Prolog

282 23 5
                                    

Tap tap tap tap....

Seorang gadis dengan busana hanbok khas seorang wanita bangsawan pada era Joseon berlari di tengah derasnya hujan. Nafasnya memburu cepat mengiringi suara decapan air diatas tanah yang becek. Ia terus berlari sambil sesekali mengusap air hujan diwajah cantiknya yang terlihat sangat gusar hingga akhirnya ia berhenti disebuah gubuk kecil yang berdiri ditengah hutan willow. Tanpa pikir panjang gadis itu pun memasuki bangunan kecil itu dan langsung disambut oleh seorang seorang wanita dengan pakaian khas pelayan istana.

"Bagaimana? A-ani... Dimana eomma?" Kata gadis itu penuh khawatir.

Pelayan itu tampak gugup tak berani menatap gadis yang sudah basa kuyup didepannya. Wanita itu meremas bajunya, mengumpulkan keberaniannya hingga ia akhirnya mulai memberanikan diri menatap gadis didepannya. Pandangan mereka bertemu, membuat kekhawatiran gadis dihadapannya semakin memuncak.

"Jeosonghamnida, ahgassi..." Katanya dengan nada yang sedikit serak.

Gadis itu hanya mematung, kakinya mulai terasa lemas, matanya pun mulai terasa panas seiring dengan menetesnya air mata.

"A-ahgassi..." wanita itu mencoba menyadarkan gadis dihadapannya yang tak lain adalah nonanya.

Perlahan gadis itu berjalan menuju ruangan yang tertutup oleh tirai berwarna merah didepannya. Dekat, sangat dekat untuk menggapai tirai merah itu, namun rasanya seperti ia harus melewati dalamnya palung.

Sret...

Bagai dihujam ribuan anak panah, gadis itu tak dapat lagi menahan tangisnya kala melihat sesosok wanita cantik dengan hanbok khas seorang ratu dengan anggun tertidur pulas diatas kasur. Kaki gadis itu melangkah masuk kedalam ruangan itu mencoba menghampiri sang ibu yang kini sudah tak bernyawa.

"Eomma..." wajah cantik itu kini semakin basah akibat air matanya yang terus terjatuh begitu hebat.

tap tap tap tap...

Ditengah suasana penuh haru, terdengar suara langkah kaki kuda yang semakin mendekat. Dengan cepat, wanita pelayan itu masuk menghampiri nona nya.

"Ahgassi, josonghamnida kita harus segera pergi dari sini" kata pelayan itu yang sedikit panik.

Gadis itu pun melirik pelayannya "geunde... eomma..." kini ia menatap jasad eomma nya dalam.

"kita tak punya waktu lagi ahgassi..." pelayan itu sedikit menekan kalimatnya penuh cemas.

Gadis tampak berfikir disaat derap kaki kuda itu semakin terdengar pertanda semakin dekat membuat si pelayan semakin cemas.

"ahgassi..." mohon pelayan itu dengan penuh kecemasan.

"kita tak bisa meninggalkan jasad eomma disini, ini sangat tidak layak untuknya" gadis itu menatap jasad ibunya.

"Ahgassi, kita tak punya waktu lagi. Anda harus menyelamatkan diri, dan itu adalah permintaan terakhir Ratu" mohon pelayan itu.

Gadis itu menghela nafasnya sambil memejamkan matanya, "baik, ayo kita pergi" katanya dibalas anggukan oleh pelayannya.

Mereka pun pergi dari gubuk itu menuju arah terbenamnya matahari.

-----

Hari semakin gelap, gadis dan pelayannya terus berjalan beriringan ditemani suara becek nya tanah dan sinar rembulan yang menyelinap diantara rindangnya pepohonan. Mereka berjalan menuruni bukit. Dibawah sana mulai terlihat laut lepas yang memantulkan sinar rembulan. Tanah pun mulai berganti dengan pasir berwarna putih gading.

Hatred Farewell [Slow update]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang