IX

143 17 4
                                    

"Adek lapar tidak? Appa lapar nih?"

Keluarga Jung; appa, omma dan Jihoon sedang berlibur sederhana ke sebuah pusat perbelanjaan terbesar di korea—kedua orang tua ini memang dengan sengaja mencoba menghibur putra bungsunya yang beberapa hari ini terlihat murung tanpa diketahui alasannya, terlebih mengetahui kedua hyungnya sedang berlibur bersama pasangan masing-masing, makin menjadilah bibir Jihoon mengerucut semakin panjang.

"Lapar, sekalian istirahat sebentar kasian omma kelihatan lelah mengikuti Jihoon mencari bantal" satu tangannya yang bebas menggandeng tangan omma tersayang, sedangkan tangan yang lainnya membawa bungkusan besar berisikan beberapa bantal yang baru saja dibeli, bukan hanya ditangan Jihoon saja. Yunho juga membantu membawakan bungkusan besar berisikan bantal lainnya. Banyak bantal yang Jihoon suka sampai lupa ia membeli terlalu banyak.







Sebuah restoran Italy mereka pilih, dari luar dan nampak desain yang berkelas menggambarkan harga makanan yang dijual di dalam sana tidaklah murah.

Tenang saja, Yunho appa uangnya tak berseri.

Selagi menunggu makanan yang mereka pesan datang, Yunho mencoba membuka obrolan—dengan beberapa pertanyaan yang sudah ia dan istrinya rencakan di rumah sebelumnya.

"Adek, kabarnya Guanlin gimana? Tumben sekarang jarang ke rumah"

"Loh kenapa tanya Jihoon? Mana Jihoon tahu"

Inginnya Jihoon terlihat menjawab dengan biasa saja, tapi apa daya namanya orang tua tahu betul tiap titik perubahan wajah dari anaknya. Jihoon yang awalnya terlihat baik-baik saja, kini nampak berubah ketika Yunhoo menyebutkan sebuah nama yang selalu Jihoon ceritakan penuh semangat kepada orang tuanya. Wajahnya terlihat kesal.

Jaejoong yang melihat hanya mengangguk mengerti, akhirnya ia tahu pusat masalah dari murungnya Jihoon akhir-akhir ini.

"Bukannya kalian dekat ya? Penasaran saja. Lagi pula kalau appa tahu nomor ponsel Guanlin akan appa tanya langsung tanpa melalui adek"






Akhirnya pesanan makanan mereka datang juga.


"Appa, kata omma kalau sedang makan tidak boleh berbicara"

Jihoon hanya tak ingin membahas Guanlin, dan tak ingin menjawab pertanyaan appanya.








Tiba-tiba saja ditengah acara makan siang mereka, ponsel Jaejoong berdering—panggilan masuk dari seseorang.

"Junsu ada apa? Kau baik-baik saja kan?"

Ini juga termasuk dalam rencana Jaejoong dan Yunho—sebelumnya Jaejoong mengirim pesan pada Junsu untuk menghubunginya, penting untuk melancarkan rencana mereka berdua.

"Ah~ restoranmu sedang ramai pengunjung? Jangan terlalu lelah dan jangan lupa makan"

"Kasihan sahabatku ini. Jadi beberapa pegawaimu sedang cuti dan kau kekurangan pegawai?"

"APA? Ayah Guanlin masuk rumah sakit? Dan itu membuatnya harus pulang mendadak? Sakit apa?" yang ini sungguh tidak direncanakan, bahkan Jaejoong tak tahu sebelumnya—karena awalnya ia hanya ingin basa basi menanyakan kabar Guanlin dan rupanya berita buruk yang ia dapati dari sahabatnya itu.

Mendengarnya membuat Jihoon tersedak, bahkan Yunho membelalakkan matanya kaget tak percaya menatap Jaejoong.

"Kirimkan alamat rumah sakit dan nomor ruangannya sekarang juga padaku ya. Ku tunggu" memutuskan panggilan telpon. Seketika pria cantik ini tak napsu dengan makanannya yang masih tersisa setengah.

"Guanlin harus kembali ke Taiwan sampai ayahnya benar-benar pulih. Pantas saja Junsu selalu mengeluh dengan sibuknya restoran—biasanya sesibuk apapun selama ada Guanlin yang membantu ia tak pernah cemas"

Yunho tahu betul suasana hati istrinya saat ini. Tangannya menggenggam erat dan mengusapnya lembut untuk menenangkan Jaejoong.





"Kenapa Guanlin tidak memberitahu Jihoon. Sebenarnya Jihoon ini dianggap apa?" bisik Jihoon lirih pada diri sendiri. Menjadi tidak bertenaga, tapi seribu kekesalan Jihoon pada Guanlin seketika runtuh. Sudah menaruh banyak curiga; Jihoon selalu berpikir bahwa juniornya hanya mempermainkannya saja. Kecurigaan Jihoon telah berubah, berbeda; Jihoon itu dianggap apa oleh Guanlin.









Sesampainya di rumah, Jihoon lantas mengurung diri di dalam kamar karena banyak yang harus ia pikirkan, sedangkan Jaejoong sibuk mencari toko bunga terbaik di Taiwan—berencana untuk mengirimkan bouquet bunga untuk ayah Guanlin yang tengah berbaring sakit. Sedangkan Yunho? Mencoba menenangkan istrinya—yang terlihat begitu sayang pada Guanlin.







Suasana rumah sudah kembali kondusif, tapi tidak dengan hati Jihoon.


"Oh, hanya teman saja rupanya"

"Baiklah, Jihoon tidak akan berharap untuk menuntut lebih. Mengenalnya saja sudah cukup"

"Terima kasih untuk beberapa bulan ini"

Putra bungsu Jung menyembunyikan wajahnya di balik bantal, bahkan sepulangnya dari pusat perbelanjaan Jihoon langsung menyungsepkan dirinya di atas ranjang, menutup tubuh gembulnya dengan selimut. Dia senang Guanlin baik-baik saja, namun di sudut lain hatinya terasa menyakitkan--penyesalan Jihoon terhadap dirinya sendiri adalah terlalu begitu berharap akan Guanlin, rupanya hal sepenting ini saja seakan Jihoon tidak dianggap.

"Dasar bodoh!" bukan, bukan tengah membodohi Guanlin melainkan dirinya sendiri.

"Ia pergi tanpa pamit, atau memang seharusnya aku pergi dengan terima kasih?"









"Kok dada linlin terasa sakit ya. Hyung, kau baik-baik saja kan disana?" - Guanlin

Keluarga Brokoli  [YunJae x ChanBaek x JunHwan x PanWink]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang