Alana | 2

64 7 0
                                    

Cinta, bukan hanya soal bertemu lalu merindu.
Tapi, ada satu hal yang sering terlewatkan.
Yaitu, berbalas dan tidak sendirian.

🕊

Happy Reading!

Devan terlihat berjalan dikoridor kelas sambil meminum kopi dingin ditangannya.
"Dev!" Leo memanggil.
"Oi yo!"
"Salamin ke Alana ya." Leo merangkul Devan.
"Elah. Salam sendirilah."
"Ah, lagi malas gua sama dia.."
"Bocah bocah, berantem mulu.." Devan memasang wajah jengkel.
"Ya lagian gimana.."
"Udah pacaran lo bedua emang?"
"Ya gitu deh. Dah ah, gua kekelas, Dev!"
"Yoi" Devan melanjutkan perjalanan ke kelas.

Devan memasuki ruang kelas.
Ditengoknya Alana yang sedang sibuk bercanda gurau, sambil duduk diatas meja.
"Woi anak alay!" Devan menjerit.
Alana tak menengok seperti menolak berbicara dengan Devan.
"Budek lo?" Devan menendang meja yang diduduki Alana.
"Gua Alana, bukan alay." Alana menengok marah.
"Lagian cocok sih dipanggil alay. Kelakuan lo tuh." Devan sinis.
"Lo gak bisa bener ya? Gak ngebacot sehari aja."
"Gak. Gua punya mulut." Devan membalas.
"Ya terus kenapa manggil-manggil gua?"
"Gak jadi. Malas gua ngomong sama orang alay."
"UH LO!!" Alana mengepalkan tangannya.

Devan adalah salah satu teman sekelas Alana. Teman yang paling Alana benci dikelas. Alana sangat tidak menyukai keberadaan Devan didekatnya. Dilihat dari perilaku, Devanpun begitu. Devan adalah penghuni kelas yang memiliki dunia sendiri. Memiliki dunia diluar kelas sendiri, hingga dirinya jarang untuk berkumpul dengan acara kelas. Disaat anak-anak lain tak berminat sekolah, karena, alasan guru yang tidak disukai atau pelajaran. Namun, Alana lain. Devanlah alasan mengapa ia sering tidak masuk kelas.

Pelajaran kimia berlangsung. Alana dan Dina sibuk bercanda sembari berbisik.

"Hahaha. Diam eh dilempar bu Nia pake penghapus papan lo." Dina tertawa.
"Gua lempar baliklah! Hahaha." Alana membalas.
"STTTT! Al. Sumpah lo diliatin dari tadi." Mina berbisik.
"Gak ta..." Pembicaraan Alana terpotong.
"Alana silahkan maju kedepan! Jelaskan apa saja yang sudah saya jelaskan! Kerjakan contoh soal ini juga!" Bu Nia marah kearah Alana.
"Saya bu?"
"Iya! Siapa lagi? Kamu tidak bisa menghargai saya didepan ini. Ketawa ketiwi kaya kuntilanak aja!"

Kali ini bu Nia benar-benar serius. Emosinya sudah terpancing. Lagi-lagi karena ulah Alana. Seisi kelas terdiam, tak satupun mampu berkutik. Alana dan Dina memucat. Devan tertawa sinis.

"Maaf bu, saya belum bisa." Itulah kata-kata yang keluar dari
mulut Alana. "Ikut saya keruang BK!" Bu Nia membanting spidol dan pergi keluar kelas.

Alana memasuki kelas setelah sejam menghabiskan waktu di Ruang BK...

"Bikinn ulahhhhh mulu lo!" Devan memandang sinis, dengan keadaan kelas yang hening membuat semua isi kelas menengok ke Alana.
"Bisa diam gak lo?!" Alana memukul atas meja.
"Ya lagian lo kurang ajar! Laki-laki aja gak bikin ulah. Lo itu perempuan." Devan memajukan badannya.
"Heh! Bukan urusan lo. Ini urusan gua!!" Alana terpancing.
"Gak malu lo?!"
"Mulut lo tuh yang gak punya malu!!" Alana berlari kesal keruang kelas.

HUUUUUUUUUUUUUUU!!!

Seisi kelas bersorak untuk ulah Alana.
Alana terduduk dibangku taman sekolah, sambil terbayang kata-kata yang selalu keluar dari mulut Devan  untuknya. Air mata Alana menetes karena kesal yang tak mampu terlampiaskan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 07, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ALANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang