Chap 1. Roh

187 23 0
                                    

Chap 1. Roh

Apartemen Naruto
11 p.m.

Entah sudah keberapa kalinya Naruto berguling di atas tempat tidur. Sudah berbagai posisi tidur ia coba, namun semua terasa begitu tak berguna. Kedua matanya masih setia terbuka tanpa ada niatan untuk tertutup. Rasanya lelah yang ia rasakan tadi kini sudah hilang tak berbekas. Hanya menyisakan Naruto yang begitu tersiksa di atas tempat tidur.

Ia sudah lelah, sunggguh. Hanya saja pikirannya masih saja memenuhi kepalanya hingga ia pusing sendiri. Wanita cantik itu. Perkataannya. Dan segala hal yang terjadi petang tadi masih setia memenuhi kepalanya.

Sebenarnya itu hal yang tak perlu dan merepotkan. Tentu saja tak akan ada yang datang menemuinya malam ini. Tentu saja kebahagiaan itu tak mungkin datang begitu mudahnya. Itu semua terdengar terlalu mustahil bagi Naruto.

Waktu-waktu setelahnya pun akhirnya ia habiskan hanya untuk tenggelam dalam pikirannya sendiri. Di menit kesekian, ketika jarum panjang itu mendekati angka dua belas akhirnya ia mampu tertidur. Tak terlalu nyenyak memang.

Tak seperti sebelumnya, Naruto yang tak pernah bermimpi sekali pun tiba-tiba dihadapkan pada sebuah mimpi yang sedikit membingungkan jika boleh dibilang.

Di mimpi itu, Naruto sedang berdiri di sebuah taman luas. Setiap inchi taman itu telah tertutup sempurna oleh salju. Bahkan ranting-ranting kurus pepohonan pun sudah tenggelam oleh salju yang menggunung.

Dalam sekali pandang, semua pemandangan itu terasa begitu indah. Ditambah lagi, temaram lampu-lampu taman dengan pendar jingganya.
Namun dari semua keindahan itu, harus Naruto akui taman itu terasa begitu sepi. Tak ada satu orang pun yang ada di sana. Kerlip-kerlip lampu kota di ujung taman pun rasanya sama sekali tak menambah kesan hidup dari taman itu.

Taman indah yang terasa begitu sepi. Tak peduli seberapa jauh Naruto memandang. Semua masih tenggelam dalam kekosongan malam. Hingga di ujung sana. Nampak sebuah bayangan gelap di bawah temaram lampu taman. Yang duduk di sebuah bangku taman sepi.

Tubuh sosok itu membungkuk begitu dap. Seakan sang pemilik sedang dirundung begitu banyak beban. Dalam sekali pandang pun, Naruto seakan memahami betapa menyedihkannya sosok itu.

Dan mimpi itu berhenti di sana. Berganti menjadi pemandangan langit-langit apartemennya yang bercat sewarna krim. Dalam sekejap mata, Nartuo sudah dibawa kembali ke kamarnya. Tertidur dengan posisi menyakitkan yang benar-benar membuatnya tak nyaman.

Menit-menit pertama rasanya Naruto masih berada di dalam bayang-bayang. Kepala pirangnya seakan sedang memaksanya untuk mengingat gambaran dalam mimpinya.

Taman indah itu. Salju yang menumpuk begitu tinggi. Dan sosok bungkuk itu. Semuanya. Hanya saja, entahlah, yang tertinggal hanya rasa menyesakkan itu. Seakan ada sesuatu dalam sosok itu yang begitu mengganggunya.

Terlalu memenuhi pikirannya seakan sesuatu sedang menjebaknya di awang-awang.

"Akhirnya kau bangun juga. Aku sudah menunggumu."

Saat itu, sebuah suara langsunh mengagetkannya. Seakan sedang menampar Naruto untuk segera kembali ke dunia nyata. Dan seperti sedang dikejutkan oleh kenyataan, kedua manik mata Naruto langsung membola sempurna.
Dalam hitungan detik, Naruto dengan begitu sigap bangkit dari tempat tidurnya. Hanya untuk terjatuh dari tempat tidurnya sendiri. Sungguh sial memang.

"Dasar bodoh."

Lagi-lagi suara itu terdengar. Terdengar sangat menjengkelkan malah. Seakan sang pemilik suara sedang menghina Naruto terang-terangan. Sedangkan Naruto, ia masih sibuk mengaduh dan mengelus pantatnya yang baru saja bercumbu dengan lantai.

Ini sangat menjengkelkan, sungguh. Ketika kau kesakitan seperti ini dan orang lain dengan santainya mengejekmu tanpa menolong sedikit pun. Rasanya Naruto sudah ingin mengamuk.

"Kau seharusnya menolongku, bo-"
Tadinya Naruto sudah ingin mengamuk tak karuan. Hanya saja kata-katanya berhenti di tenggorokan begitu saja. Seseorang yang ada di depannya benar-benar membuatnya terkejut tak karuan.

Seorang remaja tampan dengan helaian hitam sedang berkacak pinggang tepat di depannya. Wajah pemuda itu begitu tampan. Mata biru besarnya. Kulit putih yang terlihat bagai salju. Hidung mancungnya tak lupa garis-garis halus tanda lahir di kedua belan pipinya.

Sekilas pandang, pemuda di depannya nampak tak begitu asing. Hanya saja Naruto sudah terlanjur yakin jika ia tak pernah bertemu dengan pemuda seperti ini sebelumnya. Sama sekali tidak. Walau harus ia akui, jika beberapa hal dalam diri pemuda itu yang entah bagaimana terasa begitu mirip dengannya. Terutama manik mata dan gurat halus itu.

"Berhenti melihatku seperti itu, bodoh!" Sungguh, entah mengapa mulutnya yang tajam itu terdengar sama sekali tak asing. Begitu membangkitkan kerinduan dan kekesalan di saat yang bersamaan.

"Siapa kau?" Entah mengapa Naruto merasa jika kata-kata ini mungkin akan sering sekali ia ucapkan. Malam ini saja ia sudah mengatakannya beberapa kali.

Sedangkan pemuda di depannya itu, masih setia berkacak pinggang. Wajah tampan itu bahkan masih sama mengesalkannya. Bahkan kedua alis sudah mengerut dengan ekspresi yang lebih menyebalkan lagi. Rasanya seandainya ia boleh, Naruto sudah akan menghajar pemuda berhelaian hitam itu.

"Apa dia tak memberitahumu bahwa aku akan datang?" Pemuda itu masih mengerut, tak malu-malu memperlihatkan wajah kesalnya ketika Naruto hanya bisa duduk terdiam di lantai dengan wajah bingungnya. "Wanita dengan rambut merah itu. Apa kau ingat?"

Ah, bagaimana mungkin Naruto bisa lupa? Baru beberapa jam yang lalu mereka bertemu dan mungkin baru beberapa menit yang lalu ia dibuat kelimpungan karena memikirkannya. Sungguh, Naruto tak menyangka jika ia baru saja melupakannya. Rasanya ia benar-benar dibuat teralihkan begitu saja.

"Jadi, apa yang kau lakukan?"

Mau tak mau Naruto kembali dibuat mengingat pertemuannya dengan wanita berambut merah itu. Tiap kata-katanya. Dan segala hal yang ia lakukan. Naruto benar-benar kembali dibuat tak mengerti. Seakan ada sesuatu dalam diri wanita itu yang membuatnya merasa bahwa mungkin ia bukanlah manusia pada umumnya. Seseorang yang lebih spesial. Seseorang yang mungkin benar-benar akan menunjukkan kebahagiaan padanya.

"Aku adalah roh. Dan aku akan membawamu melihat masa lalu."

TBC

Author's Note :
Hmmm 🤔🤔🤔 sudah berapa lama ya kagak publish?? Hmmm
Ehheheh intinya adalah, ini proyek baruku... Tadinya mau dibuat macam bukunya mba Ilana Tan itu lho. Tapi mau sekalian nge-remake dongeng begitu.
Jadi, cerita musim ini berhubungan sama dongeng yang udah ada. Cumu ku utak-atik dikit...
Ahahah ketahuan yak, author miskin ide ahahaha 🤣🤣🤣🤣
Akhir kata, Voment please 😘😘😘

Winter Love : MiracleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang