Ah, Masalah lagi

29 2 1
                                    

Aku tidak meminta untuk di pedulikan
Cukup kehadiranku di hargai
Aku akan sangat berterimakasih

-Rara Andrea Dirgantara-


Langit tampak mendung, awan hitam sudah bergelayutan dilangit sepertinya hujan akan turun sore ini. Orang – orang sudah mulai meninggalkan kesibukkan dan kembali ke peraduan. Bukan hanya karena hujan yang sebentar lagi turun tapi juga hari yang mulai gelap membuat mereka lebih memilih untuk mengistirahatkan tubuh dirumah.
Tapi tidak dengan gadis yang masih berada didepan gerbang sekolahnya itu, sepertinya ia tidak peduli dengan keadaan sore itu yang ia fikirkan saat ini adalah bagaimana ia akan pulang? bukan ia tidak bisa untuk tidak naik angkutan umum, tapi dimana ada angkutan umum yang akan lewat di waktu seperti ini? untuk naik taksi juga tidak mungkin, karena ia memliki trauma buruk dengan kendaraan satu itu, jalan kaki? hei, yang benar saja! rumahnya bahkan bisa sampai sepuluh kilometer dari sekolah. ughh, saat ini ia benar – benar ingin mencabik - cabik wajah Rezha sampai hancur agar tidak bisa lagi mengabaikannya. Pasalnya, kakak keduanya itu tidak menjemputnya hari ini tanpa ada kabar apapun padahal tadi pagi Rezha sudah berjanji akan menjemputnya, gadis itu mulai risau ketika bulir bening jatuh dari langit tepat diatas ubun – ubunnya, “Ck, ujan lagi”
Rara merogoh sakunya dan mendapati handphonenya yang sudah lowbatt, gadis itu kembali mendesah berat, “Gimana gue mau pulang coba? Mau naik taksi duit gue abis, angkot juga mana ada jam segini?” jika tidak mengingat rumahnya yang lumayan jauh dari sekolah gadis itu pasti sudah berlari menerobos hujan dari tadi, tapi kali ini ia tak mungkin melakkan itu hari sudah mulai gelap dan hujan yang semakin deras membuatnya takut akan terjadi sesuatu.
Dan kali ini ia bertekad untuk menunggu sampai jam menunjukkan pukul 07.00 tepat yang artinya ia akan menunggu sampai satu jam lagi, jika Rezha masih belum muncul juga ia benar – benar akan nekad pulang tanpa kendaraan alias jalan kaki.

Rumah Dirgantara

Rafael keluar dari kamar kamar tepat saat Rezha baru saja merobohkan diri di sofa, lelaki itu dengan santainya mengambil makanan riang dari dalam nakas kemudian memakannya sambil menonton kartun di televisi dan sesekali membuka handphonenya hanya untuk sekedar mengecek pesan.
Rafael membuka laptopnya dan duduk dikursi tengah, mencatat laporan – laporan perusahaannya. Menjadi pewaris keluarga Dirgantara memang tak mudah, harus menghandle perusahaan yang saat ini sedang maju pesat seorang diri, harus sering pergi keluar kota dan meninggalkan keluarganya. Meski adik – adiknya tak pernah mengeluhkan soal dinasnya tapi ia cukup tau diri, adik – adiknya itu butuh perhatian lebih walaupun mereka bukan anak kecil lagi tapi anak – anak yang besar tanpa orang tua juga butuh kasih sayang dari orang yang dicintai kan?.
Dari arah tangga, dua orang lelaki muncul dengan wajah khas orang bangun tidur. Mereka berjalan ke kamar mandi untuk mencuci muka kemudian ikut duduk disamping Rezha membuat lelaki itu mendengus, “Bangun tidur tuh mandi, jorok banget sih lo berdua.”
“Sebelum tidur udah mandi kali” gumam Adnan dengan mata yang masih setengah terbuka ia merebahkan diri dibantalan sofa dan menutup matanya.
“Nan, lo kalo mau tidur jangan disini sih...” dengus Adlan yang merasa sempit karena Adnan malah memiringkan badannya.
“Gue ngantuk.”
“Baru juga bangun tidur.”
“Hmmm” Adnan tak memperdulikan umpatan dari kedua saudaranya itu karena saat ini matanya sangat tak bisa diajak kompromi.
“Ganti ah Bang, malah nonton kartun” Adlan merebut remote TV dari tangan Rezha membuat lelaki itu mencak – mencak.
“Apaan sih lo? balikin gak!” Rezha kembali menarik remotenya tapi Adlan cepat mengelak membuat Adnan yang berada disebelahnya tersungkur ke bawah.
“Woy, ih! Sakit tau” Adnan meringis memegangi hidungnya yang tepat mencium lantai, Adlan dan Rezha tertawa terbahak – bahak melihat wajah Adnan yang memerah.
“Gausah ketawa! Orang sakit juga, bukannya ditolongin” rungut Adnan dan beringsut naik ke sofa. Rafael menutup laptopnya konsentrasinya buyar seketika, mungkin saat ini waktunya ia untuk melupakan pekerjaan dan berkumpul dengan keluarga. Lelaki itu menutup latopnya dan beringsut mendekati adik – adiknya.
“Adlan, Adnan gimana sekolah kalian?” tanya Rafael yang seketika membuat Si Kembar menghentikan kelakuan mereka.
“Baik kok Kak, cuma Adnan aja tuh yang kalo dikelas suka tidur” canda Adlan melirik saudara kembarnya yang sedang menguap, “Enak aja lo, sejak kapan gue tidur dikelas? gue kalo tidur di rooftop kali.”
“Sama aja lo bolos bocah” dengus Rezha mendaratkan jitakannya ke jidat Adnan membuat lelaki itu merengut.
“Dara sama Rara mana?” Rafael baru menyadari dua adik perempuannya tidak terlihat dari tadi.
“Kak Dara kan lagi ngerjain tugas dirumah temennya, mungkin ntar malem baru pulang” Jawab Adlan mengambil snack dari tangan Rezha
“Rara?” pertanyaan Rafael menggantung karena ketiga adiknya itu malah saling berpandangan
“Kemana Rara?”
“Dari tadi Adnan gak liat Kak Rara.”
“Adlan juga...” Rafael gantian menatap Rezha yang hanya mengangkat bahu, “Kamu gak lupa jemput Rara kan Zha?”
“Jemput Rara? emang dia gak dijemput Pak Bambang?” tanya Rezha dengan wajah polos membuat Rafael menepuk jidatnya, apa Rezha lupa bahwa supir mereka itu sudah pulang kemarin lusa karena anak bungsunya dirawat dirumah sakit, “Pak Bambang kan pulang dari dua hari yang lalu, dan Kakak kan udah minta kamu buat jemput Rara”.
“Astaga!” Rezha menepuk jidatnya dan bangkit dari duduknya dengan tergesa – gesa, ia menyambar jaket serta kontak motor kemudian berlari keluar, “Aku jemput Rara dulu Kak!” seru Rezha sebelum akhirnya pintu rumah terbuka dan seorang gadis yang sudah basah kuyup berdiri menatapnya tajam.
“Gak perlu!”
“Rara?”
Rezha mendekati Rara dengan cengiran, “Sorry Ra, gue...”
“Apa? lo lupa kalo musti jemput gue?!” sentak Rara dengan wajah memerah yang mungkin sedang menahan tangis, “Bukan gitu Ra, gue...”
“Lo tau gak sih Bang, gue udah nunggu dari jam tiga samoe jam tujuh! Lo bayangin empat jam gue duduk didepan sekolahan, keujanan! sampe akhirnya gue nekad buat jalan kaki, lo kira gak jauh apa dari sekolahan ke rumah?!” nafas gadis itu tersengal – sengal ia menutup pintu dengan keras dan menghentakkan kakinya masuk ke kamar.
“Kak Rara pasti marah banget nih” gumam Adlan. Adnan yang dari tadi sangat mengantuk sampai tidak jadi tidur, Rezha menatap Rafael memelas tapi lelaki itu malah mengangkat bahu tanda tak peduli.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 30, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

HE IS INTROVERTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang