Kring... Kring...
Hari minggu merupakan hari yang spesial bagi Ana. Jam menunjukkan pukul 6 pagi. Gadis yang masih mengenakan piyama tidurnya bangkit dengan mata yang masih sembab akibat malam hari maraton drama.
Ana tinggal sendiri tanpa didampingi siapa pun. Bahkan hatinya pun masih sendiri. Hanya rumah peninggalan almarhum dan almarhumah orang tuanya yang ia miliki saat ini.
Jadi mau bagaimana pun Ana tumbuh mandiri sejak berumur 15 tahun. Namun sikap mandiri Ana tertutup dengan kecerobohan yang haqiqi.
"Ponsel," gadis itu mencari benda kesayangan nya.
Ana beranjak keluar rumah melakukan ritual pagi yang sudah menjadi kebiasaan sejak kecil, berlari menuju rumah Erlan.
Apa lagi kalau tidak mengganggu Erlan?
Tok... Tok... Tok...
"Erlan," panggil Ana dari luar.
"Iya."
"Ada yang baru nih."
"Apa," Erlan membuka kan pintu untuk Ana.
Mereka menirukan gaya iklan suatu produk di tv.
Hal kecil seperti ini yang membuat Erlan ada perasaan lebih dari teman untuk Ana.
Menurut Erlan, gadis ceroboh itu menggemaskan. Namun sikap ceroboh gadis itu, tidak menutup hatinya untuk Ana. Erlan menyukai segala kekurangan pada diri Ana.
Ana masuk setelah dibuka kan pintu oleh Erlan.
"Pagi tante Luna," sapa Ana pada mama Erlan.
"Eh Ana, mari makan."
"Ana buru-buru tante, maaf," tolak gadis itu dengan sopan. Tante Luna menganggap Ana seperti anaknya sendiri. Sudah sedari kecil mereka sangat dekat. Ana berlari menaiki tangga menuju kamar Erlan.
Ana mengacak-acak kamar Erlan mencari benda yang sekiranya bisa untuk menghubungi seseorang. Ponsel.
"Nih anak, pinter banget sembunyiin barang."
"Cari ini?" ucap seorang cowok di ambang pintu dengan mengangkat ponsel.
"Ana pinjem bentar doang ya, plisss," gadis itu memohon dengan mengkedip-kedip kan mata.
"Sok imut," ucap Erlan sambil melempar ponsel kearah Ana, untungnya Ana sigap menangkap ponsel tersebut.
"Ana memang imut dari kecil sampai tua. Selain imut, Ana juga cantik. Gemesin pula. Iya kan? Iyain lah biar Ana seneng gitu," cerocos gadis itu sambil mencari sesuatu namun tak kunjung temu.
"Ini kontak Ana mana? Jangan-jangan Erlan nggak simpan kontak Ana. Ah Erlan kok gitu banget sih sama Ana."
Erlan segera merampas ponsel dan disembunyikan dibalik punggung.
"Erlan ada apa? Ana pinjem bentar doang."
"Po..pon..ponsel gue tiba-tiba mati. Nanti gue kasih ke lo kalo udah nyala lagi," ucap Erlan gugup.
"Ana lagi cari ponsel. Karna Ana tadi malam lupa di taruh dimana."
"Ceroboh banget sih. Mau gue bantu car..." tanya Erlan.
"Nggak usah nanya Erlan, dari tadi kek kalo mau bantu," sambung Ana memotong ucapan Erlan dan menarik tangan Erlan untuk segera membantunya.
Erlan berada di kamar Ana berniat membantu mencari ponsel. Bukan pertama kalinya Erlan mendapati kamar Ana yang berantakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Sun Dims
Teen Fiction"Kita bersama karena berteman bukan karena hubungan." "Kita berpisah karena keadaan bukan karena perpisahan." Dan kita bertemu itulah takdir. Kamu penghangatku, kamu segalanya bagiku. Jangan pergi hanya karena sesuatu, karena sesuatu tersebut membu...