#

49 7 2
                                    

Xandra POV

Mereka baik didepan kita, tetapi dibelakang mereka menghujat bahkan mengumpat tanpa sepengetahuan kita.
Itu biasa buat gue, mereka itu hanya sampah yang menganggap segala hal dapat dibeli dengan materi.

Mereka hanya sampah yang menutupi diri dengan emas, mereka merendahkan orang lemah, mereka menganggap orang lemah bisa dibeli dengan uang seolah harga diri mereka hanya sebatas materi yang tak dapat dicapai oleh orang lemah.
Mereka tak tahu bahwa yang mereka rendahkan adalah berlian yang dilapisi daun kering tak berharga.

Mereka bilang gue gak punya hati. (?) Nggak! Gue punya hati kok. Gue cuma gak mau seperti mereka!!

Hunna Aniela Alexandra Veenhuis.
Itu nama yang diberikan 'orangtua' gue, dan Veenhuis adalah marga yang tak bisa hilang walau seberapapun gue benci dengan seorang Veenhuis yang menghancurkan dunia gue yang berwarna,

Mereka bilang arti nama gue adalah malaikat, dari sisi manapun gue bukan malaikat, gue manusia yang bahkan gak pernah bermimpi menjadi malaikat.  Malaikat baik dan pemaaf, tapi gue pikir gak semua hal bisa diperlakukan dengan baik, nggak setiap kesalahan bisa dimaafkan. Dan, apa itu kesempatan kedua?

Mempunyai keluarga lengkap mungkin mimpi bagi semua orang, tpi nggak buat gue, apa yang harus gue harapkan dari orang tua yang mungkin gak pernah menganggap gue ada. Mungkin lebih baik gue gak pernah ada kalau endingnya cuma hidup dengan hambar kaya gini.

Orang tua gue cerai saat gue masih kecil, yeah you know lah perjodohan yang gagal menjadi alasan. Gue tercukupi dengan kekayaan keluarga bokap yang bahkan lebih sayang sama nyokap gue, entah nyata atau ilusi rasa sayang itu, kekayaan yang nggak bakal habis sampe cucu gue punya cucu lagi. Setelah sidang putusan perceraian nyokap hilang. Seenggaknya itu yang gue denger, karna gue nggak tahu gimana wajah sama fisik nyokap gue sendiri.

Dari kecil gue udah dididik untuk mandiri, pada dasarnya Popa, yang seorang mantan anggota militer yang akhirnya memilih menjadi pengusaha sukses bersama sahabatnya selepas kepulangan dari medan perang itu ingin cucunya tak kembali mengulang kejadian pahit yang terjadi sama orang tua gue. Gue punya beberapa butik dan coffee shop serta cafetaria yang masih kecil-kecilan tpi brand gue sendiri bukan atas bantuan Popa sama Moma.

Heh, pahit emang hidup gue... Tapi gue gak bisa apa-apa kan?

Saat trauma udah bersarang dalam diri, mustahil untuk hilang begitu saja.

_ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _


Work pertama, jadi masih dugun-dugun gitu waktu mau ngepublish.  Makasih banyak buat dukungannya di work pertama author, jangan lupa vote and comment ~~
Regards♡


Stay tune~~~

La FinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang