Oleh: Cindhy Agustin Aldalia
Pria tua itu datang lagi, selalu tepat jam sepuluh pagi. Tubuhnya yang renta tidak menghalangi langkahnya untuk datang ke toko bungaku setiap hari. Dia selalu memesan bunga yang sama untuk istri tercinta yang sedang dirawat di rumah sakit. Bunga Garbera. Bunga yang konon melambangkan kesetiaan.
Hari ini toko lumayan ramai. Pria tua itu berulang kali melihat benda mungil bertali di pergelangan tangan kirinya, sesekali menyuruh karyawanku agar merangkai bunga pesenannya lebih cepat. Sepertinya dia sedang terburu-buru. Aku pun menggantikan pekerjaan karyawanku agar pria tua itu tidak lama menunggu.
"Bisakah kau lebih cepat merangkainya?" Raut cemas tergambar jelas di wajah pria berusia tujuh puluh tahun itu.
"Tentu," jawabku.
Merangkai bunga mungkin bukanlah pekerjaan yang mudah bagi sebagian orang. Namun bagiku perkerjaan ini mudah dan menyenangkan. Apa lagi aku sudah menjalaninya selama hampir sepuluh tahun."Apa Anda tidak lelah pergi ke rumah sakit setiap hari?"
"Tidak," jawabnya.
"Istri Anda pasti sangat senang karena setiap hari Anda memberinya bunga. Ah, aku jadi iri, suamiku jarang sekali melakukan hal romantis seperti Anda."
Pria tua itu hanya tersenyum mendengar ucapanku. Dia mengatakan jika lima tahun yang lalu istrinya terkena Alzheimer. Penyakit otak yang menurunkan daya ingat, kemampuan berpikir, dan cara bicara. Semakin hari penyakit istrinya semakin parah. Istrinya pun sudah tidak lagi mengenalnya sejak dua tahun terakhir.
Aku tercengang mendengar ceritanya. "Setiap hari Anda pergi ke rumah sakit meskipun istri Anda tidak mengenali Anda lagi? Untuk apa?"
Pria tua itu tersenyum lantas menepuk punggung tanganku pelan. "Tapi aku masih mengenalnya, kan?"
Sungguh, hatiku begitu terenyuh mendengar ucapannya. Tanpa sadar air mata jatuh begitu saja membasahi pipi. Pria tua itu telah berhasil mengajariku arti kesetiaan cinta yang sebenarnya.-SELESAI-
Kediri, 11 Juni 2019.