Ch. 5 - Bibit Kecemburuan Andre

10.1K 974 14
                                    

"Emang lo yakin bisa kumpulin dana 25 juta dalam waktu 2 bulan?" tanya Garin.

Saat ini aku, Garin, dan 3 pengurus inti BEM lainnya sedang melakukan RDP (Rapat Dengar Pendapat) untuk acara akbar tahunan BEM. Sebuah acara apresiasi untuk segala hal yang telah berlangsung selama 1 tahun pemerintahan kami, sekaligus acara perpisahan dengan mahasiswa satu fakultas. Ini adalah program kerja besar dari BEM untuk seluruh masyarakat di fakultas ilmu sosial dan ilmu politik kampus kami. Acara ini akan diselenggarakan 2 bulan lagi dengan puncaknya yaitu malam akbar, di mana ada konser kecil-kecilan yang menampilkan bintang tamu artis jurusan, fakultas, kampus, hingga 1 musisi terkenal. Maka dari itu, acara ini membutuhkan banyak sekali dana.

"Yakin, Kak. Kemarin aja dalam 1 bulan kita udah bisa kumpulin 12 juta. Sebenarnya kalau fakultas mau bantu, itu lebih enak lagi sih. Dan..apa nggak sebaiknya BEM nambah anggaran dari 7 juta ke 10 juta? Itu udah sangat berarti loh. Apalagi kas BEM kan ada ratusan juta," jawab Karin, Kepala Departemen PSDM (Pengembangan Sumber Daya Manusia) BEM kami. Karin juga menjabat sebagai project officer (PO) atau ketua pelaksana dari acara ini.

"Iya, Kak. Menurut gue sih BEM nggak akan rugi kalau nambah anggaran untuk acara ini," imbuh Andre. Andre di sini juga menjabat sebagai vice project officer atau wakil ketua pelaksana.

Garin menggeleng. "Begini, kita nggak bisa seenaknya ubah anggaran di tengah-tengah proses penyelenggaraan acara. Pertama, tadi kalian bilang mampu untuk mencari 25 juta lagi. Kedua, proker kalian ini sehat, nggak mandek. Gue rasa BEM belum perlu untuk bantu lebih," jawab Garin tegas.

Garin terlihat menulis-nulis sesuatu. Garin ini sangat serius kalau sedang rapat. Dia sangat fokus dan tidak pernah bercanda. Auranya tegas, sungguh berwibawa. Dan inilah kenapa banyak anggota BEM yang senang bila Garin ikut rapat. Mereka ingin melihat kharisma Garin yang begitu kuat terpancar saat sedang memimpin rapat. Alisnya yang tebal nan tegas, sungguh mendukung penampilannya. Hanya dengan satu lirikan, orang-orang bisa melupakan apa yang ingin diutarakan. Tak jarang, kami memakai Garin untuk menghadap dosen atau bendahara fakultas agar bisa mempermudah perizinan acara.

"Okay, Kak. Kita coba usahain," jawab Karin.

"Bukan coba usahain dong, tapi harus usahakan, Karin," ujar Garin. "Kirana, Gita, Rio, Gea, kalian ada yang mau tanya lagi?"

"Gue," ujarku. "Ini sebenarnya keluhan lama yang udah sering diutarakan. Tapi kalian kok nggak pernah mau berubah ya? Tolong dong, kalau mau pinjem ruang untuk rapat, suratnya dibuat dari jauh-jauh hari. Jangan H-1 jam tiba-tiba datang ke gue minta cap. Belum tentu juga ruangannya dapet," ujarku.

"Nah iya tuh. Kasian Kirana kalau kalian mendadak. Emang sekretaris nggak butuh pulang dan istirahat? Sekretaris kan nggak harus terus menerus ada di ruang BEM? Dan kalau kalian butuh sekretaris, bukan suruh si sekretaris yang datang ke kalian. Tapi kalian yang datang ke sekretaris," imbuh Garin. Aha! Dia membelaku.

"Oke Kak, maaf banget kalau soal itu.." ujar Vella, sekretaris acara.

"Ya udah, karena udah jam 00.30, kita udahin aja rapatnya. Terima kasih teman-teman untuk kehadirannya. Jangan patah semangat! Dana dan sponsor bisa terus dicari," ujar Garin menutup rapat malam hari ini.

Aku sedang membereskan barang-barangku saat Andre menghampiri.

"Kir, balik sama aku ya," ujarnya. Belum sempat aku menjawab, Garin sudah menyanggah.

"Kir, gue nginep lagi ya. Udah kemaleman, takut begal," ujar Garin santai.

Aku mendengus lalu menatap Andre tak enak. Andre hanya tertawa masam. "Ya udah, kita makan dulu yuk di warteg. Aku laper," jawabku pada Andre.

Save the Best for the Last ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang