Ch. 7 - Pilihan

10.4K 970 22
                                    

Hari ini ada yang berbeda dari kelas Mbak Gani. Beliau tidak marah hari ini. Mood-nya sangat baik. Bahkan tadi beliau sempat melawak yang lucu. Tapi ada satu hal yang menyita perhatian teman-teman di kelas. Sesuatu yang dikatakan oleh Mbak Gani siang ini.

"Aura kelas ini kok jadi lebih damai ya? Mungkin karena duo trouble maker kelas ini pecah kongsi kali ya?" celetuk Mbak Gani di tengah ia menerangkan.

Seketika teman-teman di kelas langsung memandangiku dan Garin yang duduk terpisah. Aku di deret tengah dan Garin di deret paling belakang. Aku hanya memasang tampang stay cool seakan tidak terjadi apa-apa.

Setelah kelas usai, seperti hari-hari kemarin, Garin mengejarku. Ia mencoba mengajakku bicara. Namun sama seperti kemarin, aku tak merespon. Entah sudah hari keberapa sejak kejadian malam itu. Aku benar-benar menghindar dari Garin. Meski Garin terus mengejarku, aku tak pernah menggubrisnya. Mana ada sahabat yang mencium sahabatnya sendiri?

Sahabat.

Pikiranku terus berputar pada rangkaian aksara itu. Sahabat. Sebenarnya apa sih hubunganku dengan Garin? Bagaimana bisa sepasang sahabat melakukan sesuatu yang disebut sebagai.. ciuman? Lebih lagi, ciuman secara sadar tanpa pengaruh alkohol.

"Ayolah Kirana, kita bukan anak SMA lagi," ujar Garin frustrasi. Ia masih mengikutiku menyusuri koridor FISIP.

"Toh kita nggak cuma sekali ngelakuinnya, Kir. Ayolah stop kayak gini," ujarnya lagi sambil terus menyejajarkan langkahnya denganku.

"Garin, stop! Jangan buat wibawa lo sebagai ketua BEM ancur karena lo ngejar-ngejar gue di tengah kerumunan orang gini," desisku saat menghentikan langkah. Aku menatap matanya.

"Satu lagi," jedaku. "Kita emang nggak cuma sekali. Tapi kemarin itu," jedaku lagi. "Pertama kali tanpa pengaruh alkohol. Dan gue rasa, itu semua udah melanggar batas wajar sebagai sahabat."

Rahang Garin mengeras. Jakunnya terlihat naik-turun. Ia segera menarik pergelangan tanganku dan mau tak mau aku harus mengikutinya daripada menjadi tontonan mahasiswi-mahasiswi yang kepo.

Garin membawaku ke parkiran mobil. Ia mengarah ke salah satu HRV abu-abu yang kutahu miliknya.

"Masuk," katanya setelah membuka kunci otomatis.

Aku masuk dengan terpaksa. Aku sangat mengenal Garin. Dan Garin yang seperti ini adalah jenis Garin yang tak bisa dibantah lagi. Garin masuk ke mobil tepat setelahku masuk. Ia menghidupkan mesin, namun tak menjalankan mobil.

"Mau sampai kapan sih, Kir?" tanyanya tanpa menatapku.

"Why did you do that?" tanyaku parau.

"Because I'm jealous, Kirana!" jawab Garin setengah berteriak. "Lo langgar janji lo sendiri di depan gue. Apa itu sengaja?"

Aku tertawa mengejek. "Bukannya lo udah tidur sama Laras? Bukannya itu lebih parah? Dan lo masih bisa marah saat gue langgar janji kita?"

"Lo ngomong apaan sih, Kir? Siapa yang tidur sama Laras sih?" Garin bingung.

"Malam waktu gue sakit, gue telepon lo. And she answered my call," jawabku. "Dia bilang, lo udah tidur-" ujarku yang dipotong Garin.

"Dan lo percaya? Kirana, hei," potongnya. "Gue bahkan nggak pernah sekali pun masuk kamarnya."

"Jam 2 pagi, ada perempuan yang angkat telepon lo. Dia bilang lo lagi tidur. Apa yang perlu diperjelas selain kalian lagi bareng? Ah tidur bareng, kan? Laras bukan anggota BEM, Gar. Dia nggak mungkin lagi nginep di ruang BEM bareng lo," ujarku tak habis pikir.

Save the Best for the Last ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang