-Tentang hati yang patah-
Menurut seorang Nayara titik terendah dalam hidupnya ada dua. Pertama, adalah ketika orang yang dia sayangi pergi meninggalkannya, dan yang kedua adalah ketika dia dikhianati oleh orang yang memang benar-benar ia percaya.Syarat pertama sudah berhasil dijalani dan dilewatinya. Meski,begitu tidak menutup kemungkinan jika ke depannya akan lebih banyak kehilangan yang ia rasakan dan setidaknya ia sudah lebih siap jika menghadapinya.
Dan, fakta itu benar. Kini, di hadapannya berdiri sang kekasih yang kini mengenggam kedua tangannya erat.
Drama..batin Ara dengan jengah.
"Ra..kita udahan ya..."
Ara tersenyum kecut, melepaskan kedua tangannya. Menatap pemuda di hadapannya dengan pandangan meremehkan.
"Kalo mau udahan nggak usah sok genggam...labil banget sih, mau ngelepas apa nahan."
Pemuda di hadapannya mengernyit tak suka. "Aku udah coba buat bicara baik-baik lo Ra."
Ara memutar bola matanya malas. "Katanya udahan, tapi masih aku kamuan...for your information nada bicara gue emang kayak gini, lo tahu gue dari jaman SMP kan?"
Pemuda bernama Yasa itu mengusap wajahnya kasar. "Oke,intinya kita udah selesaikan? Mulai sekarang kita temenkan?"
Ara memberikan senyum miringnya. "Temen?"
"Ck...Ra lo jangan gini dong,status kita emang mantan, tapi apa salahnya sih kalo kita temenan?"
Ara mengeluarkan HPnya, membuka aplikasi recorder.
"Sa...aku capek kalo harus selalu jadi yang kedua."
Wajah Yasa menenggang. Ia menatap Ara yang kini tampak mengibaskan rambutnya.
"Gue udah obatin hati gue susah-susah, ngerelain tisu di rumah buat ngusap air mata kebodohan gue...dan lo barusan bilang kita bisa jadi temen?"
Ara mendekati Yasa menepuk pelan pundak pemuda itu. "Dan, jawaban gue adalah nggak.. karena,kemarin Aa' gue menasehati kalo gue nggak boleh deket-deket sama orang yang bikin sakit hati, karena itu berpotensi buat gue benci orang itu dan keluarga gue juga menanamkan supaya nggak benci sama orang, walaupun orang itu nyakitinnya keterlaluan."
"Gue yakin lo pinter dan mengartikan ceramah gue barusan." Ucap Ara sambil berjalan pergi meninggalkan Yasa yang kini terpatung di tempatnya.
Ya...dan kini Ara merasakan syarat kedua. Dan, dalam lubuk hatinya ia berharap bisa melewati hal semacam ini dengan lebih baik jika kembali dihadapkan situasi semacam ini lagi.
***
"Gila, gue bangga sama teteh satu ini!" seru Acha sambil mengacak rambut Ara.
"Emang gimana sih adegan putusnya? Kok lo nggak ngevideoin sih Cha!" kini suara heboh Kayla teredengar.
Ara memutar bola matanya malas melihat kelakuan dua sahabatnya yang memang terkenal kebobrokannya. Gadis itu memilih menyepol rambutnya dan merebahkan tubuhnya di atas karpet hello kitty, lebih memilih melihat ASMR orang memakan ayam krispi di instagram daripada mendengar ocehan Acha dan Kayla.
"Jadi, beneran ya Ra?" suara lembut Bulan terdengar.
Ara menoleh sekilas dan mengangguk. Bulan duduk di samping Ara sambil menepuk pelan puncak kepala sahabatnya.
"Gimana perasaan lo sekarang?" tanya Bulan sambil mengemut permen milkita melon.
Ara tampak berpikir sejenak, menaruh handphonenya dan menatap langit-langit kamar Acha. "Nggak tau Lan...campur-campur, lega ada, marah ada, kecewa apalagi.."
KAMU SEDANG MEMBACA
DEAR LOVE
FanfictionCinta terlalu rumit untuk dipahami jika hanya melihat dari segi perasaan Kita harus mencoba tetap membuka logika meski kabut bernama cinta menutupinya. Masih harus mencoba mendengar meski kewarasan semakin tipis tiap harinya. Dan, barulah jika mengk...