About: - The First Step -

55 0 0
                                    

Ah sial, kenapa aku harus berpergian dengan mahkluk disampingku ini?

Seperti yang dapat kalian tebak, sekarang aku terpaksa duduk di dalam mobil bersama bang Ian. Dan kalian tau kenapa?

Ya jelas gak tau lah ya.

FLASHBACK

1 jam yang lalu

"Maa, Eca pergi dulu ya!" Teriakku sambil menuruni tangga dan membawa banyak barang sialan bernama tugas ini.

"Mau kemana? Kenapa teriak teriak gitu? Ga sopan loh sama orang tua!"

Aduh mampus!

Tapi serius deh, pikiran ku lagi kacau. Baru saja tadi pak Sula sengaja mengerjai kami sekelas hanya karena kami semua tidak bisa menjawab pertanyaan matematika yang rasanya mustahil dijawab bagi otak otak kentang seperti kami.

Kenapa aku bilang mustahil?

Tentu saja dia belum mengajari kami materi itu! Bahkan latihan pertama dari bab sebelumnya pun belum diselesaikan!

Gila? Tapi ini nyata.

Aku memilih mengalah saja sekarang, memang seharusnya aku tidak berteriak seperti tadi.

"Maaf ma, eca lagi buru buru. Eca bawa motor ungu ya! Bye mom!" ujarku sambil mencium pipi mama ku yang sedang berdiri tepat di bawah tangga sambil memasang tampang kesal.

"Tante, Eca sebaiknya pergi sama aku aja. Kita tau gimana Eca kalau lagi.. ehm, tidak memakai sarafnya dengan benar ketika sedang terburu buru"

Kenapa ada mahkluk astral itu disini, ya ampun.

Kesalnya! Tidak bisakah mereka tidak berdebat denganku disaat aku buru buru seperti ini?!  Dengan refleks aku memasang mata sinis sambil memandang ke arah sumber suara.

Sebelum aku dapat mengeluarkan umpatan indah dari mulutku, mama langsung saja menyela.

"Tante setuju, terakhir kali dia buru buru malah gigi depannya yang patah. Patah setengah pula!" Jawab mama sambil mengangguk-anggukkan kepala tanda ia setuju tentang pernyataan ngaco itu.

"Tepat sekali tante, syukur syukur bisa pakai gigi palsu. Untung Eca gak ompong selamanya"

Demi Tuhan, Aku bukan buru buru! Ah sudahlah, susah berdebat dengan mereka sekarang. Tapi, aku mau mengerjakan tugasku dengan fokus.

Tidak bisakah mereka menghargai hal itu? Aku benci ditemani saat sedang membutuhkan fokus penuh.

"Makasih bang Ian, tapi Eca masih punya saraf yang masih berfungsi jelas untuk ngerem sama ngegas. Apalagi ngegas abang!" Ujarku dengan nada kesal.

Tetapi bang Ian sepertinya tidak peduli ucapanku sedikitpun. Dia masih duduk dengan tenang di sofa panjang berwarna hitam yang terletak di ruang tamu ku.

Dengan perasaan kesal aku langsung berjalan ke arah pintu dan membuka pintunya. "Pergi sama gue atau..."

"Atau apa?!" Teriakku kesal sambil menatap bang Ian yang membalas tatapanku dengan datar. Tapi tetap saja, aku merasakan ketakutan saat bang ian mulai menggunakan ancaman.

Sementara mama hanya berdiri santai sambil tersenyum, bukannya membelaku! Sial!

"Gue hitung sampai 3, satu..."

FLASHBACK END

Kenapa aku terpancing hanya dengan hitungan ya? Sepertinya otakku memang tidak berfungsi.

About: - Her life -Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang