Ch. 1 - Aku, Garin, dan BEM

28.5K 1.2K 12
                                    

"Bangun bodoh!" desisku membangunkan laki-laki di sampingku ini.

"Apa sih!" ujarnya dengan suara yang tidak dikontrol volumenya. Seluruh kelas melirik ke arah kami, termasuk Mbak Gani, dosen kami.

"Garin! Kamu tidur lagi ya?" bentak Mbak Gani.

"Eh, enggak Mbak. Ini Kirana tadi gangguin saya, makanya nggak sadar kalau tadi saya ngomong keras," ujar Garin penuh pembelaan palsu.

Mataku terbelalak. Baru saja membuka mulut ingin melakukan pembelaan, Mbak Gani sudah berbicara.

"Nggak kamu, nggak Kirana, kenapa sih kalian suka buat onar di kelas saya? Heran deh saya, kenapa kalian bisa jadi ketua sama sekretaris BEM. Modal tampang tapi kelakuan minor," celotek Mbak Gani tanpa terbantahkan.

Aku dan Garin hanya bisa diam dan menunduk. Percuma pembelaan karena Mbak Gani tak akan pernah suka dengan kami. Ya, entah kenapa selalu saja ada masalah tiap kami di kelasnya. Dan semua masalah itu tercipta karena Garin, manusia paling menyebalkan yang pernah kukenal.

***

"Bego! Kenapa sih lo selalu bawa-bawa gue di tiap masalah lo?" omelku pada Garin setelah kelas berakhir.

"Ya sorry, Kir. Habis siapa lagi yang bisa gue tumbalin selain lo," jawabnya tanpa rasa bersalah sedikit pun. Aku memicingkan mata. Malas berdebat dengannya, lebih baik aku segera ke ruang BEM mempersiapkan laporan tengah semester organisasiku.

"Eh Kir! Kemana lo? Aduh tungguin dong," panggilnya yang tak kuhiraukan.

Aku terus berjalan tanpa menolehnya. Namun langkahku terhenti saat Garin mencopot jepit yang kugunakan.

"Mau lo apa sih Gar?" tanyaku yang sudah lelah padanya.

"Lo mau ke mana?" ia malah bertanya dengan cengirannya yang sangat memuakkan itu tapi entah kenapa cengiran itu adalah cengiran yang digilai oleh mahasiswa lainnya.

"Gue mau kerjain laporan tengah semester kita. Kan lo yang suruh gue kumpulin maksimal nanti malem. Nggak boleh? Lo mau minta gue nemenin lo nyebat* di parkiran? Terus laporan gue kapan kelar? Hm?" jawabku jengah.

"Oh itu.. hehehe sebenernya deadline-nya masih minggu depan sih. Tapi mending kerjain aja sekarang biar kalo salah bisa gue revisi besok," ujarnya enteng.

"Wah sialan lo. Lo ngerjain gue ya? Eh, hidup gue nggak cuma buat BEM doang. Gue masih ada UTS yang harus gue siapin. Jangan semena-mena gini dong! Gue bahkan belum tidur dari kemarin karena deadline gadungan yang lo kasih. Emang kebangetan ya lo! Gue nggak mau ngerjain, TITIK!" bentakku padanya. Aku segera meninggalkannya yang masih mematung bagai kambing congek di tengah koridor kampus. Lebih baik aku kembali ke kos saja.

***

Aku segera menghempaskan diri di kasur kebesaranku. Ah rasanya nyaman sekali bisa rebahan seperti ini di siang hari. Sudah sejak aku kuliah, aku jarang yang namanya tidur siang. Apalagi aku jenis mahasiswa kombinasi kura-kura dan kunang-kunang. Ya, kuliah-rapat dan kuliah-nangkring adalah nama tengahku. Sejak menjadi maba, aku sering nongkrong di kantin fakultasku. Namanya juga maba, rasa ingin bermainku sangat menggebu-gebu. Masuk ke semester kedua, aku menjadi mahasiswa kura-kura dengan bergabung ke organisasi kampusku, BEM fakultas. Di semester keempatku, aku semlat menjadi mahasiswa kupu-kupu dan kuda-kuda. Saat itu, aku benar-benar lepas dari peredaran di kampus. Sehabis kelas langsung pulang ke rumah. Sekali pun sibuk, aku sibuk berdagang di toko online-ku yang menjual berbagai macam gincu kekinian.

Semua kebebasan dan kebahagiaanku terenggut mulai di semester 6 karena satu makhluk yang bernama Garin. Dia menyeretku - ralat, dia memaksaku - untuk menjadi sekretarisnya di BEM. Saat itu Garin hendak mencalonkan diri sebagai ketua BEM. Namun posisi sekretaris masih belum terisi. Alhasil, ia menyeretku masuk dalam kabinetnya. Jangan ditanya.. kesal? Iya. Marah? Iya. Jengkel? Sudah pasti. Lalu kenapa aku menerimanya? Ah itu semua karena Garin yang ulung dalam hal propaganda dan negosiasi.

Kalian tahu? Garin bahkan datang ke rumahku, menghadap Ayah dan Mamaku. Garin melamarku! Bukan..bukan melamar dalam artian menjadi istrinya. Garin melamarku menjadi sekretarisnya di BEM. Aku masih sangat ingat adegan menggelikan itu. Sore itu ia datang dengan kemeja rapi, khas orang hendak melamar seseorang. Ia datang tiba-tiba ke rumahku. Orang tuaku tidak kaget bila ia datang tiba-tiba, mengingat Garin memang sahabatku sejak SMP. Namun Ayah dan Mama sungguh kaget saat Garin melamarku di depan mereka. Aku masih ingat jelas ekspresi keterkejutan Mama yang hampir jantungan saat itu.

Flashback on

"Om, Tante, Garin datang ke sini sebenarnya punya maksud tertentu," ujar Garin di depan Ayah dan Mama.

"Apa sih Garin? Tante nggak ngerti deh," ujar Mama.

"Udah Ma, Yah, jangan didengerin. Emang sedeng tuh orang. Mama sama Ayah naik aja deh, nggak usah diladenin," ujarku mencoba menghalangi niat Garin.

"Garin mau melamar Kirana," ujar Garin dengan cengiran 3 jarinya.

"Apa?!" Ayah dan Mama merespon secara bersamaan.

"Kamu... Kirana masih kuliah! Aduh.. kalian kebablasan?" ujar Mama dengan suara bergetar. Ia memegangi dadanya yang sudah kembang kempis tak karuan.

Ayah tak jauh beda. Matanya melotot tajam ke Garin sambil tangannya merangkul Mama.

"Eh, bukan... bukan.. aduh siapa yang mau nikah sih?" cengir Garin sambil garuk-garuk kepala, salah tingkah.

"Ini Om... anu Tante.. aduh.. jadi Garin mau lamar Kirana untuk jadi sekretaris Garin di BEM. Garin mau maju jadi ketua BEM. Tapi bangku sekretaris masih kosong. Nah, Garin pingin banget Kirana yang isi. Soalnya Garin tau, Kirana anaknya tekun, teliti, dan cekatan banget. Ya kelihatan lah gimana dia ngurusin olshop-nya itu. Kirana telaten banget, semua laporan rapi. Makanya, Garin pingin banget Kirana jadi sekretaris BEM. Dan lagi, Kirana kan pinter nih, dia pasti jago lah buat bagi waktu. Garin sama Kirana juga udah kayak kakak-adik. Jadi pasti bakal oke banget kalau Kirana yang isi jabatannya. Dan ini bakal jadi poin plus di CV Kirana nanti. Kalau Kirana mau daftar kerja, pasti jadi lebih mudah. Apalagi jabatannya tinggi loh, sekretaris 1 BEM tingkat fakultas. Kirana juga jadi bisa belajar untuk teamwork, leadership, dan kerja dalam tekanan. Yaa Om Harris sama Tante Dira ngerti lah ya," ujar Garin dengan tampang sales-nya yang tampak meyakinkan.

Dan sejak itu, orang tuaku termakan bujuk rayu Garin. Mereka mendukungku untuk ikut dalam kabinet Garin. Tak tanggung-tanggung, aku bahkan difasilitasi sebuah apartemen tipe studio samping kampus yang kusebut dengan kos elit milikku. Kata mereka, itu agar aku tidak kecapean untuk PP ke rumahku yang terletak di Pondok Indah.

Dan sejak saat itu, kebebasanku sebagai kupu-kupu sekaligus kuda-kuda resmi terenggut. Menjadi sekretaris Garin sungguh melelahkan. Terkadang aku berpikir bahwa aku bukan hanya menjadi sekretaris BEM, tapi juga personal assistant Garin. Dia sering semena-mena padaku, memberi tugas yang tak kira-kira, memberikan deadline yang seenaknya, dan juga mengerjaiku. Aku benci dia.





Nyebat: Istilah merokok satu batang. (Sebatang).

Save the Best for the Last ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang