Part 1

927 179 13
                                    

Keesokan harinya Shinta mengajak kedua adiknya untuk bermain di taman komplek sepulang berjualan. Hari itu dagangannya habis karena ada yang memborong seseorang karena ada acara tahlilan. Tidak lupa ia menyisakan kue untuk Juna. Shinta bersama kedua adiknya ke rumah Juna. Ia melarang adiknya masuk ke dalam. Mereka menunggu di depan rumah. Karena tidak ada orang yang keluar dari rumah. Salahnya karena tidak memberitahu anak laki-laki itu jam berapa mereka bertemu. Di garasi rumah ada mobil berwarna hitam. Shinta berpikir jika ada ayahnya juga. Tapi ia tidak mau mengikari sebuah janji yang telah dibuatnya.

Dengan berani Shinta memencet bel rumah. Kedua adiknya mengamati sang kakak. Mereka menggunakan 2 sepeda dan kedua adiknya saling berboncengan. Tidak ada yang keluar dari rumah, Shinta memencet kembali. Rumah memang terlihat sepi.

"Apa Papanya nggak ngizinin ya?" tanya dalam hatinya. Shinta memutar sepedanya lalu mengayuh menjauh dari rumah tersebut. Ia kecewa dan memutuskan untuk ke taman lebih dulu.

"Kak itu rumah siapa sih?" tanya adiknya yang bernama Heri yang berusia 11 tahun.

"Ini rumah temen," jawab sekenanya.

"Kenapa nggak masuk aja. Rumahnya bagus banget kak," celetuknya. Kedua adiknya bingung juga kakaknya mempunyai teman yang rumahnya bagus seperti itu. Pertanyaannya adalah apa temannya itu tidak risih dengan Shinta.

"Nggak mau, kan kakak janjinya mau main di taman." Shinta menghela napas. Akhirnya mereka bertiga bermain di taman. Jarang anak komplek yang main. Zaman sekarang lebih banyak main gadget apalagi bagi orang berada. Tapi bagi Shinta dan adiknya taman komplek itu menyenangkan. Ia lebih memilih bermain sekaligus menjaga adiknya. Daripada berkumpul dengan teman sekolah atau sebayanya. Ia minder karena status sosial mereka yang berbeda. Jangankan punya ponsel untuk jajan saja Shinta mengirit. Uang tersebut lebih baik di tabung untuk biaya sekolah.

Di taman komplek ada ayunan, perosotan dan lainnya seperti permainan di taman kanak-kanak. Kedua adiknya bermain dan Shinta hanya duduk di ayunan sambil memperhatikan adik-adiknya. Wendi, adik keduanya berusia 8 tahun. Mereka masih sekolah dasar. Sedangkan Aya adik ketiganya di rumah karena sedang sakit flu.

Shinta memggerakan ayunannya dengan cukup kencang. Matanya memandang ke atas melihat langit yang berwarna biru. Matanya terpejam menikmati semilir angin. Samar-samar ada yang memanggilnya perlahan semakin dekat.

"Kak Shinta!!" panggil seseorang.

Shinta tersentak, matanya terbuka dan menoleh kearah suara itu. "Lho, Juna??"

"Iya, Kak." Juna berlari dengan semangat.

"Sama siapa kesini?" tanyanya.

"Sama Papa," Juna menoleh ke arah mobil berwarna putih.

"Jadi kamu abis pergi?"

"Iya, Kak."

"Pantes tadi kakak ke rumahmu sepi. Kirain lagi tidur," ucap Shinta terkekeh sendiri. Bukannya ia tidak menepati janji tapi memang salah mengira. Kedua adiknya menghampiri. Mereka senyum-senyum melihat Juna.

Wendi dan Heri mendekatinya dan berbisik ke telinga Shinta. Menanyakan apa ini temannya yang dimaksud. Shinta mengangguk. Ia memperkenalkan kedua adiknya pada Juna. Mereka senang mempunyai teman baru apalagi anak komplek. Tidak ada yang pernah mau berteman dengan mereka.

Suara pintu mobil terbuka membuat semua orang menoleh. Keluarlah seorang pria dengan pakaian kasual. Berjalan dengan langkah lebar mendekati mereka. Memperhatikan putranya yang begitu akrab bertemu dengan anak-anak tersebut. Baru kali ini ia merasakannya. Tatapan Juna yang ceria.

"Juna," tegurnya. Rama memperhatikan 3 orang itu. Shinta buru-buru berdiri. Ia segera mencium tangan Rama di ikuti kedua adiknya sebagai tanda menghormati. Dan pria itu terheran-heran melihatnya. "Mereka siapa?"

Cinta Ramasaka (GOOGLE PLAY BOOK)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang