Stressed (bro!TauBlaze)

1.8K 88 7
                                    

Edisi lagi pengen TauBlaze hh

Maafkan klo ada yang kurang, enjoy!

Bbb milik Monsta aku cuma punya ide ceritanya u.u

=========================================

30

Tolong nanti temui bapak di ruang guru saat pulang sekolah ya

Blaze mengacak rambutnya yang tertutup topi kasar saat ia melihat nilai dan catatan kecil di kertas hasil ujian fisikanya.

Sebenarnya ini bukanlah yang pertama kali ia mendapat nilai kecil bahkan anjlok, hanya saja, karena sudah terlalu sering dan tidak ada tanda-tanda peningkatan akhirnya ia jadi terancam dapat nilai merah di rapot yang bukan merupakan hal baik. Bisa-bisa ia tidak naik kelas nanti.

Dengan wajah ditekuk, Blaze memasukkan lembar ujiannya ke dalam tas lalu memfokuskan pandangannya keluar jendela kelas dimana murid-murid lain tengah menghabiskan istirahat pertama mereka di taman dan lapang sekolah. Biasanya dia akan ikut bermain bola namun saat ini moodnya sudah jelek duluan.

"Loh Blaze, tumben gak ke kantin? Biasanya kau paling cepat pergi kalau bel istirahat berbunyi," tanya seorang gadis dengan kacamata bulatnya.

Yang ditanya hanya melirik sekilas lalu kembali menatap jendela disampingnya. Jelas sekali aura suram dan tidak mau dinganggunya menguar lebih kuat. "Tidak lapar, dan tolong, untuk sekarang jangan ganggu aku dulu, Ying," balasnya ketus.

Ying yang agak terkejut dengan jawaban Blaze segera sadar, mengangguk lalu melangkah pergi. Kalau orang lain mungkin akan sedikit kesal dengan kata-katanya tapi Ying yang merupakan salah satu teman kecil Boboiboy bersaudara sudah terbiasa dengan hal seperti ini. Dan kalau Blaze yang sifatnya tiba-tiba berubah begitu, artinya hanya satu, dia sedang stress atau down.

'Sepertinya aku harus memberi tau satu saudaranya.'

.
.
.

"Aku pulang..."

"Ah, Blaze kau sudah pulang? Sini, lihat video game baru yang aku bawa!"

Blaze yang masih lesu menatap kakaknya di ruang keluarga bersama set playstation dan gamenya yang berserakan. Rasanya ia ingin masuk dan mengunci diri dikamar saja tapi ia juga tau kalau ia takkan tahan dengan stressnya ini jika tidak ada hiburan. Jadi meskipun tidak semangat ia mengangguk sambil mendekat ke arah Taufan.

Kakaknya itu tersenyum lalu menyerahkan satu game controller padanya. "Game baru ini multiplayer. Jadi kita bermain sebagai tim, oke?" Jelasnya sambil mengambil konsol game miliknya.

"Baiklah, mari kita lakukan yang terbaik!"

.
.
.

"Gahhh! Kak Taufan cepat bantu aku, musuh yang ini sulit sekali dikalahkan!"

"Sebentar! Aduh, healt bar-ku tinggal sedikit itu, aku harus menunggu sampai pulih setengahnya!"

"Pakai itemnya dong kak! Pakai healt potionnya!"

"Blaze, kau kan yang menghabiskan item kita tadi! Dasar bego!"

Yah, satu jam bermain dan nampaknya dua biang onar ini sudah heboh seperti biasa. Bahkan Blaze yang tadinya badmood itu pun nampak sudah melupakan masalahnya. Beberapa menit kemudian, mereka berhasil menyelesaikan level itu dan bersorak senang.

"YESSS! AKHIRNYA! Gila, jariku sampai pegal begini-"

"Kau tau kita baru separuh jalan loh, ini masih belum level terakhir~"

"Iya tau kok! Kayanya gamungkin juga kalau main game seperti ini sejam doang."

"Haha, iyasih, jarang game dengan tema begini sejam saja waktu mainnya."

Blaze mengangguk sebelum mengambil botol minum dari dalam tasnya. Yep, ia belum ganti baju atau menyimpan barangnya, ingat? Setelah meneguk isinya sampai habis, ia menaruh botol itu disamping tasnya.

"Baiklah, mari kita lanjutka- eh-?"

Perkataannya terputus saat Blaze merasakan tangan seseorang di puncak kepalanya yang saat itu sedang tidak memakai topi. Matanya refleks melihat ke arah pemilik tangan itu, Taufan.

"E-eh kenapa kak?" Tanyanya bingung.

Taufan sendiri hanya tersenyum sambil mengelus kepala adik keduanya itu. "Syukurlah, kau sudah tersenyum lagi." Ujarnya. "Bukan maksudku mengungkitnya, tapi jangan kau pikir aku tak tau kalau kau sedang ada masalah."

Blaze tersentak, bukan. Ia tidak kaget kalau kakaknya ini tahu kalau ia sedang bermasalah hanya saja, rasanya agak aneh kalau Taufan yang membahasnya begini. Kalu ia pikir-pikir, kemana saudaranya yang lain? Biasanya Gempa atau Ice yang selalu menanganinya di saat seperti ini.

"Tidak perlu heran. Gempa masih mengurus OSIS disekolah dan Ice, kau ingat kan kalau dia sedang demam? Jadi pasti dia tidur dikamarnya. Kak Hali? Kalau dia kayaknya kau gamau tahu juga sih- paling sedang lari keliling di taman."

Seperti membaca pikirannya, Taufan menjawab pertanyaannya. Blaze mau tak mau kembali teringat akan nilai-nilainya yang anjlok dan rapotnya yang kalau tidak segera diperbaiki pasti akan membuatnya tinggal kelas. Memikirkannya saja sudah kembali membuatnya muram.

Grep!

"Eh?"

"Kak Taufan... hiks, aku harus apa?"

Kaget karena dipeluk tiba-tiba, Taufan tidak tau harus menjawab apa. Perlahan ia membalas rengkuhan adiknya itu lalu mengelus punggungnya pelan. Membiarkannya menangis melepas bebannya.

"Aku gak mau tinggal kelas... aku serius, aku sudah berusaha! Tapi kenapa masih tidak berhasil? Sebenernya aku harus apa agar bisa lebih baik? Hiks-"

"Aku sudah merepotkan orang untuk belajar, aku minta tolong Kak Hali, Kak Gempa, bahkan menelepon Solar untuk diajari... tapi kenapa?"

"Apakah aku sebegitu bodohnya?"

Mendengar kalimat terakhir, Taufan mempererat pelukannya, "Tidak. Kau tidak bodoh Blaze, kau punya bakat sendiri yang membuatmu menjadi spesial! Nilai akademik bukan segalanya! Walau yah memang tidak bisa diremehkan juga sih..." jawabnya dengan diselingi tawa canggung diakhir.

"Dengar Blaze, kau tidak bodoh. Mungkin kau hanya perlu cara lain untuk belajar. Aku tau kalau kau sudah serius berusaha. Tapi setiap orang pasti berbeda kan?"

Blaze mendengarkan perkataan Taufan dengan seksama.

"Jangan salahkan dirimu. Yakin pada diri sendiri, Blaze! Kau pasti bisa, aku yakin semua saudaraku itu hebat!" Taufan tersenyum lebar setelah menyelesaikan kalimatnya.

Blaze menatap kakaknya kagum. Walaupun bukan orang yang paling pintar, bertanggung jawab ataupun rajin, tapi Taufan memang paling ahli menyebar aura positif!

Pemuda beriris jingga itu menyeka air matanya lalu membalas senyum kakaknya dengan cerah, "Terimakasih Kak, aku sudah tidak sedih lagi. Dan akan kupastikan nilai-nilaiku meningkat untuk kedepannya!"

Taufan yang melihat adiknya senang kembali tidak tahan untuk tidak mengacak rambut Blaze. Itu benar, ia bukan orang paling hebat didunia. Tapi jika ia mampu membuat orang lain tersenyum itu merupakan sebuah kebanggaan baginya.

'Terimakasih karena telah memberitahuku, Ying'

Mengambil kembali konsol game yang terlantar, ia menyerahkannya pada Blaze. "Siap melanjutkan level berikutnya?"

Blaze mengangguk semangat sambil menerima konsol tersebut. "Tentu saja! Dan kali ini aku positif kita akan menang dengan mudah, hehe!"

"Pftt, baiklah baiklah, tapi kalau kalah jangan ngambek ya~"

Dan akhirnya sore itu berlalu diiringi suara tawa dan sedikit kata-kata umpatan.

Oneshots BBBWhere stories live. Discover now