🍴t h r e e

243 48 35
                                    

Vote n comment, please💙

*****

Hari itu seharusnya menjadi hari yang bisa saja. Yah, memangnya hal apa lagi yang dapat membuat lelaki itu tersenyum bengis kecuali saat membunuh seseorang?

Namun entah mengapa, seakan ada sesuatu yang menarik dirinya untuk terus tersenyum bengis. Lucu memang. Dia sendiri juga merasa bingung dengan tingkahnya itu.

Ia berjalan menyusuri kota diantara orang-orang yang melangkah cepat seakan sedang dikejar waktu.

Dia tak tahu arahnya berjalan, lelaki itu hanya mengikuti kemana kakinya membawanya, menyuruh supir taxi membelokkan mobil ke salah satu kampus terbesar di kota yang ia tempati hanya untuk mencari seorang mangsa.

Padahal ia bisa saja mencari mangsa ditempat lain, bukan ditempat yang penuh dengan keramaian mahasiswa.

Mungkin ini hanya instingnya saja sebagai seorang pemakan organ dalam. Mengingat dirinya yang berbeda dari kebanyakan orang, tentu sedikit menyulitkan saat memilah makanan.

Dan alasan kenapa ia terus tersenyum bengis kini terjawab tatkala lelaki itu menginjakkan kaki di cafetaria kampus dan melihat seorang gadis yang tengah terduduk di salah satu kursi cafetaria.

Pikirannya ia buyarkan sejenak, tatapan lelaki itu terpusat oleh tingkah sang gadis. Satu kata yang terlintas di benak; manis.

Yah, perlu lelaki itu akui kalau gadis yang tengah menghabiskan makanannya tersebut terlihat sangat manis di matanya.

Siapa gadis itu? Kenapa dia begitu menarik perhatianku?

Lelaki itu sungguh penasaran. Seakan-akan jika ia tidak melihat gadis manis tersebut menghabiskan makanannya, maka pikirannya tidak akan tenang.

Didudukkannya tubuh berlapis jaket itu pada sebuah kursi di salah satu sudut cafetaria.

Dalam hati, lelaki itu berterima kasih kepada instingnya yang membawa dia ke sebuah kampus universitas terbesar di kotanya.

Lelaki itu menyangga dagu dengan satu tangan. Kepalanya sedikit ia miringkan ke samping.

Matanya terus memperhatikan gadis manis itu, seakan jika ia tak melihatnya dalam satu kedipan mata, maka sang gadis akan menghilang dari tempatnya.

Beberapa menit berlalu dengan dia yang terus mengamati si gadis tersebut.

Aktivitasnya itu terganggu tatkala seorang lelaki yang lebih muda darinya menggeser sebuah kursi di meja yang ia tempati.

Merasa tak nyaman, ia mengalihkan pandangannya dengan terpaksa. "Apa yang kau lakukan?" Sang lelaki bertanya dengan nada tak suka yang sangat jelas.

Lelaki muda yang menggunakan kacamata itu tersenyum kaku. "A-aku menarik kursi untuk kududuki. Kurasa berbagi meja tak ada salahnya."

"Tak ada salahnya katamu? Kau tidak lihat aku sedang sibuk? Aktivitasku terganggu karenamu." Mata lelaki itu menghunus tajam kearah lelaki muda didepannya.

"Oh, begitu yah. T-tapi setelah kuperhatikan kau tidak sedang membaca atau mengerjakan kesibukan lainnya. Jadi tidak masalah bukan, jika kau membagi meja denganku?"

Lelaki sialan!

"Masih ada banyak meja yang kosong di cafetaria ini," sindir lelaki itu, merasa tak suka dengan ulah sosok didepannya.

Lelaki bermata empat mengusap tengkuknya canggung sekaligus takut. "T-tapi..."

"Apa, hah? Pergi dari sini sebelum aku membunuhmu, membelah perut kerempengmu, mengeluarkan isi perutmu, dan memakan ginjalmu." lelaki itu kembali menyorot tajam. Benar-benar tak suka dengan lelaki muda tersebut.

Gluttony [Eyeless Jack ✕ Reader]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang