3. Gulat Di Malam Hari

14 4 0
                                    

Pukul sembilan malam resto sudah sepi pengunjung. Hal ini berarti sudah saatnya tutup. Semua orang mulai membersihkan bagian masing-masing.

“Di gosok terus ya, Lu, biar kinclong.” Wawan tiba-tiba menyahut pada Lulu yang sedang mengelap meja.

“Iya dong biar gak buluk kayak...” Lulu menonjolkan pipinya kearah Wawan. Tangannya masih menapak pada selembar kain lap yang menempel pada meja.

“Sembarangan lo ngatain gue buluk.” Ujar Wawan tak terima.

“Gini-gini gue sering di kejar-kejar cewek lho,”ucap lelaki itu membanggakan diri.

“Iya di kejar-kejar cewek buat nagih hutang.” Celetuk Maya yang tiba-tiba keluar dari dapur. Kemudian cowok berkulit sawo matang itu mendelik padanya.

“Gak usah nyebarin aib gue bisa gak, May? Bikin reputasi gue di mata Lulu jelek aja.” Maya tertawa.

“Memang kapan lo punya reputasi di mata gue, Mas?” Wawan mendelik mendengar perkataan Lulu.

“Oh, jadi di mata kamu aku gak ada apa-apanya? Jahat kamu ya sama aku.” Wawan terlihat seperti gadis yang akan menangis. Lalu menghentakan kakinya sebelum pergi.

“Jijay amat tuh cowok.” Maya berlalu sambil bergidik ngeri akan tingkah Wawan.

Setelah semuanya beres, Maya kemudian pergi meninggalkan resto untuk pulang. Ia menggunakan motor matic butut miliknya untuk membawanya sampai ke rumah. Meskipun sudah lama, motor ini selalu menjadi kesayangan Maya. Karena benda inilah yang di berikan mendiang ayahnya saat pertama kali ia memasuki jenjang menengah atas.

Angin semilir menembus pori-pori kulit yang tidak terlapisi jaket. Hanya kaos berlengan panjang dengan setelan celana jeans dan kerudung segi empat yang menutupi tubuh Maya dari dinginnya angin malam.

Jalanan nampak sepi karena keadaan sudah larut. Sebenarnya setiap akan pulang Gio selalu menawarkan diri untuk mengantar Maya yang selalu di tolak dengan alasan, “Maya udah gede, Mas. Gak perlu anter-anteran lagi.” Begitu kata Maya ketika Gio ingin mengantarnya.

Gio dan Mamak Jupi kerap khawatir Maya pulang sendiri tanpa ada yang mengawasi atau menemani. Sering ada rasa takut terjadi sesuatu pada Maya di benak mereka, apalagi Maya perempuan.

“Gue bosen kali Mas, tiap malem di tawarin boncengan mulu. Gue akan tetep jawab ‘no’. Masa iya lo lupa jawaban dari pertanyaan yang tiap malam lo tanyain?”

“Tapi kan lo cewek....”

“Ya kenapa kalo gue cewek. Gue cewek bukan berarti gak bisa jaga diri. Apa perlu lo nyewa bodyguard buat nganterin gue tiap malem?” Gadis berjilbab itu tampak gemas dengan lelaki di hadapannya itu.

“Boleh, boleh. Ide bagus, daripada gue was-was tiap malem mikirin lo.” Maya menepuk dahinya. Kapan pria itu sadar bahwa Maya sudah bukan remaja yang baru putus sekolah seperti beberapa tahun lalu.

Tanpa menghiraukan Gio, Maya pulang bersama motor maticnya dan melajukannya dengan kecepatan sedang.

Jalanan tampak lengang di sertai tiupan angin malam yang terkadang membuat bulu kuduk seseorang seketika berdiri. Namun hal itu tidak pernah berlaku bagi Maya.

Kecepatan motor Maya mulai berkurang ketika melihat dua mobil yang berhenti di tepi jalan dan beberapa orang yang mengerumuni mobil yang membelakanginya. Ada sekitar tiga orang yang memaksa orang di dalam mobil untuk keluar. Setelah beberapa saat akhirnya ada seorang wanita muda yang mengalah keluar dari mobilnya. Dua orang diantaranya menarik kasar tubuh sang wanita.

Fix! Mereka orang jahat.Batin Maya.

“Woy, bang!” Teriak Maya sambil melambaikan tangan yang membuat semua orang menengok kearahnya. Dia lalu berjalan dengan santainya menghampiri mereka.

InterestTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang