Part 4

29 2 0
                                    

Part 4

Di kamarnya, Nara memandangi foto ibunya dengan penuh kesedihan, kerinduan yang tak terbendung semakin menusuk ke dalam jiwanya, dadanya terasa sesak, sehingga suara tangisannya pun keluar.

"Ibu..." rintihnya dan memeluk foto ibunya sambil menerawang, mengingat kejadian saat masih bersama ibunya.

Sore itu, beberapa tahun silam, ketika Nara masih berumur 10 tahun, ibunya sangat pandai membuat banyak kerajinan tangan, salah satunya adalah dreamcatcher, selain itu ibunya juga seorang tukang cuci di sebuah rumah megah.

"ibu... mengapa ibu senang membuat itu?" tanya Nara dengan suara manjanya, ibunya tersenyum sambil mengambil tali dan gunting dari lemari,

"karena dreamcatcher ini mengingatkan ibu denganmu nak",

"maksud ibu?"

"iyaa.... kau tahu, sangat sulit membuatnya, dan harus hati-hati, namun jika bentuknya sudah sempurna akan terlihat sangat cantik sayang, sama sepertimu", mengelus rambut anaknya, Nara pun tersenyum mendengar ucapan ibunya.

"kau tahu Nara... saat ibu mengandungmu, sangat sulit ibu mempertahankanmu dalam kandungan ibu", memandang Nara dengan penuh kasih

"ibu hampir kehilanganmu sayang, kandungan ibu sangat lemah, saat itu kehidupan kita sangat terbatas, ibu harus minum obat selama 9 bulan agar kau tetap ada dalam kandungan ibu, dan harganya sangat mahal, namun ayahmu tak berhenti bekerja keras,saat usia kandungan ibu 7 bulan, kami tak sanggup lagi melakukan saran dari dokter, dan hanya dengan doalah kau bisa terlahir Nara, ibu sangat bersyukur"

ibunya memeluk Nara dengan haru dan Nara saat itu belum terlalu mengerti akan perkataan ibunya.

hari demi haripun berlalu, keluarga kecil itu sangat bahagia, meski sederhana dalam segala hal namun mereka kaya dalam kasih sayang.

saat itu ulang tahun Nara yang ke 14, mereka merayakannya di sebuah warung kecil dekat rumah mereka, saat mereka sedang asyik menikmati makanan tiba-tiba sekelompok perampok datang dan mengobrak-abrik rumah makan itu, Nara langsung terperanjat dan berteriak "Ayah... ayo kita pulang" dengan suara panik.

perampok itu menodongkan pistol ke segala arah yang membuat para pengunjung takut dan tak mampu berbuat apa-apa.

"serahkan uang itu cepat" katanya kepada pemilik toko dan dengan gemetar uang itu diserahkannya, sementara Nara tetap dalam pelukan ayahnya lalu teringat ibunya yang belum muncul dari toilet,

"ibu... mana ibu yah... mana ibu?" tanya Nara dengan cemas sambil menoleh ke arah kamar mandi

"tenang Nara, orang-orang itu akan segera pergi" jawab ayanhnya memberi ketenangan, ibu Nara kemudian muncul dan kaget dengan keadaan di depan matanya, dia melihat orang-orang menunduk di bawah meja dengan ketakutan.

"Ibu...."

Nara berlari ke arah ibunya dan karena perampok itu mendengarnya dia kaget dan tiba-tiba langsung menembak ke arah  ibu Nara, ibunya pun langsung jatuh ke lantai dan teriakan Nara pun memecah, perampok itu langsung lari meninggalkan rumah makan itu, orang-orang langsung berlari ke arah Nara dan ibunya, tak sampai di rumah sakit ibunya sudah meninggal.

Nara tak kan bisa melupakan kejadian itu, dia selalu merasa bahwa hidup ini tak adil, kebahagiaannya selalu direnggut. tiap malam ketika ia tertidur, ia selalu memimpikan kejadian itu, trauma yang dialaminya, kesedihan yang dilawannya hari demi hari.

hanya satu hal yang membuatnya semangat. yaitu Arya, sejak ibunya meninggal, Arya adalah teman bermainnya di rumah, mereka sering bermaian di tepi pantai, membuat dreamcatcher bersama, meski Arya tak pernah menyukai benda itu.

bersekolah di tempat yang sama, kuliah pun tetap bersama, Nara anak yang berprestasi, Dia mampu bersekolah di tempat yang elit karena selalu mendapat beasiswa. namun mereka terpisahkan ketika Arya dikirim orang tuanya ke Paris melanjutkan pendidikannya.

My DreamcatcherWhere stories live. Discover now