THREE

3 1 0
                                    

Bulan terus berganti. Pertemanan Ayra dengan Zafa semakin menjauh. Entah ada apa diantara mereka berdua. Sekarang, Zafa lebih dekat dengan Lia dan terlihat lebih akrab dengannya. Karena merasa terabaikan, Ayra berniat untuk bertanya tentang mereka berdua kepada Zafa.

"Hai Za. Udah lama ya kita ngga ngobrol?"

"Hhmm.."

"Ehm, gue sebenernya mau nanya sama lo. Udah beberapa bulan ini kita jadi jarang ngobrol. Lo juga jadi lebih diem dari biasanya,"

"Emang salah? Sorry kalo gue jadi jarang ngomong. Lagi males aja,"

"Bukan gitu. Gue Cuma ngerasa ada yang lo sembunyiin dari gue. Lo ada masalah ya Za? Kalo iya, lo bisa kok cerita ke gue,"

"..." Hening. Zafa tidak menjawab apa-apa dan masih sibuk dengan hp nya.

"Dan gue liat. Sekarang, lo jadi makin deket ya sama Lia?"

"Denger ya, Ra. Emang gue salah kalo gue deket sama Lia? Ini hidup gue. Gue berhak untuk nentuin dengan siapa gue berteman. Lagian, gue juga ga pernah komen saat lo lebih banyak diem, nangis atau apalah dan ninggalin gue sendirian," Ucap Zafa dengan nada bicara yang sedikit tinggi.

"Maaf kalo soal waktu itu,"

"Gue juga ga pernah komen saat lo lebih deket sama oranglain daripada sama gue. Contohnya Safira. Dia rela ngelakuin apapun demi bikin lo ceria lagi kayak biasanya, dan lo akuin aja kalo lo juga terhibur dengan kelakuan Safira. Daripada lo mikirin gue yang ga berguna ini, mending lo kasih perhatian dan waktu lo buat Safira. Kasian dia lo diemin terus. Dan satu lagi. Gue lagi ngga mau di ganggu. Jadi mending, lo pergi sekarang,"

"Za, jangan ngomong kayak gitu. Gue gamau pergi. Gue mau sama lo,"

"Pergi atau gue ngga akan anggep lo sebagai temen gue lagi?!"

Kalimat terakhir dari Zafa telah membuat hati Ayra benar-benar sakit. Ia merasa kecewa dengan temannya itu. Ia hanya ingin seperti dulu lagi saat ia dan Zafa bisa berbagi cerita dan sharing tentang masalah mereka. Tapi sekarang? Semua udah berubah. Ayra juga tidak tau kenapa Zafa tega seperti itu kepada Ayra.


Karena kejadian tadi pagi, Ayra jadi lebih pendiam dan terlihat murung. Bahkan pikiranya terbang entah kemana. Semua tidak peduli dengan dirinya. Semua hanya peduli dengan diri masing-masing sambil terus menulis catatan yang diberikan oleh guru.

Tapi di sudut lain. Di bangku terakhir barisan cewek. Ada seseorang yang dari tadi diam-diam memperhatikan Ayra. Ia merasa khawatir dengan kondisi Ayra yang lebih banyak termenung daripada mendengarkan penjelasan guru.

Ra. Lo kenapa sih? Kenapa lo keliatan badmood banget? Andai lo mau cerita ke gue. Dengan senang hati gue bakal bantuin lo. Atau setidaknya, gue bisa jadi tempat buat lo ngeluapin semua masalah lo. Lo bener-bener misterius banget, Ra. Batin Safira.


Seharian ini hanya Ayra habiskan untuk lebih banyak diam dan termenung. Semangat belajarnya jadi menghilang tiba-tiba karena ucapan dari Zafa. Ia berniat untuk pergi ke tempat favoritnya setelah pulang sekolah.

Seperti niatnya. Sepulang sekolah, ia langsung pergi menuju tempat favoritnya, yaitu rooftop. Rooftop adalah satu-satunya tempat yang bisa membuat ia tenang dan sedikit melupakan masalahnya.
Sampai di rooftop. Ternyata sudah ada orang yang datang terlebih dahulu. Ia sedang asik menikmati lagu yang sedang ia dengarkan sambil menatap langit yang semakin mendung. Tanpa sadar, Ayra menghampiri orang tersebut dan langsung menangis di pahanya. Bukannya kaget atau menghindar, orang tersebut justru duduk tenang sambil sesekali menenangkan Ayra yang sedang pecah dalam tangisannya.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jun 18, 2019 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

WHY ME?Where stories live. Discover now