2018
Aku ingat hari itu adalah hari pertama belajar-mengajar secara efektif terlaksana di sekolahku setelah libur semester.
Aku dan dia menjadi anak kelas dua SMA.
Di banyak komik yang kubaca, anak kelas dua SMA biasanya disibukkan dengan kegiatan ekstrakulikuler di sekolah, turnamen musim panas yang akan datang. Sepak bola, basket, tennis, badminton, renang, lari, voli dan sebagainya. Dan kenyataannya memang begitu. Sekolahku terkenal karena olahraganya. Tim sekolahku kebanyakan anggotanya adalah anggota atlet junior yang bermain di laga nasional sehingga tidak heran jika sekolahku memenangkan turnamen musim panas di berbagai cabang.
Namun masa muda penuh keringatdan perjuangan menggapai kemenangan lalu berdiri di podium sambil mengangkat piala sama sekali bukan bagian dari masa mudaku, bukan juga bagian dari masa mudanya.
Anak olimpiade seperti dia mana pernah berkeringat. Well, dia pernah naik podium dan sambil mengangkat piala sih, tapi dia tidak pernah berkeringat. Dia bahkan bilang kalau dia benci berkeringat. Dia selalu mencari alasan agar tidak ikut lari keliling lapangan di sekolah. Aneh juga, murid teladan seperti dirinya ternyata masih bisa bertindak seperti itu.
"Kenapa melamun? Rotinya tidak enak?"
Aku tertegun kemudian terkekeh kecil. Aku tidak menjawab pertanyannya, hanya kembali memakan roti keju yang dibuatkan oleh ibunya untuk makan siang kami.
"Sedang memikirkan sesuatu?" Tanyanya lagi. Aku batu sadar, anak ini tidak akan pernah puas jika pertanyaannya belum di jawab. Entah itu pertanyaan tentang sains, ataupun obrolan ringan seperti ini.
"Tidak ada yang serius," jawabku jujur. "Aku hanya heran kenapa kau tidak sibuk belajar sekarang. Bukankah minggu depan kau sudah mulai masuk babak penyisihan untuk olimpiade?"
"Oh," gumamnya pendek. "Aku tidak akan ikut babak penyisihan karena tahun sebelumnya aku yang menang, jadi aku akan langsung masuk ke sepuluh besar." Jelasnya kemudian. aku dapat merasakan ada nada kebanggaan dari caranya bicara. "Aku cukup keren 'kan?" tanyanya. Pertanyaan anehnya itu membuatku tidak bisa menahan kekehanku. Aku bukan mengejeknya, sungguh. Siapapun juga tahu kalau dia ini keren, sangat keren. Mungkin dialah satu-satunya orang yang tidak tahu bahwa dirinya keren.
"Ya, kau keren."
"Katakan dengan tulus!"
Aku hanya mengangkat bahu tidak peduli sambil masih mengunyah roti yang dibuat oleh ibunya. Diapun ikut tidak bersuara. Dengan nintendo di tanganku dan ponsel di tangannya, kami berdua menikmati angin musim semi dengan cara kami masing-masing di halaman belakang sekolah. Hari ini kami memutuskan untuk tidak ke atap karena dia ingin menikmati aroma musim semi. Awalnya aku juga tidak mengerti apa yang dia maksud dengan aroma musim semi, tapi begitu kami berdua duduk di bawah pohon yang rindang, aku agaknya mulai paham apa yang dia maksud deengan aroma musim semi. Bukan aroma bunga yang beermekaran atau serbuk bunga yang berterbanngan, tapi aroma musimnya. Aku sendiri sulit menjelaskannya dengan kata-kata, tapi yang pasti aku mengerti apa yang dia maksud.
"Weekend ini kau ada rencana?" Tanyaku setelah kami cukup lama sibuk dengan gadget masing-masing.
"Tidak juga," jawabnya tanpa mengalihkan pandangannya dari layar ponsel. "Memangnya kenapa?" dia bertanya balik tapi matanya masih menatap layar ponselnya, dia sama sekali tidak menatapku.
Aku tahu dia suka membaca artikel atau jurnal di ponselnya, tapi biasanya dia selalu melihat ke arahku jika aku berbicara seseru apapun bahan bacaan yang dia baca. Aku mendekat ke arahnya, mencoba unttuk mengintip apa yang sedang dia baca tapi karena layar ponselnya gelap, aku tidak bisa melihat apa yang sedang dia baca.

KAMU SEDANG MEMBACA
Quasar & Pulsar
FanfictionNAMGI - Namjoon × Yoongi Tidak ada yang membuat kisah mereka berdua terdengar spesial. Ini hanya tentang Min Yoongi yang bersedia menunggu Kim Namjoon sampai kapanpun. Kim Namjoon hanya perlu meminta, dan Min Yoongi akan mengabulkannya. Kim Namjoon...