Prolog

15.7K 735 29
                                    

[Tolong tap bintang dulu sebelum baca. Makasih]

♤♤♤

Dania Jordania. Dia keponakanku satu-satunya. Dania adalah anak dari Kak Diana, saudaraku satu-satunya. Aku dan Kak Diana terlahir dari keluarga berkecukupan. Sayangnya, kedua orang tuaku harus lebih dulu dipanggil Sang Kuasa karena mengalami kecelakaan. Saat itu, aku dan kakakku masih kecil. Aku masih duduk di bangku TK sedangkan kakakku di bangku SD. Setelah kepergian orang tuaku, aku ikut dengan bibi, saudara dari ibu. Kakakku ikut saudara dari ayah. Kami berdua terpisah saat kecil, dan kembali bertemu ketika kami sudah mandiri.

Beberapa bulan yang lalu aku membutuhkan pekerjaan, lalu bibi menyarankan agar meminta pekerjaan pada Kak Diana. Aku tak tahu jika Kak Diana sudah menikah, bahkan sudah dikaruniai seorang putri yaitu Dania. Pertama tiba di kota ini, aku tinggal di apartemennya. Kakakku sangat baik. Dia mencarikan pekerjaan sesuai keahlianku. Tak menunggu waktu lama, aku mendapat panggilan dari butik ternama di kota ini. Kesempatan itu tidak aku sia-siakan. Aku diterima bekerja di butik itu. Tak hentinya aku berterima kasih padanya sampai saat ini. Kini, aku sudah tinggal di sebuah indekos dekat dengan tempat kerja. Kak Diana pun sudah pindah ke rumah pribadinya. Dia seorang wanita yang mandiri dan cantik. Tak heran jika dia terpilih menjadi model majalah. Terkadang, Kak Diana menitipkan Dania padaku ketika sedang ada pekerjaan di luar kota. Aku dengan senang hati menolongnya. Dania seakan pelipur hatiku di saat kesepian.

“Bunda. Kapan Mami pulang?”

Lamunanku buyar. Senyum kusungging ketika gadis kecil di hadapanku memasang raut meminta jawaban. "Mami sedang ada pekerjaan di luar kota, Dania. Kalau nggak besok, mungkin lusa Mami baru pulang. Sabar, ya. Dania ‘kan anak pintar." Aku mengusap kepalanya lembut.

“Tapi, kenapa Mami lama?” Dania masih meminta jawaban.
Memang tidak seperti biasanya Kak Diana lama seperti ini di luar kota. Biasanya, hanya dua atau tiga hari, tapi ini sudah lima hari dan dia masih belum pulang. Semoga tidak terjadi apa-apa dengan dia di sana.

“Bunda kok diam?”

Pikiranku teralih. “Mungkin Mami sedang di jalan. Dania habiskan susunya, lalu tidur.”

“Nia mau telepon Mami.”

Sejak kemarin Kak Diana susah dihubungi. Semoga saja kali ini nomor dia aktif. Beberapa kali aku menghubunginya, tapi nomornya tidak aktif. Aku merasa khawatir dengan keadaannya.

“Mami mana, Bunda?” Dania masih merengek.

“Nomor Mami nggak aktif, Sayang. Mungkin Mami sedang di dalam pesawat. Dania tidur saja, ya. Nanti kalau nomor Mami sudah aktif, Bunda kasih tau Dania.” Aku menenangkannya. Tidak seperti biasanya Dania seperti ini. Biasanya dia tidak banyak bertanya mengenai Kak Diana.

Dania hanya mengangguk, lalu beranjak naik ke atas ranjang dan merebahkan tubuh. Aku pun mengikutinya, tidur samping Dania. Tak lama, Dania terlelap tidur. Aku bergegas meraih ponsel untuk menanyakan keadaan Kak Diana pada asistennya.

To:  Kak Elin
Kak. Apa pekerjaan Kak Diana belum selesai? Tumben Kak Diana lama di luar kota. Ini Dania tanya Kak Diana, kenapa belum pulang-pulang? Aku juga sudah telepon Kak Diana, tapi nomornya nggak aktif sejak kemarin.

Setelah mengirim pesan, aku kembali merebahkan tubuh. Lama sekali tak ada balasan dari Kak Elin. Aku pun memejamkan mata karena mengantuk.

Aku mengerjapkan mata ketika mendengar deringan ponsel. Segera kuraih benda itu dan kutatap layarnya. Kak Elin menghubungiku.

“Halo,” sapaku.

“Sabrina. Cepat kamu ke rumah sakit sekarang. Diana kritis.”

“Apa?!” Aku membulatkan mata.

Pesona Kakak IparTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang