11. Don't Worry!

183 14 36
                                    


ლ(◐‿◐◝ლ)

🌠
🌠

◎◎◎

"ikut aku aja lah!"

"Eh! ke mana?"

Wajah Netha di penuhi dengan kebingungan karena Devan yang tiba-tiba mengajaknya entah ke mana.

"Naik!" pinta Devan yang kini sudah berada di atas motor dan sedang mengenakan helmnya.

"Ke mana?" tanya Netha lagi. Ia masih berdiri di samping motor.

"Udah cepetan naik!" masih tak ingin menjawab pertanyaan Netha, ia justru memaksanya untuk segera naik pada boncengan motor.

"Iya, tapi ke mana?" Nethapun tak mau kalah. Ia ngotot, ingin tau ke mana Devan akan membawanya pergi.

"Ke tempat yang kamu suka."

Klik!

Devan memasangkan helm pada Netha dengan cepat hingga terkunci dengan benar. Sudut-sudut bibirnya terangkat dan tatapannya begitu hangat. Sukses membuat cewek di hadapannya tak mampu lagi menahan senyuman, meski masih dilingkupi kebingungan.

"Ayo cepetan! aku nggak bakal macem-macem!" pinta Devan sekali lagi, saat Netha masih belum beranjak dari tempatnya.

Sebelum ke tempat yang Netha sendiri tak mengetahuinya, Devan menghentikan motornya di depan apotek. "Bentar ya!" ucap Devan, lalu mereka turun.

Devan segera masuk untuk membeli sesuatu, sedang Netha tak ingin mengikutinya. Ia memilih untuk menunggunya di luar. Tak lama, Devan keluar dan melajukan motornya kembali bersama Netha.

Cukup jauh, namun Netha merasa sudah mengenal jalan tersebut. Jalanan yang menanjak dan banyak tikungan tajam. Benar apa yang ia pikirkan. Devan membawanya ke tempat yang pernah mereka kunjungi sebelumnya di malam hari. Yah, perbukitan paralayang.

Jika di malam hari tempat tersebut indah akan gemerlap lampu dan bintang, siang hari pun tak kalah mempesona. Menyuguhkan pemandangan yang di dominasi dengan warna hijau. Gunung tampak jelas menjulang dengan megahnya. Begitupun dengan pohon-pohon pinus dan bukit-bukit di sekitarnya. Petak-petak sawah juga tergambar dari atas sana. Sangat menyejukkan juga menenangkan.

Mereka menuju salah satu kios dan mengambil tempat duduk di sana. Mereka duduk saling berhadapan dengan meja di antara mereka.

"Itu lukanya kenapa? yang melepuh udah pecah?" tanya Devan sambil menunjuk punggung tangan Netha yang saat itu sudah tertutup sebagian oleh kapas yang direkatkan dengan plester.

"Iya, tipis kok! tadi nggak sengaja kegesek terus pecah," jawab Netha.

"Terus kamu kasih apa? jangan ditutup kapas gitu! bisa lengket!" Devan mengeluarkan isi dari kantung plastik yang ia beli di apotek.

"Tadi sama Kak Cia suruh kasih betadine terus ditutup kapas. Yah, adanya itu di posko!" jelas Netha sambil meraba lukanya.

"Buka kapasnya! bersihin lagi lukanya! terus kasih salep ini! kalo kuatir infeksi, tutupnya pake kasa. Nih!" Devan memberikan barang-barang dari kantung plastik tersebut pada Netha.

Ada salep untuk luka bakar dengan kandungan antibiotik, juga kasa lengkap dengan perekatnya.

"Jadi tadi ke apotek beli ini? berapa semua?" tanya Netha sambil menerima barang-barang tersebut.

Devan tersenyum, "kalau kamu ngerasa nggak enak, gantinya kamu aja yang traktir makan," jawabnya.

"Siap! oke! aku traktir!" Netha membulatkan ibu jari dan telunjuknya. Tak ketinggalan senyum di bibirnya yang begitu menawan.

The Secret LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang