Ayah

21 7 0
                                    

Harapan tak selalu menyenangkan.
Impian juga tak selalu menakutkan.
Bahagia tak semudah yang di bayangkan.
Menderita tak sesulit yang kau lihat.

Aghata Adrenio
07/07/19-- pukul 09.75

-------------------------------------------------------------

"Kau suami yang tidak tahu di untung !!!."

Plak

"Istri macam apa yang berani meninggikan suaranya hah ??!! Jalang seperti mu lebih baik lenyap dari pada hidup di dunia, menyusahkan diriku saja."

"Aku berusaha menjadi istri yang ba----."

Plak

"Istri baik apanya, mengurus anak saja tidak bisa, idiot kau. Mati sana."

Lelaki bertubuh kekar dan tinggi itu terus menerus menampar wajah wanita itu, hingga sudut bibirnya berdarah.
Wanita itu hanya bisa menangis dan memohon ampun. Ingin saja aku membantunya, tapi aku tak sebaik yang kalian pikirkan.
Aku lebih memilih pergi ke sekolah dari pada di rumah melihat makhluk keji seperti itu.

***

Di Sekolah

"Hai Ghata, apa kabar mu Baik--kan ?"
Tanya gadis berambut pirang yang tingginya hanya setinggi bahu ku saja. Dia Avenie Amanda, teman sekelas ku.

"Hm." Jawab ku.
"Kok cuman hmm saja sih."
Ucapnya sambil menggembungkan pipinya.

Menurut kalian imut ? Jika ada anak perempuan berpipi tembem berhidung mancung dan memiliki lesung pipit sedang menggembungkan pipinya ? Huh menurutku menjijikan.

"Menjahu atau terluka ?"
"Kau kenapa sih, selalu saja bersikap dingin pada ku, eh tidak hanya kepada ku tapi kepada semua orang."

Tidak semua hal dapat di bicarakan kepada semua orang termasuk orang terpercaya sekaligus
Aghata Adrenio

Pelajaran berjalan seperti biasa, hanya tatapan mata mereka yang tak biasa.

Brak

"Woe tata ganteng yang gantengnya ngalahin boyband korea, nanti temui gue di taman belakang setelah pulang sekolah !"

Tidak semua yang kau inginkan selalu menguntungkan jalan mu.
Aghata Adrenio_


Setelah pulang sekolah
Halaman belakang

"Kenapa kalian memanggil ku kesini ? Gak ada tempat mewah lagi kah ? Anak orang kaya kok mainnya di tempat pembuangan sampah."

Aku sadar akan ucapanku dan resikonya.
Aku tak perduli juga mereka bakalan membunuh ku atau tidak, aku benar - benar muak dengan dunia ini.

"Wah wah bos, si cantik ini udah berani sama kita."
"Gila dah, udah main  hina hinaan nih ceritanya ?"

"Kalian berdua niko dan ciko, kembar sih iya tapi kenapa orang tuanya ngasih nama kucing gitu ya."

Duaaagkkk

Sakit.... Perut ku serasa melilit. Dia meninjuku di bagian perut.

Plaak

Hah ? Aku ditampar ? Jadi ini rasanya ditampar ya bu, kasihan sekali kau bu di tampar ayah hingga segitunya haha, menggelikan.

"Hey mangkannya jangan banyak gaya bangsat."
Niko memang menjambak rambutku, hingga kepalaku terangkat dan menatap wajahnya.

Duaghhsss

Ciko benar - benar menendang punggung ku dengan sangat keras, aku tak bisa bangkit, rasanya tubuh ku mati rasa.
Minta tolong ? Jangankan berteriak berbicara sekecil apapun ku tak bisa, tubuh ku saat ini tak berguna.

"Hey kenapa malah tiduran sih, gue sama niko kan belum puas mainnya."

"Kalian berdua sudahlah, hentikan."

Baru kali ini aku mendengar Dilon dengan ucapan yang tenang, aku tahu dia preman sekolah yang terkenal keluar negeri, dia bajingan terendah yang pernah aku temui, dengan uang dia mampu melakukan apapun.

Cklik

Di saat seperti ini dia masih bisa merokok bebas.
Bajingan sampah rendahan kau.

"Tata, namanya kok cewek sih."

Niko dan Ciko hanya tertawa saat Dilon mengejek ku.

"Huhfff lelah ya kau, padahal aku belum melakukan apaun tapi kau sudah lelah ?"

Aku sudah tidak bisa berbuat apa apa lagi.

"Baiklah kali ini aku memaafkan kesalahan mu, karena tadi pagi kau telah membuat Avenie sedih karena ulah mu."

Inilah mengapa aku merasa jijik kepada Avenie, dia adik dari si sampah ini, dan mulut adiknya selalu membuat ku muak.

"Sana pulang lah."

Aku berusaha bangkit, punggung ku terasa sakit sekali. Saat aku pergi meninggalkan mereka, mereka hanya tertawa keras.

***

"Ibu aku pulang."
"Kenapa baru pulang jam segini ? Kau dari mana ? Kau habis mabuk ya ?"

Ayah anak mu ini baru pulang sekolah, kenapa kau sudah melontarkan kalimat bodoh seperti itu.

"Sudahlah, jangan marah - marah sayang dia baru pulang."

Plakk

Pipi ku terasa panas dan sakit.
Aku meliriknya dengan tatapan penuh arti.

"Kau ini, usia ternyata tidak membuat mu bersikap semakin sopan ternyata."

Aku hanya meliriknya dengan tatapan lepaskan aku, aku ingin istirahat, namun apa yang dia lakukan, dia mengambil sapu lalu memukuli ku, dia juga menendang, menampar, dan menjambak rambut ku berkali kali.
Ibu ku hanya berteriak ' lepaskan anak ku'. Maaf ibu jika kau terus membela ku kau akan terluka, karena dia bukan seorang Ayah melainkan Monster.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 10, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

HOpETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang