Gadis dengan surai sebahu itu tengah menatap datar punggung wanita paruh baya yang sibuk berceloteh ria di depannya. Dinta menghela napas panjang, entah sudah keberapa kalinya ia mendengar perkataan yang seolah seperti peringatan untuknya.
"Nanti di kelas sebelas MIPA 1 kamu harus cepet beradaptasi sama kakak kelas kamu yang akan satu kelas sama kamu. Nggak usah sungkan panggil langsung nama mereka, toh kamu bukan lagi adik kelas mereka. Karena sekarang kamu udah satu kelas sama mereka." Ujar Bu Lutty, wali kelasnya yang dulu.
Dinta hanya mengangguk tanpa sedikitpun membalas ucapan Bu Lutty.
"Kamu denger Ibu ngomong nggak Dinta?" Tanya Bu Lutty menoleh kebelakang.
Sadar bahwa anggukan tadi tak dilihat oleh Bu Lutty, kini Dinta buka suara, "Dinta ngerti Bu."
Bu Lutty mengangguk puas. Ditatapnya anak muridnya yang sangat berbakat ini dengan senyum lima jari.
"Kamu tau Dinta? Ibu bangga sekali sama kamu yang lolos tes untuk Akselerasi. Kamu memang layak untuk ke kelas sebelas."
Dinta tersenyum kikuk, "Makasih Bu."
Tanpa sadar kini mereka berdua sudah berdiri tepat di depan kelas sebelas MIPA 1. Kelas dimana Dinta akan belajar.
"Yaudah sana masuk, di dalam udah ada guru nya. Kamu tinggal perkenalkan diri kamu terus duduk dan mulai ikuti pelajaran."
Dinta mengangguk paham, "Dinta masuk dulu ya Bu." Izin Dinta pada Bu Lutty.
"Iya, sekali lagi selamat ya Dinta."
Dinta tersenyum kecil. Tangannya mengetuk pelan pintu dihadapannya yang tertutup rapat. Tak lama pintu tersebut terbuka menampilkan sosok pria paruh baya dengan kepala plontosnya membuka kan pintu untuk Dinta.
"Dinta Harrayyan?" Tanya Pak Damiri, guru pelajaran Kimia kelas sebelas.
"Iya Pak."
"Silahkan masuk dan perkenalkan diri kamu." Kata Pak Damiri.
Siapa yang tidak kenal seorang Dinta Harrayyan? Gadis yang dihari pertama sekolahnya saja sudah buat geger satu penghuni sekolah SMA Tunas Bangsa. Bagaimana tidak, dengan sombongnya Dinta menolak permintaan ketua osis sekolahnya untuk ikut bergabung dengan teman-temannya yang sedang melaksanakan lari keliling lapangan karena kesalahan salah satu siswi yang tidak membawa perlengkapan MOS.
Alhasil, sang ketua osis memberikan hukuman bagi siswi tersebut dan teman-temannya yang satu kelompok dengannya. Sialnya, Dinta salah satu dari anggota kelompok tersebut.
Namun Dinta bukanlah orang yang mau melakukan apa saja yang menurutnya tak ada hubungan dengannya. Tentu saja Dinta menolak dengan keras hukuman tersebut.
Persetan dengan solidaritas, karena prinsip hidup Dinta; Memiliki ikatan hanya akan memperlambat kesuksesan.
Dinta dengan angkuhnya mempersilahkan ketua osis tersebut menghukum semua teman sekelompoknya, tapi tidak dengan dirinya.
Pernyataan Dinta langsung ditolak mentah-mentah oleh sang ketua osis. Tapi bukan Dinta namanya jika menyerah. Dinta menantang ketua osis tersebut untuk memberikan soal tersulit untuk dirinya. Jika Dinta bisa menjawab maka ia tidak di hukum, tapi begitu sebaliknya jika Dinta salah maka Dinta rela untuk dihukum.
Ketua osis pun menyanggupi permintaan Dinta. Menurutnya Dinta salah menantang orang sepertinya, anak emas SMA tunas Bangsa yang sangat dibangga-banggakan oleh sekolah.
Ketua osis tersebut memberikan sebuah pertanyaan yang mungkin Dinta tak bisa menjawab. Soal olimpiade Fisika O2SN yang ia ikuti tahun lalu.
Namun sepuluh detik kemudian soal tersebut sudah terjawab lengkap dengan rumus yang Dinta jabarkan.
Dinta tersenyum remeh melihat ketua osisnya terbelalak tak percaya. Karena kejadian itu nama Dinta Harrayyan langsung terkenal saeantero sekolah.
"Kenalin nama gue Dinta Harrayyan. Seperti yang kalian ketahui gue anak Akselerasi." Ucap Dinta memperkenalkan diri, "karena kita udah satu kelas, gue rasa gue nggak punya kewajiban manggil kalian dengan embel-embel 'Kakak'. " Dinta menatap mereka semua datar.
"Nah kalo kayak gitu silahkan duduk Dinta. " mata Pak Damiri menyapu keseluruh sudut kelas, "ehm... Kamu duduk sama Marvel, dia duduk sendiri tuh."
Mata Dinta mengarah tepat kearah yang pak Damiri tunjuk. Ah itu dia, wajah yang sangat familier di benaknya. Siapa lagi kalau bukan sang ketua osis tercinta,
Marvel Lazuardi.
"Saya duduk sama Apollo, dia nggak masuk hari ini Pak. Jadi jangan paksa saya buat duduk sama titisannya Medusa."
Indah bukan julukan yang diberikan Marvel untuk Dinta. Ah rasanya ingin sekali Dinta robek bibir merah milik Marvel.
Dinta berjalan dengan angkuhnya menuju Marvel yang tak kalah menatap Dinta dengan tajamnya. Tepat disamping kursi Marvel, Dinta berhenti. Dinta mendekatkan bibirnya pada telinga Marvel, melihat kejadian itu semua anak kelas seketika menahan napas serempak.
"Tanpa lo minta pun gue juga nggak mau duduk satu bangku sama orang macem lo. Yang ada tugas gue dicontek terus sama lo." Kata Dinta seraya berjalan ke meja belakang Marvel yang memang kosong.
Marvel mendesis kesal, "Anjing, mati aja lo besok." umpat Marvel yang terdengar jelas di telinga Dinta. Dinta tertawa dalam hati, andai ia bisa mungkin Marvel tak akan pernah bertemu dengannya.
-Catatan Dinta untuk Marvel-
The second story yeayyyyy.....
Makasih ya sebesar-besarnya karena kalian mau baca ceritaku yang kedua ini. Tapi tenang kok, walaupun aku nulis ini SAUDADE nggak terlantar hehe.
Gimana nih sama kedua tokoh aku kali ini? wkwk
Lanjut?
05, July 2019
Bigluvv
Citra mendes
KAMU SEDANG MEMBACA
Catatan Dinta untuk Marvel
Teen FictionDinta itu nyebelin, apalagi kalo lagi debat sama Marvel. Rasanya pengin Marvel karungin terus dibuang ke tengah laut. Dinta itu angkuh, selalu anggap orang remeh. Sama halnya kalo Dinta lagi natap Marvel dengan tatapan remehnya. Rasanya pengin Marv...