EPILOG

711 104 7
                                    

EPILOG

2 tahun kemudian



Lima belas menit telah berlalu sejak Gayatri dan Galang menginjakkan kaki di tempat itu dengan pakaian rapi. Keduanya berdiri di bawah pohon, menunggu kedatangan Giandra yang sedikit terlambat. Rangkaian bunga segar tergenggam di tangan keduanya.

"Bunda, masih lama, ya, Om Gi datangnya?" tanya Galang yang sejak tadi bergerak gelisah karena sosok favoritnya belum juga kelihatan.

Gayatri tersenyum, merangkul bocah tersayangnya sambil berkata, "Tunggu sebentar lagi, ya, Sayang. Om Gi pasti datang sebentar lagi."

Galang cemberut sebal, semangatnya untuk bertemu dengan Giandra telah berkurang.

Diam-diam Gayatri memerhatikan ekspresi putranya, kemudian tersenyum geli. Galang sangat semangat saat diajak bertemu dengan Giandra, terlebih setelah satu bulan mereka hanya bisa berkomunikasi melalui panggilan video, karena satu bulan belakangan Giandra punya pekerjaan yang harus diselesaikan di luar kota.

Deru mesin mobil memasuki area menyita perhatian Galang dan Gayatri. Bola mata Galang berbinar saat mengenali itu adalah mobil Giandra. Lalu, saat sosok yang dirindukannya keluar, Galang berteriak heboh.

"OM GIIIII!"

Giandra berjalan cepat nyaris berlari, kemudian menyongsong Galang ke dalam gendongan dan menciumi pipi tembamnya dengan gemas.. "Hei, Jagoan. Nggak nakal selama Om nggak ada, kan?"

Galang menggeleng geli. "Nggak, Om. Kan Galang udah besar, nggak boleh nakal dan harus bisa jaga Bunda," celotehnya.

"Jagoan pintar." Giandra tertawa. "Kalo gitu, apa Jagoan udah siap ketemu ayah?"

Galang mengangguk dengan semangat. "Siap, Kapten!"

------------------------------

Area pemakaman itu cukup lengang, hanya ada mereka bertiga serta seorang penjaga makam yang terlihat sedang membersihkan batang-batang pohon yang mulai mati. Di hadapan ketiganya, terdapat gundukan tanah berhias taburan bunga yang baru saja mereka sebarkan dengan penuh perasaan.

"Mas, aku datang," ucap Gayatri pelan. Suaranya bergetar dan matanya mulai berkaca. Rasanya baru kemarin ia merasa separuh nyawanya ikut terjun ke dalam pusara tempat Ganendra beristirahat selamanya, tetapi nyatanya tujuh tahun sudah berlalu. Galang sudah besar dan kini bisa menemaninya mengenang segala yang pernah mereka lewati sebelum takdir memisahkan.

Galang menatap Gayatri, kemudian menggenggam tangannya erat. Ia tidak pernah melihat sosok ayahnya secara langsung, hanya foto yang menjadi media perantara yang membuatnya mengenali sosok sang ayah yang belum pernah dilihatnya sejak lahir. Walau pun begitu, Galang mencintai Ganendra sama besar seperti rasa sayangnya pada sang Bunda dan Om Giandra.

"Ayah, Galang datang. Maafin Galang, ya, baru ke sini lagi. Ayah pasti kangen Galang."

Gayatri merangkul putranya dan mencium kepalanya penuh sayang. Air matanya mulai menganak sungai.

"Sekarang Galang udah besar, Yah, udah jadi murid SD, dan Galang udah bisa jagain Bunda. Ayah nggak usah khawatir. Ayah bisa tidur dengan tenang di sini."

Giandra tersenyum kecil mendengar ocehan Galang. Jika sebelum-sebelumnya Galang selalu menangis setiap diajak ke sini, kali ini anak lelaki itu sangat kuat dan tidak menangis sama sekali. Dan Giandra memberikan waktu sebanyak yang bocah itu butuhkan untuk berbicara pada pusara ayahnya meski setiap ucapannya hanya dijawab embusan angin.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jul 01, 2019 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

I CAN(T)Where stories live. Discover now