The Second

14 0 0
                                        

—————

Aneh..

..adalah kata pertama yang kuucapkan ketika dihadapkan dengan situasi ini.

Aku menuliskan cerita ibuku pada bagian ini.

Rumah dengan lorong sepanjang 15x3m yang menjadi titik temu untuk tiga kamar, dua pintu akses untuk ke kamar mandi dan satu dapur tampak biasa saja dengan panjang 6m depan pada bagian selatannya penuh dengan kaca untuk melihat keadaan diluar rumah.

Biasanya, kami menutupi semua jendela dengan gorden —mengingat banyak hal penting di dalam—. Tapi kami sudah melewatkan kesempatan itu lebih dari sebulan.

Kami berniat untuk mencucinya, dan sudah kami cuci, tapi belum juga kami pasang.

Hal itu membuat kami nyaman untuk berdiam di sofa —ah, sebenarnya hanya kursi kayu, tapi di berikan bantalan sehingga nyaman untuk duduk ataupun tidur—, tepat di bawah jendela kaca itu.

Dan disini lah mamaku bercerita.

Beberapa hari atau beberapa minggu yang lalu —kupikir, akhir bulan lalu sebelumnya—, aku pergi dengan adikku untuk membeli makanan yang biasa kami beli ketika para penghuni rumah ini yang bekerja mendapatkan gajinya.

Yah.. itu berjalan lama karena aku harus kesana-kemari dengan motorku untuk mencari kedai makanan yang buka.

Aku tidak memiliki intuisi aneh.

Atau.. aku tidak menyadarinya?

Entahlah..

Aku akan bertingkah aneh, yaitu sulit melihat ke depan, jika sesuatu akan atau sedang terjadi.

Ahaha.

Mungkin hanya kebetulan.

Setelah hampir satu jam, atau mungkin sedikit lebih dari satu jam, kami pun pulang.

Sesampainya kami di rumah, tentu saja kami disambut hangat dengan penghuni rumah..

Ah, tentu saja..

Mereka bahagia karena dapat merasakan hasil kerja mereka walau hanya sehari, hal yang aku bawa saat itu.

Aku tidak menyadari apa-apa sampai ibuku bilang..

"Tadi ada orang lewat pas Mama lagi tiduran di kursi."

Kursi yang dimaksud adalah sofa alias kursi kayu yang diberi bantalan tadi, yang kuceritakan.

"Mama lagi main hp terus ada yang lewat. Hitam badannya. Pakaiannya juga. Jalannya tegas, namun tidak tegap, sedikit bungkuk. Jalannya.. sebenernya ga cepet.. tapi untuk ukuran orang di rumah kita, itu cepat, apalagi arahnya berasal dari kamar Bude."

Bude yang dimaksud adalah kakaknya Ibuku, yah, budeku.

Haha.

"Dia ngarah ke kamar mandi luar."

Sebenarnya, semua kamar mandi ada di dalam, tapi untuk memudahkan, yang di bilang kamar mandi luar adalah kamar mandi yang dekat dengan akses untuk ke gudang di luar rumah dan lorong dengan atap terbuka menuju depan rumah lewat samping utara. Rumah kami menghadap barat, dan lorong itu tetap berada di dalam gerbang. Lalu, kamar mandi dalam adalah kamar mandi yang dekat dengan akses ke dapur.

Perlu ku jelaskan?

Dapurku, pada posisi mencuci piring, berhadapan dengan jendela yang menghubungkan dapur dengan gudang tanpa pintu tapi bergenteng itu.

Sampai mana tadi aku ceritanya?

Ah.

Ya.

Orang itu berasal dari kamar budeku.

Aku juga belum menjelaskan bahwa di selatan kamar bude ada gudang dengan panjang setengah dari panjang lorong di dalam rumah.

Gudang yang sudah di diamkan selama puluhan tahun.

Dibiarkan gelap.

Pintu bagian bawah sudah hancur.

Dan penuh dengan barang..

Kini semuanya lenyap..

Semua barang telah di keluarkan.

Renovasi dilakukan untuk membuat tiga kamar.

Petugas renovasi memberinya penerangan.

Lalu hubungannya dengan kamar mandi luar?

Yah..

Di sebelah pintu kamar mandi luar ada pintu untuk keluar. Akses untuk ke gudang luar dan lorong selebar satu meter, yang sangat terang.

Dengan asiknya, kami bercanda.

"Cari tempat baru kali. Tempat lamanya udah di bongkar kan. Trus tinggal yang di belakang itu deh."

Jenaka.

Ya.

Aku bahkan jadi peraga untuk maksud ibuku.

"Dia jalannya gini ma?" Aku jalan cepat.
"Ga secepat itu juga."
"Trus gini?" Aku jalan seperti jalannya model. Ah. Sungguh memalukan dan membuatku men-summon my inner-devil.
"Ya ga gituu."

Oke aku menyerah. Aku sudah tertawa terpingkal waktu itu.

Benar-benar aneh.

Aku di sini.

Setiap hari.

Bahkan selalu stay dari jam delapan malam sampa jam empat pagi.

Aku tidak mendapatkan tanda-tanda kehidupan.

Oke.

Iya.

Aku sangat mengharapkan melihat mereka.

Tapi mereka tidak mengharapkanku.

Uh.

Kesalnya.

"Ya malu kali dia ditungguin."

Iya.

Keluarga kami penuh humor yang sangat lucu bagi kami tapi tidak untuk orang lain.

   .


Oops..

Sepertinya ada yang memperhatikanku.

Aku baru ingat kalau aku tiduran di kursi yang ibuku duduki waktu itu.

—————
  
  
  
Is it a reality?
    
Is it an expectation?
    
Is it a dream?
  
+++++

Jayathiswari, Varel. 2019. 2019: Pindah tempat huni. Jakarta: Pisangan, Jakarta Timur.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 10, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

RED | (Jayathiswari 2019)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang