensi dengan pria paling menyebalkan saat ini untuk membuat resume tidak penting dari sekumpulan buku-buku rongsokan -istilah lain dari buku terbitan lama- tentang seni abad pertengahan. Resume ini merupakan ultimatum keras dari Ketua Komite Konseling pagi tadi untuk kami, khususnya Aera yang masih berstatus sebagai siswa baru.

Aera sangat suka seni klasik, ia sangat fanatik terhadap Seniman Renaisans seperti Michelangelo, Donatello, Davinci, dan Raphael. Tapi tetap saja "membuat resume" adalah satu frasa paling ironi di muka bumi ini bagi Aera. Selain itu, yang paling mengaduk emosi Aera tidak lain fakta bahwa ia harus menghabiskan dua jam pelajaran hanya untuk hal super membosankan ini, dengan pria yang sama tidak pentingnya.

"Tidak kah kau merasa harus minta maaf padaku?" Celoteh Beomgyu ringan. Gurat wajahnya jelas seperti sedang menyalahkan perempuan yang sedang duduk menelisik buku super tebal yang bertengger di kedua tangannya itu. Ia kemudian beranjak dari tempat duduknya, mengambil langkah ke salah satu rak di bilik perpustakaan. Jemarinya lincah menelisik beberapa judul di punggung-punggung buku di rak itu.

"Apa?!" Balas Aera, diikuti tatapan tajam dari beberapa siswa yang merasa terusik. Sesaat ia lupa jika sedang berada di perpustakaan. Lantas Aera menunduk pelan, memberikan gestur bersalah. Matanya kembali menjamah gambar-gambar seni lukis abad pertengahan di sebuah buku tebal -cukup tebal untuk bantal tidur- bersampul putih tulang itu. Pikirannya teralihkan sekilas oleh gambar-gambar tersebut.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jun 17, 2019 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Hatred RemedyWhere stories live. Discover now