3' Speak Now

26 6 2
                                    

Dedicated to F
Speak if you are innocent

Kami memandangi ketua kelas garang kami yang sedang mengamuk di bangkunya. Tidak ada seorangpun dari kami yang mau mendekatinya. Siswa yang duduk dekat bangkunya pun otomatis menepi.

Sedari tadi ia terus menggeram dan mendengus, mencari-cari entah-apa-itu di tasnya.

Dan sepertinya ia tidak menemukannya.

" DIMANA?! DIMANA?!!! "

Buku-buku bertebaran di mejanya, tapi tampaknya barang yang ia cari tak kunjung ia temukan. Bahkan setelah ia membalikkan tasnya yang terbuka dan mengayunkannya naik-turun sehingga isi-isinya berantakan di lantai, ia tidak menemukan yang dicari.

" PASTI ADA YANG MALING! NGAKU KALIAN SEMUA!" ia menatap berkeliling ke setiap pasang mata yang menontonnya.

" Kamu nyari apa emangnya? " salah satu teman kami bertanya.

" DOMPET! " serunya bersungut-sungut ," DOMPET! BAYANGKAN JIKA DOMPET KALIAN HILANG! "

Riuh rendah terdengar seantero kelas. Bahkan murid kelas lain mengintip-intip dari pintu karena kehebohan yang sang ketua perbuat.

" Oke, tenang dulu.. " kata sang wakil yang terkenal dengan temperamennya yang tenang ," Nanti kita razia sekelas ini "

Sang ketua menggeleng ," NGGAK! AKU MAU KITA RAZIA SEKARANG JUGA "

Ia berjalan keluar dari kerumunan yang melingkarinya. Kerumunan yang dilewati sang ketua otomatis membuka jalan untuknya.

Semua siswa diarahkan ke tempat duduk masing-masing. Sang ketua sendiri yang memimpin razia karena guru belum datang.

Aku duduk di barisan pojok belakang, dan dari sana aku melihat semuanya dengan jelas.

" APA?! HANI, KAMU BAWA MAKE-UP KE SEKOLAH? " si ketua mulai dari meja pertama.

Hani menggeleng lemah. Si ketua menggebrak mejanya dan mengangkat kotak kecil dari tas Hani.

" INI APA HAH? MASIH BILANG BUKAN LAGI.. SITA! " ia memasukkan kotak make-up kecil itu ke keranjang biru yang dibawa si wakil mengikutinya. Wadah untuk barang-barang sitaan.

Mereka beringsut ke meja kedua. Ketua membongkar isi tas orang itu dan melempar tas kosongnya sembarangan.

" DENI, KAMU BAWA SLIME KE SEKOLAH? DEMI TUHAN, SLIME? SLIME UDAH NGGAK ZAMAN LAGI! " ia mengangkat sebuah wadah makan berbentuk bulat transparan dan berisi slime hijau ," SITA! "

Tidak ada yang menolak untuk disita. Yah, ini hal biasa. Setelah disita, mereka bisa meminta barang-barang itu kembali nanti. Ketua yang kalian lihat saat ini hanya kepribadian-barang-hilang saja, setelah itu ia adalah orang baik dan teladan bagi semua guru.

" MOBIL-MOBILAN? KAMU PIKIR KAMU ANAK TK? SITA! "

" KAMU BAWA TIGA HANDPHONE KE SEKOLAH? SITA! "

" FOTO POLAROID? SIAPA INI COWOK-COWOK INI? SITA! "

" KALUNG ITU YA DIPAKE! MALAH DITAROH DI TAS! SITA! "

" SIAPA YANG MASIH PAKE PENSIL? KITA INI SEKARANG PAKE PENA PENSIL TAHU! SITA! "

Barang demi barang yang tidak berguna disita oleh ketua kelas. Sampai akhirnya mereka datang ke meja terakhir. Mejaku.

Ketua mengulurkan tangannya, merampas tas merahku. Seperti kepada murid lain, ia mengeluarkan semua isinya ke mejaku. Menurutku tidak banyak yang bisa ia sita, mungkin ia akan putus asa karena tidak menemukan alasan untuk menyita barangku.

Namun, aku lupa satu hal yang sangat krusial.

" INI DIA! " ia mengangkat tinggi-tinggi dompet persegi dari kulit punyaku. Ia mengangkat itu dengan wajah puas.

" DOMPETKU! " serunya bahagia. Secara bersamaan, guru kami masuk.

Kelas begitu hening sehingga derap langkah Bu Sari menggema.

Semua mata menatapku dengan tatapan " Oh, ternyata dia yang membuat kekacauan ini".

" Bu Sari, Nath sudah mencuri dompetku, tolong antar dia ke ruang BK " lapor sang ketua kelas.

Aku menunduk, tak berani menatap siapapun. Aku ingin pulang saja rasanya. Menanggung malu lebih sulit daripada mengerjakan kuis dadakan.

Bisik-bisik. Gosip. Hasutan. Tuduhan. Sugesti. Tawa. Bercampur menjadi satu.

" Benarkah itu, Nath? " Bu Sari memandangku lembut. Tidak seperti pandangan murid lain.

Aku masih tidak mengangkat kepala. Bu Sari melangkah ke arahku, aku melihat sepatunya sudah ada di samping kaki mejaku.

" Nath, ayo ikut ibu ke kantor BK "

Aku mengikutinya dengan pasrah. Aku ingin tenggelam di samudra detik ini juga. Kuiingin dilahap naga raksasa putih dari timur. Aku ingin menciut sekecil molekul. Aku ingin menyatu dengan tanah dan segala organismenya.

***

Begitu Nath diantar pergi, barang-barang yang telah disita, dikembalilan pada pemiliknya.

Ketua kelas sangat bahagia dompetnya kembali. Ia meletakkannya di laci, tapi ia meraba, lacinya sudah sangat penuh oleh buku-buku pelajarannya. Seharusnya ada tempat untuk menaruh dompetnya seperti yang selalu ia lakukan.

Ia menundukkan kepala sehingga dapat melihat isi laci penuh itu.

Dan ia menemukan dompet kulit persegi miliknya.

-///-

Bicaralah jika kamu tidak bersalah!

Eunoia (KumpulanCerpen)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang