Persetan dengan kebenarannya, toh tak ada salahnya jika kucoba. Dengan cepat aku mengeluarkan kalung itu dari tempatnya. Melingkarkannya pada leherku seraya memejamkan mataku.
Bayangkan Third, bayangkan lesung pipinya. Bayangkan setiap inch garis wajahnya. Bayangkan seluruh eksistensinya.
Satu menit... Dua menit...
Kelopak mataku kubuka dengan cepat. Meneliti setiap sudut ruangan, berharap sosok itu muncul dengan senyum indahnya.
Sepi. Kosong.
Dasar sinting. Tentu saja dia tidak akan pernah kembali lagi.
Detik berikutnya kedua tanganku sibuk memberi pukulan pada kepalaku sendiri. Lengkap dengan tangisanku yang semakin tak tertahankan.
Aku merindukannya. Merindukan setiap lirikan sinisnya setiap kali aku memuji diriku sendiri. Merindukan suaranya mengisi ruangan ini. Merindukan—
“Hey, Kai, kau sudah gila ya?”
Detik dimana suara itu menyentuh indera pendengaranku, seluruh atensiku langsung terpusat ke arahnya. Menemukan sosok yang sedari tadi kurindukan berdiri tepat di sampingku membawa kardus berisikan properti film reviewnya.
Third Techaphon Kanapakorn kembali.
***
Third mengerutkan keningnya, menatap wajahku dengan heran. Kedua tangannya masih setia memeluk kardus berisikan properti review film channel YouTube miliknya.
“Kau menangis?” tanyanya dengan lembut, kedua manik kelamnya masih menelitiku dengan serius. Dan aku tidak bisa menahan tangisku.
Semua pertahanan diri hancur begitu saja saat pertanyaan terakhir terlontar dari bibir Third. Namun dengan cepat aku mengusap air mataku. Aku tidak ingin membawa kesedihanku ini.
Third kembali, dia berdiri di hadapanku. Sehat dan tak kekurangan apapun. Aku tidak seharusnya menangis.
“Third, my dear friend,” suaraku masih bergetar. Namun dengan sekuat tenaga aku memaksakan senyum terpoles di wajahku. Meskipun dia kembali, cerita tentang kematian Third masih menggema di kepalaku.
“...kami menemukannya terjepit di dalam mobil...”
“...tangannya memegang sebuah kalung...”
“... Kai, aku sarankan untuk tidak melihat jasad Third. Kau tidak akan sanggup...”
“Ada apa sih? Kenapa kau menangis?” Third meletakkan kardusnya begitu saja. Kini seluruh atensinya terpusat padaku.
“Bukan apa-apa, aku baru saja menonton film drama. Sialan, ceritanya sedih sekali.” jawabku, berbohong. Film mana yang mampu mengalahkan plot menyedihkan hidupku ini?
Third masih menatapku dengan serius, menganggukan kepalanya dengan perlahan. Dari raut wajahnya ia tampak ragu dengan alasan yang aku berikan. Namun dia tetaplah Third. Sekalipun dia tahu aku berbohong, dia tidak akan menghakimiku. Dia akan memilih untuk menerimanya begitu saja dan melupakan masalah ini kemudian.
Tunggu, baju ini. Baju yang dikenakan Third—
Tanggal berapa ini?
“Third?”
KAMU SEDANG MEMBACA
Replay
FanficSebab Kai Khunpol telah bersumpah akan mencegah kematian Third Techaphon, meski nyawa sang kawan tak dapat lagi ia kembalikan- tidak perduli seberapa kuat ia memohon.