Fajar merekah nan sumringah. Awan menari tanpa menangis. Suatu hal yang bertolak belakang denganku. Tiga puluh tiga hari setelah meninggalnya ayahku. Siluet wajah tegas nya muncul tiap kali ku mulai mengenangnya.
Tentang semuanya yang Ayah berikan kebahagiaan dan kasih sayangnya pernah ku rasakan. Bahkan sekalipun aku seorang perempuan kecil kala itu, aku tahu semua tentang Ayah. Semuanya benar-benar terbayang pagi ini tanpa samar sedikitpun.
Mulai saat itulah perubahan terasa, seperti sesuatu yang mulai kurang terpenuhi. Tentang segala hal yang kami butuhkan, bahkan sesederhana pun. Kami kehilangan sosok figur nan pahlawan keluarga kami, yang mencukupi dan mendengarkan pinta kami serta yang selalu mencoba membuat kami tersenyum atas kucuran keringatnya. Entah apa rencana Tuhan dibalik semua ini.
Esok hari lepas kejadian di taman kemarin, Aku kembali berangkat sekolah lebih awal. Mama tak bisa mengantar ku, ia bilang usia kandungannya tersisa sekitar 1 minggu lagi. Itu artinya Mama akan melahirkan adikku dalam perkiraan 1 minggu ke depan atau bahkan beberapa hari lagi.
Untuk sekarang Aku sekolah dulu, akan kutunggu hari kelahiran adikku. Akan kutunggu tangisan kebahagiaan adikku. Tapi sebelum itu Aku harus bisa melihat wajah Mama berjuang untuk adikku, itu tidak semudah yang orang bayangkan.
Pukul 05: 45. Jam yang terakhir ku lihat di kamar tadi, cukup cukup saja berjalan kaki ke sekolah dengan waktu seperti itu. Apalagi menurutku tidak terlalu jauh untuk dilangkahi ratusan jejak sepatu mungil ini.
Perjalanan menyusuri jalanan setapak ini. Perkampungan yang masih asri nan damai ciri khas lingkungan kami. Tanah terasering ada dimana-mana.
Hutan homogen maupun heterogen juga menghiasi lahan-lahan. Tak ku jumpai tubuh manusia di sepanjang jalan ini selain aku dan bayanganku. Semuanya nampak diam tak berkutik, membiarkanku lurus maju menggapai apa yang ku mau. Jalan setapak ini menjadi saksi semangatku belajar mendapatkan ilmu di sekolah. Juga tentang perkembangan ku serta berbagai perubahan yang kan muncul pada diriku.
Suasana sekolah masih lengang, senyap tanpa suara sesudah ku hentikan gerakan langkah ku di terjal nya halaman depan gerbang ini. Lantas tubuhku mematung sejenak bak paku yang tertancap dalam-dalam, penglihatan ku mulai liar menengok sekeliling. Tangan kecil ku yang sejak tadi mengait rok merah ini mulai mengusap mata seolah memastikan apa yang dilihatnya, Aku sadar kini aku sudah mengakhiri cerita mimpi tadi malam yang kelabu. Apa yang terjadi sekarang? Tentu ini bukan bagian dari episode mimpi ku yang memang bisa saja memanjang. Tapi ini sungguhan.
Waktu terus berdetak, jantungku perlahan berdegup kencang, tubuhku lunglai sembari ku berjalan menuju pos satpam untuk sekedar duduk. Tubuhku pucat tak berdaya dengan raut wajah bingung. Aku kembali mengecek waktu dan hari, semuanya benar sesuai jadwal keberangkatan sekolah seperti biasanya. Sekarang juga bukan saatnya untuk libur nasional atau tanggal merah. Seharusnya semua yang terjadi sekarang ini berjalan normal !.
Hal yang ganjil ini merasuki jiwaku menyeluruh segenap ragaku, termasuk pola pikirmu yang kalut kala itu. Ini bukan mimpi yang biasa mewarnai lelap tidurku, bukan juga imajinasi yang kerap hadir dalam tiap lamunanku. Setengah jiwaku percaya bahwa ini kenyataan namun setengah jiwa lainnya dari tubuhku percaya bahwa ini ilusi belaka. Terlalu berat berpikir seperti itu untuk anak seusia ku.
Satu jam Aku mondar-mandir halaman depan sekolah, gerbangnya masih terkunci rapat-rapat. Tak ada tanda-tanda kedatangan guru-guru atau siswa-siswi atau bahkan staf karyawan. Hanya suara desingan motor mobil yang berlalu lalang dihadapanku. Frekuensi nya mulai menurun. Aku menggaruk kepala ku, berpikir keras. "Sebenarnya apa yang telah terjadi?".
Aku putuskan untuk pulang ke rumah, setelah hampir 2 jam mataku tak berhenti mengawasi situasi.
Langkahku memulai melahap jalanan, meninggalkan bekas duduk ku di kursi dekat pos satpam tadi. Semua perasaan serta pemikiran bercampur aduk namun merata ke seluruh tatapku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja
Teen FictionGadis kecil itu berlarian lalu lalang mengitari rumah-rumahan miliknya, rambutnya yang tergerai se bahu terayun-ayun tersapu perlahan hembus nya angin. Suatu saat ia akan berubah, bahkan seseorang pun tak akan percaya dengan apa yang terjadi dengan...