"Apa kau punya tempat untuk pulang?
Apa itu?
Dimana itu?
Seseorang bilang semua orang pasti punya tempat untuk pulang masing-masing.
Tapi kenapa aku tak tahu itu?" gadis itu terus melontarkan deretan pertanyaan itu pada seorang nenek tanpa kepala yang sedang duduk bersamanya.
"Hei..
Seperti apa tempat itu?
Apa yang membuatnya disebut 'Tempat untuk pulang' ?
Bisa.. Beri tahu aku?"
Lalu nenek itu berjongkok sembari memegang sebuah ranting kecil. Digoresnya tanah yang ada didepannya dengan ranting itu, terbentuklah sebuah tulisan yang cukup panjang diatas tanah itu.
"Nak, tempat itu memiliki sebuah nama, yaitu 'Rumah'. Sebuah rumah bisa disebut sebagai 'Tempat untuk pulang' maksudnya adalah jika ada seseorang yang memperdulikan mu, memperhatikan mu, dan memikirkan mu. Itulah tempatmu untuk pulang dan kembali." tulisan itulah yang terukir didepan mereka berdua.
"Lalu, kenapa nenek masih disini dan bukannya pulang?"
Nenek itu menulis lagi, "Aku sudah mati, nak. Tempatku untuk pulang sudah tidak ada lagi. Seseorang yang telah memikirkan dan mengkhawatirkan ku dialah yang telah melupakan ku. Aku jadi tak tahu harus kemana."
"Perumpamaan 'mati' yang digunakan nenek itu yang mana?" tanya gadis itu polos.
"Ahaha.. Keduanya juga kupakai."
"Aku.. Tak punya tempat.. Seperti itu.. Mana ada yang mau memikirkan gadis dungu seperti ku nek.." gadis itu menatap tanah sambil tersenyum kaku.
"Kau salah, nak.
Saat kau berpikir bahwa tak ada yang peduli padamu, atau tak ada yang memikirkan mu, sebenarnya ada banyak sekali yang memikirkan mu, bahkan perasaannya lebih besar dari yang kau kira."
"Sungguh begitu?"
Nenek itu pun mengukir sebuah senyuman diatas tanah yang lainnya.
"Orang orang itulah yang bisa kau sebut sebagai keluarga, teman, bahkan pasangan mu."
"Sebanyak itu?"
"Tentu, mereka semua akan selalu bersamamu dan membantumu saat kau dalam kesulitan. Merekalah yang tak pernah menyerah terhadapmu. Kau tahu kan, kalau manusia tak bisa hidup tanpa bantuan orang lain?
Tapi, kau juga harus menjadi tempat mereka untuk pulang. Karena kau sama pentingnya dengan mereka. Ya?"
Gadis itu menengadah menatap langit yang berwarna kelabu itu dan tersenyum cerah.
"Tentu saja!"
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
"Menurutmu, tempat untuk pulang itu seperti apa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Diary a little dumb girl : Ein szenario
Ficção Adolescentesebuah scenario kecil yang tertulis dalam buku harian untuk sang gadis dungu ini. tentang semua yang terjadi dan makna didalamnya.