Misora POV
Saat telah sampai di dalam, Noir langsung memesan apa yang dia mau tanpa bertanya apa yang aku inginkan untuk makan malamku sendiri. Yang dia bicarakan juga, hanya tentang dirinya saja. Apa yang dia koleksi, apa yang dia lakukan dan ke mana saja dia akan pergi berlibur nanti.
"Aku rasa kau cocok memakai batu berwarna merah. Aku akan memberikanmu kalung dari batu ruby, tunggu saja sampai selesai dibuat. Aku memesannya khusus untukmu, desainnya dibuat dengan image-mu, Misora," ucap Noir. Mulai menyogokku, berpikir kalau semua wanita akan merasa bahagia diberikan perhiasan mahal.
"Tidak perlu. Penampilanku sederhana, jadi perhiasan dengan warna yang terang terlalu mencolok untukku." Aku harus menolaknya, tidak boleh menerima terlalu banyak hingga membuatnya merasa telah membeli hatiku.
"Itu tak benar. Kau cocok pakai apa saja, kau harus lebih percaya diri."Noir memaksakan kesannya padaku. Membuatku bertanya-tanya, seperti apa sosokku yang dia lihat selama ini.
"Tapi tetap tak perlu. Aku tidak bisa menerima hadiah mahal dari orang yang baru kukenal." Aku tidak ingin disamakan dengan mantan-mantan pacarnya, tidak ingin menerima hadiah seperti itu. Apa dia tak bisa menyadari maksudku? Apa aku harus menolak dengan lebih terus terang?
"Untukku tak ada yang mahal, apalagi untuk diberikan pada wanita yang spesial. Anggap saja itu hadiah pertemanan, jangan menolaknya atau aku akan tersinggung." Dia tak paham-paham, membuat kesabaranku terasa diuji.
"Cukup bicaranya, ayo makan." Kurasa memang sebaiknya kami makan saja, sebelum makanannya dingin. Menu utama berdasar seafood, sama sekali bukan makanan favoritku dan Noir terus saja memuji betapa lezatnya makanan yang tersaji, mengatakan tentang penghargaan yang diterima oleh koki restoran ini.
Bukannya semua ini konyol? Kalau dia sampai sebegitunya mencari tahu tentang kehidupan koki favoritnya, tapi kenapa dia sama sekali tak berusaha mencari tahu apa yang disukai oleh wanita yang dia anggap spesial? Semakin kami berbicara, aku semakin hilang respek padanya.
"Jadi apa kau punya waktu di hari Minggu pagi? Kita akan pergi bermain tenis." Sejak kapan pembicaraan kami jadi menyimpang sejauh ini? Aku sama sekali tak mendengarkan dan tak merasa kalau aku berkata ingin main tenis.
"Maaf, tenis?" tanyaku pelan. Aku tidak pernah main tenis dan itu permainan yang masih tergolong asing bagi orang biasa seperti ku.
"Iya. Main tenis bagus untuk melatih gerak refleks dan otot kaki. Kamu punya kaki yang indah, akan lebih bagus kalau mengencangkan ototnya sedikit." Aku sampai tercengang, memangnya kapan dia melihat kakiku? Seingatku kami hanya bertemu dua kali dan aku selalu memaki gaun hingga mata kaki.
"Aku rasa itu bukan ide yang bagus. Aku tidak bisa bermain, tidak punya bajunya dan bukannya tidak ada lapangan tenis di sekitar sini?" Aku harus menolaknya. Untuk yang satu ini aku tidak mau. Aku hanya akan mempermalukan diriku sendiri, bermain seperti orang bodoh tanpa tahu peraturannya sama sekali.
Laki-laki harusnya lebih peka untuk hal ini, tak ada perempuan yang suka diajak berolahraga di kencan pertama mereka. Aku tidak percaya kalau Noir yang seperti ini bisa memiliki begitu banyak pacar. Aku penasaran seperti apa pikiran mereka saat diperlakukan seenaknya seperti ini.
"Tenang saja! Ada aku. Aku akan menyiapkan pakaianmu dan mengajarimu. Beri tahu saja ukuranmu." Apalagi ini, meminta ukuran pakaian wanita yang baru dikenal dengan santainya. Aku merasa makin terhina, sampai pakaianku saja harus dia belikan.
"Begitu, aku ingin pergi, tapi sayangnya aku baru ingat kalau aku ada latihan di Minggu pagi. Aku benar-benar menyesal, Noir. Lain kali saja ya?" Aku putuskan untuk berbohong, memasang senyuman manis yang membuatnya terpukau. Aku bahkan tidak keberatan berakting di luar panggung selama bisa menghentikan keinginannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ilusi Senja [END]
ActionNoir selalu bisa mendapatkan wanita yang dia mau dengan mudah, sehingga dia lupa bagaimana caranya menghargai seorang wanita. Noir selalu memperlakukan mereka seperti barang yang bisa dibuang saat bosan. Dan ketika akhirnya dia jatuh cinta untuk pe...