Chapter 1 : Namanya Keanu

10 4 0
                                    

"Uhuk. Ma, ini terakhir kalinya Naya turutin permintaan mama." Aku baru saja berbicara setelah sebelumnya tersedak roti dengan lumuran selai strawberry.

"Mi-minum dulu nanti kamu tersedak lagi, atau besok mama buat bubur saja agar kamu tidak tersedak?" Elizabeth-----Mama ku menyodorkan segelas susu UHT ke depan ku, berharap aku meminumnya dan meredakan rasa sakit pada tenggorokanku akibat tersedak barusan.

"Ma, mama tau dengan pasti apa yang membuat Naya tersedak." Ucapku tanpa menghilangkan rasa hormat kepada wanita yang telah melahirkan dan merawatku beberapa tahun ini.

"Naya, mama enggak meminta yang muluk-muluk sama kamu. Mama Cuma meminta kamu menikah tahun depan lagi pula kamu sudah bukan remaja lagi sudah sepatutnya kamu mencari pendamping hidup." Tekan Elizabeth pada putri satu-satunya itu.

"Naya akan pikirkan lagi ini nanti, Naya mau berangkat kerja dulu." Naya mengamit slayer dan mengikat kain itu di lehernya selagi berjalan menuju taksi bandara yang menjemput di kediamannya. Atau bisa dibilang kediaman ibunya saja?

"Nahkan apa gue bilang Nay, Tante Eliz pasti bakal jodohin loe." Decak Nadia sambil menepuk-nepuk bahu Kanaya yang makin lama makin merosot sebelah. Indy pun ikut memasang wajah melankolis seolah turut prihatin akan nasib Kanaya.

"Jadi begitulah cerita lengkapnya." Kanaya menyedekapkan kedua lengannya di depan dada. "kalian ngerti kan apa yang gue pikirin? Empat hari dari sekarang udah tahun depan."

Tania yang baru saja kembali dari dapur sembari menenteng nampan berisi camilan juga satu poci minuman menggeleng dramatis. "Apa yang bakal terjadi? Lagian nikah doang, kan? Setelah menikah enggak ada larangan buat cerai, kan?" Tanya Tania menaik turunkan sebelah alisnya.

Ketiga orang yang tengah berbincang di sofa ruang tamu Tania pun sepakat melotot, Kanaya orang pertama diruangan itu yang menyudahi acara melotot-melototan tersebut. Disusul Nadia kemudian Indy yang mengedip-ngedipkan dulu kelopak mata kirinya dan menaruh jari telunjuknya dibibir seolah mengatakan Lo pikir nikah itu mainan, tutup mulut lo dan tentunya diangguki singkat saja oleh Tania.

"Jadi coba lo tebak deh Dy, Lo mentang-mentang udah balikan sama Agam mendadak jadi bisu gini kerjaannya nganggukin kata-kata gue aja lo." Ujar Nadia kemudian menandaskan segelas orange juice yang dibuat Tania hingga tak bersisa.

Indy mendelik tidak terima. "Lo jahat banget Nad. Kemaren gue nangis histeris lo minta gue diem, sekarang gue diem lo suruh berisik lagi." Kanaya mendesah kecewa ia mengamit tas berlogo ternama juga kunci mobilnya dari atas meja lalu melangkah meninggalkan ketiga sahabatnya yang masih berdebat mesra.

"Kemana Nay? Coba lo pikirin lagi, ini jauh lebih baik daripada lo disuruh balikan sama om Trisno." Ungkap Tania dengan suara keras, saat melihat Kanaya yang telah berada di ujung pintu. Kanaya hanya melambaikan tangan kirinya yang bebas tanpa melihat kearah orang yang diberi lambaian.

Kanaya

Derik koper yang bergeseran dengan lantai keramik Bandara Internasional Sultan Aji Muhammad Sulaiman Sepinggan serta langkah kaki orang-orang yang mengejar penerbangan menyambut kedatanganku. Aku lupa kapan terakhir kali aku menghabiskan waktu libur akhir tahunku dengan solo travel biasanya pada saat seperti ini aku masih berada di dalam pesawat first class menyajikan segelas wine atau jika lagi sialnya aku akan dihujani air liur oleh salah satu penumpang yang tidak puas dengan pelayananku.

Destinasiku kali ini adalah pulau Derawan aku pernah beberapa kali melihat timeline ku berisi tangkapan gambar keindahan pulau eksotis dipulau kalimantan tersebut.

Sebenarnya aku kurang yakin sekarang kemana aku harus melangkah, liburan kali ini hanya akal-akalanku saja menghindarkan diri dari Mama yang rupanya sedang dalam misi menikahkan aku dengan salah satu koleganya, semoga saja bukan duda beranak dua seperti om trisno. Sebenarnya aku tidak masalah dengan status duda atau apalah itu namun aku sedikit risih mengetahui alasan kenapa alasan duda itu terjadi, Selingkuh dengan dua wanita dikala istrinya hamil tua dan kenyataan bahwa dia memandang dadaku penuh nafsu tiap kali bertemu, mungkin aku sudah hilang kewarasan ketika menuruti permintaan mama berpacaran dengan orang seperti itu.

"Kamu mau ke Pulau Derawan?" sebuah suara menginterupsi kegiatan melamunku.

Aku memandang lelaki dengan setelan kasual disampingku dengan heran namun dalam detik selanjutnya aku berusaha membuat senyum ramah. "Dan kamu?' Tanyaku masih mempertahankan senyum ramah.

"Kamu solo travel?" Alih-alih menjawab pertanyaanku lelaki itu malah menyuguhiku pertanyaan lain, kemudian dalam selang satu menit kemudian ia menyodorkan lengan kanannya. "Keanu." Tegasnya. Sedetik kemudian timbul sebuah senyuman di permukaan wajahnya, lengkap dengan lesung di kedua pipinya.

Akupun menyodorkan tangan kananku. "Kanaya." Ucapku setelah dia menjabat tanganku.

Aku mengalihkan perhatianku sekilas ke jalan raya, dan rupanya bus travel menuju Kabupaten Berau yang akan kutumpangi telah sampai. "Saya akan segera berangkat." Ungkapku, kemudian berlari menenteng ransel coklat pastelku di bahu kanan, bahkan aku lupa menjawab pertanyaan yang di lontarkan lelaki yang mengaku bernama Keanu barusan.

Aku mengambil tempat duduk di tengah dekat dengan jendela, aku mengamit ponselku dari saku celana jeans, lalu berselancar di media sosial memotret sesuatu yang kurasa cukup bagus dari dalam bus untuk aku jadikan postingan. Aku merasakan seseorang duduk disampingku, namun aku mengabaikannya tidak berniat beramah-tamah untuk saat ini.

Dari suara deheman berat yang di suarakan oleh orang disampingku aku akhirnya tau bahwa ia adalah manusia berjenis kelamin lelaki. Ia berdehem beberapa kali mungkin baginya duduk disampingku dirasa canggung, aku tidak mempedulikannya siapa juga yang memintanya duduk disampingku.

"Kanaya?" Aku familiar dengan suara ini, aku langsung saja menoleh.

"Keanu?" Ujarku dengan sirat tanya.

"Aku akan ke Pulau Derawan, kamu juga kesana, kan?"

Aku terdiam sebentar, "Iya, kamu benar." Ungkapku.

"Kalau begitu bagaimana jika kita bersama saja, Kana? Kita akan menempuh waktu kurang lebih 12 sampai 15 jam di jalan dan-"

"Dan apakah saya bisa percaya kamu?" Potongku.

"Eh itu," Dia sedikit gelagapan mendengar pertanyaan tak terdugaku. "Em, bagaimana cara agar kamu bisa percaya pada saya?" Tanyanya ragu.

Aku berfikir sejanak. Kelopak mataku yang sudah terasa berat sejak tadi menatap bola mata kecoklatan milik Keanu kemudian beralih menatap jam yang melingkari pergelangan tangan kiriku, "Bangunkan saya, empat jam lagi." Pintaku. Kemudian memasukkan handphone kedalam saku belakang kursi didepanku hanya setengah masuk tidak sampai menutupi letak kamera.

"Itu saja?" tanyanya kebingungan. "Kamu tidak memintaku melakukan hal lain?" Tambahnya.

Aku menggeleng. "Ingat empat jam lagi, selamat tidur." Erangku pelan menutupi suara menguap. "Semoga berhasil, Keanu." Ucapku dalam hati sebelum kegelapan menelanku sepenuhnya.


Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 12, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SweeT EScapeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang