Fourth : Waves

95 11 4
                                    

Nampak seorang pria paruh baya dan seorang pemuda tengah berkuda dengan santai di tepian pantai. Senyum merekah terukir di wajah pria paruh baya berjubah megah diatas kuda coklatnya,

"Anakku, bagaimana kalau kita beristiharat sejenak?" Ucapnya pada pemuda yang berkuda tepat di sebelahnya

"baik, yang mulia" jawab pemuda itu dengan formal mengundang gelak tawa pria paruh baya yang tak lain merupakan ayah kandungnya,

"Hahaha! disini belum menjadi wilayah dari istanaku, secara teknik tanah ini belum ku miliki-" kata pria itu sambil turun dari kuda coklatnya diikuti anaknya. Ya, pria paruh baya itu merupakan seorang Raja suatu wilayah namun bukan wilayah yang mereka tapaki kini.

Manik mata kecoklatan pria berusia 48 tahun itu menatap lembayung sore di ujung laut, "Setidaknya sampai hari ini" lanjut pria itu dengan suara rendah yang masih dapat terdengar

Setelah beberapa saat terdiam, pria paruh baya itu kembali membuka suaranya, "Taeyong-ah" sautnya pada pemuda berusia sekitar 19 tahun yang berdiri tepat di sebelahnya. "Negri ini, Joseon, aku harus merelakan banyak hal demi menjadikannya satu. Waktuku, energiku, dan orang orangku termasuk ibumu"

Taeyong hanya terdiam seakan tak ada minat sedikitpun untuk bersuara menanggapi ucapan ayahnya.

"Aku ingin meneruskan tahta ku padamu" kali ini kalimat sang Raja mengejutkannya, membuatnya sulit untuk berkata kata.

"Y-yang Mulia?" Ucap Taeyong tak percaya.

"Kau adalah anak pertama ku dari ratu pertama di negri ini. Kau menemaniku dari masa sulitku. Kita berperang bersama, kau tau sulit dan senang ku sebagai seorang raja-"

Sang Raja membalikan badannya, menghadap calon matahari Joseon yang ia harapkan lalu menaruh lengannya diatas pundak Taeyong yang sedari tadi diam terpaku,

"dan sebagai seorang ayah", lanjutnya.

Taeyong menatap mata sang ayah. Tatapan penuh harap itu seakan menembus hati terdalamnya. Kepergian Ratu pertama karena penyakit yang di idapnya setelah Raja menikahi wanita dari keluarga Kim yang merupakan Ratu kedua, rasa sulit untuk percaya menggerogoti hatinya. Ia tak pernah membenci ayahnya, namun kisah pahit itu masih saja menghantuinya hingga kini. Tapi tatapan itu... Tatapan sang ayah, untuk pertama kalinya setelah sekian lama meluluhkan hatinya dan memberinya sebuah harapan baru,

"Baik, ayah" jawabnya disambut senyuman bangga sang ayah.
.
.
.
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~















Suara ombak di pantai Wonsan pada malam hari terasa seperti alunan musik tidur. Lentera dari perahu nelayan diatas laut yang gelap seakan kunang kunang.

Seorang pemuda dengan jubah hitam berjalan diantara gelapnya malam dan dinginnya angin malam. Asap putih terlihat seiring hembusan nafasnya yang panjang. Seakan gundah namun nyatanya pikirannya sedang kosong saat itu.

"HYUNG NIM!" Terdengar teriakan seseorang dari kejauhan,

"DOYOUNG HYUNG-NIM!" Panggilan itu akhirnya menghentikan langkah pemuda berjubah hitam itu.

Saat membalikan tubuhnya, ia mendapati anak laki laki berusia beberapa tahun lebih muda darinya tengah berlari menghampirinya.

"Hyung nim, kau mau pergi kemana?" Tanya anak bermata sipit itu sambil mengatur nafasnya namun yang ditanya tak menjawab dan kembali berjalan ke arah sebelumnya.

"Hyung-nim~" bujuk anak bermata sipit itu.

"Pergilah, kau harus istirahat" jawab Doyoung dingin.

Hatred Farewell [Slow update]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang