“Wind and words. We are only human, and the gods have fashioned us for love. That is our great glory, and our great tragedy.”
― George R.R. Martin, A Game of Thrones.•
tw: depiction of lesbophobic attitude and psychological/verbal abuse.
disclaimer: we're a bit worried about this part so, we decided to put a disclaimer. none of the real idols featured in the following story is affiliated with it in any way. we just borrow the face + names. this is in no way meant to harm their image. this is only fiction. so separate your rage and hatred only for the characters, not the real people. enjoy!
· · ─────── ·𖥸· ─────── · ·
Gaun itu merah.
Semerah darah yang menetes kala tongkat kayu mencabik kulit mulusnya. Semerah amarah yang terkungkung dalam dinding-dinding baja di sudut hati tergelap. Semerah hinaan yang terpancar dari kedua mata sang ibu ketika Park Yejin melancarkan aksi pemberontakan subtilnya dengan sehelai pakaian. Keliman gaun itu menyentuh lututnya, renda-renda halus tembus pandang menutupi dada seperti rumpun cardinal clematis. Terlalu mencolok dan berani untuk acara makan siang, dan mungkin tak cocok untuk menemui "calon mertua" untuk pertama kali. Anehnya memancing kemarahan sang ibu telah menjadi kepuasan tersendiri bagi Yejin. Ia yang melakukannya, Park Yejin si penurut, ia yang berhasil membuat wanita penuh sopan santun palsu seperti ibunya murka. Bukankah itu hebat?
Strong women do not quiver. Wanita kuat tidaklah gentar. Sebuah frasa yang sering kali sang ibu ucapkan pada dirinya sendiri. Yejin tidak tahu apakah ia seorang wanita kuat, tapi ia membalas sorot tidak setuju Nyonya Park tanpa gemetar. Hingga wanita itu berdiri tepat di hadapannya, jemari menyentuh renda pada gaun merahnya seolah menemukan cela di setiap jahitan, barulah tatapan si gadis jatuh ke lantai marmer yang ia pijak. Mungkin ia tidak cukup kuat. Belum.
"Jangan pikir kamu boleh pakai baju seperti ini untuk menemui keluarga Han," tegas Nyonya Park, kemudian melewati Yejin menuju lemari pakaian yang masih terbuka lebar. Bunyi gantungan baju yang bergeser satu demi satu memenuhi udara.
"It's just a dress," Yejin bergumam.
"It's not just a dress."
"Merah bukan warnamu," kata Nyonya Park. Bukanlah pendapat, melainkan sebuah pernyataan definitif, seakan warna merah harus dihapuskan dari spektrum pelangi Park Yejin.
"Merah warna yang cantik."
Jika ada satu hal yang Yejin ketahui tentang warna merah, maka ialah pengingatnya terhadap sosok Shin Ryujin. Ryujin menyukai warna merah. Gadis itu adalah personifikasi merah menyala: tajam, berani, liar, apa pun kata yang ingin kau gunakan. Malam di mana Spider Lily—band Ryujin, yang mana ia merupakan keyboardist-nya—tampil di venue berkapasitas 300 untuk pertama kali, Yejin mengenakan si gaun merah. Senyum merekah di wajah Ryujin, dan kata cantik ia ucapkan pada Yejin. Lebih dari pujian mana pun yang pernah Yejin dengar seumur hidup, milik Ryujin adalah yang paling tulus.
KAMU SEDANG MEMBACA
the grey tales of summer
FanfictionDi penggalan musim panas, semesta raya dan jarum takdirnya merajut empat benang kehidupan secara acak. Bukan untuk memadu kasih, tetapi untuk memikul kelabunya lara di balik sebuah kisah. [ ft. Han Jisung & Kim Seungmin ] presented by cheerophobia ©...