Prolog

197 50 68
                                    

Lelaki itu terbiasa mendatangi padang rumput di belakang rumahnya, karena pemandangan jutaan bintang terlihat jelas dan indah. Biasanya, ia ke sini karena sedang ingin menyendiri, sedih, senang dan lelah. Dengan pemandangan seindah ini, semua perasaannya tersalurkan, tersampaikan.

Seperti biasa, Ken duduk dengan kedua kaki yang ia selonjorkan di atas rumput beludru. Kedua tangannya ia ke belakangkan, menopang beban tubuhnya. Semilir angin malam menerpa wajah teduhnya, membuat kedua netranya terpejam.

"Ngapain sendirian di sini?" tanya seorang perempuan yang tiba-tiba datang entah dari mana. Ken terkejut, dengan refleks ia membuka kedua matanya dan menoleh sekilas ke arah sumber suara.

"...."

"Suka bintang juga, ya?" tanyanya lagi.

"Lo siapa, sih?" Akhirnya Ken membuka mulut, karena penasaran.

"Jawab dulu kalo ada yang nanya!" balasnya dengan nada sedikit membentak. Kedua tangannya terlipat di depan dada, membuatnya terlihat benar-benar kesal pada lelaki yang tengah terduduk di bawah.

"Iya, gue suka."

"Sama, dong! Aku juga suka." Dan di bawah langit bertabur jutaan bintang itu, mereka saling bertukar kisah. Saat itu juga Ken sadar, kalau ia dan perempuan itu memiliki kesukaan yang sama terhadap bintang.

"Mereka terlihat bersinar bebas di angkasa. Cantik," ujar perempuan itu terlihat kagum.

Ken hanya mengiyakan dan kembali menatap lautan bintang di atas sana. Benar, mereka sangat indah. Meski dengan jarak yang sangat jauh sekali pun, sinarnya tetap sampai ke bumi. Dan karenanya, hidup Ken yang monoton menjadi berwarna. Bintang yang kemilau cahayanya mampu mewarnai suramnya hidup, Bintang Kehidupan.

To be continued.

🌠 🌠 🌠 🌠 🌠

Didedikasikan untuk: kampanye-BJPW

Bintang Kehidupan [Hiatus]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang