Dilema

181 14 3
                                    

A/N: Already published in FFn.net but I repaired it a bit to be put here

Lars van Anderson: Netherland
Willem van Anderson: Luxembourg (in this story, he is Lars’ sibling)
Kirana Anggraini: Indonesia
Reza Pratama: Jawa (in this story, he is Kirana’s sibling)

-----

Kicauan burung beradu mesra kala matahari perlahan kembali ke singgasananya. Aroma bunga yang harum semerbak menanamkan bibit rasa bahagia pada siapapun yang menciumnya. Sederhananya, pagi ini terlihat indah dan menyebarkan aura positif bagi semua orang. Penduduk kembali memenuhi jalanan, sibuk menuju sekolah ataupun kantornya. Hiruk pikuk sudah menjadi tradisi pagi kota ini. Di mana tiap orang tidak lagi memperhatikan siapapun yang berjalan di samping ataupun di depan mereka. Langkah kaki mereka berjalan seakan rute yang mereka lalui telah dilatih bertahun-tahun.

Namun tidak sama halnya dengan seorang pria tampan yang terduduk lesu di Willem Café. Lars van Anderson namanya, seorang Belanda tampan yang tentu saja disenangi banyak wanita. Tidak heran, ia telah mendapatkan berbagai lirikan dari para wanita yang membeli kopi untuk memulai hari mereka. Paras tampannya tidak pernah gagal untuk menarik perhatian dari siapapun, mulai dari yang muda hingga yang tua. Walau begitu, kali ini lirikan yang ia dapatkan bukanlah lirikan kekaguman, melainkan tatapan kebingungan dan sedikit rasa kasihan.

Bagaimana tidak, di hadapannya kini terdapat 12 cangkir kopi kosong. Kedua alisnya berdempetan, tanda ia sedang berpikir keras mengenai suatu hal. Raut wajahnya yang biasanya sangat tenang dan menawan, kini dipenuhi kegelisahan. Rambut yang biasanya berdiri melawan gravitasi, kini jatuh terurai tanpa aturan. Pembawaannya yang diam dan berhasil membuat orang penasaran, kini berubah menjadi tak tentu arah. Kakinya terus bergerak mengetuk lantai café. Tangannya pun tak kalah dan ikut mengetuk meja dan kursi tempat dia duduk.

“KENAPA?!” teriak Lars kesal, menarik perhatian semua orang yang tengah berada di café tersebut.

Tiba-tiba Willem, sang pemilik café, mendekatinya dan berkata, “Kak Lars, bisakah kakak tenang? Memang ini adalah café milikku. Tapi, sekarang sedang banyak tamu. Jadi kakak harusnya bisa di menenangkan diri kakak. Mengerti?”

“Ah... maaf, Willem. Aku akan berusah untuk lebih tenang,” jawab Lars.

Willem pun beranjak menjauhi Lars yang telah kembali tenang. Pada akhirnya, Lars pergi ke kasir untuk membayar semua kopi yang telah dia minum. Setelah itu, dia pergi menuju ke sebuah tempat sepi yang sangat sering dia kunjungi. Dia duduk termenung di bawah pohon rindang. Pikirannya kembali melayang pada momen pernikahannya, 5 bulan yang lalu.

-----

Kala itu sama seperti hari ini. Cerah, tak berawan, dengan cuitan burung-burung di sekitar mereka. Hari itu merupakan hari Senin yang paling membahagiakan bagi sepasang sejoli, Lars dan Kirana. Terdengar bunyi lonceng gereja yang berdentang mesra, menandakan telah berakhirnya upacara pernikahan. Sepasang pengantin keluar dari gereja yang telah dihiasi dengan nuansa merah, putih, dan biru. Lars van Anderson dan Kirana Anggraini melangkahkan kaki mereka dari pintu gereja, memulai momen pertama mereka sebagai sepasang suami istri. Lars memakai jas putih dengan rangkaian bunga melati kecil disaku dadanya, tentu saja bunga tersebut adalah pilihan Kirana. Sedangkan Kirana diselimuti dengan gaun putih satin yang sangat indah. Tak lupa dalam genggamannya terdapat sebuket bunga yang terdiri dari bunga tulip, melati, dan beberapa daun cemara kipas. Senyum mengembang diwajah mereka, tak lupa dengan riuhnya tepuk tangan yang menjadi pengiringnya.

Resepsi diadakan di sebuah tempat indah di tepi danau. Lars dan Kirana telah berganti pakaian. Lars mengganti jas putihnya dengan warna oranye. Sedangkan Kirana mengganti gaun satinnya dengan kebaya krim dengan rok batik berwarna coklat, sederhana namun sangat indah. Rambutnya yang tergerai ditemani dengan rangkaian kecil melati. Mereka terlihat serasi, meskipun perpaduan warna baju mereka menimbulkan kebingungan diantara para tamu.

DilemaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang