BAB 1. Tanah Asal

28 1 0
                                    

Sang Fajar mulai menebarkan kilau sinarnya, menghangatkan rumput ilalang yang basah kuyup bermandikan embun. Kicau burung pipit saling bersahutan disela-sela tanaman padi yang menghampar luas di suatu wilayah pedesaan. Orang-orang mulai sibuk, bertegur sapa dan berlalu lalang.

Saat itu, dengan tangan yang tak henti-hentinya bergetar, aku mengamati keadaan dan aktifitas di sekitar luar dengan mengintip dari celah dinding gubuk yang terbuat dari anyaman bambu. Aku masih tak berani keluar. Kau tahu kawan? Aku terjebak disini, disebuah gubuk reyot ditengah area pesawahan. Aku terjebak disini semalaman. Bayangkan betapa tersiksanya aku disini. Aku lapar, aku haus, aku kedinginan, aku ketakutan. Sungguh, aku ketakutan.

Aku akan menceritakan kronologisnya padamu, tentang apa yang membuatku terjebak di gubuk reyot ini.
Jadi begini kawan, aku tinggal bersama kedua orang tuaku, di daerah cicadas, Bandung. Ayahku adalah guru di salah satu Sekolah Dasar, ibuku mengurus keluarga.

Aku betah disana, aku tak inginkan pergi sebenarnya. Tapi karena suatu alasan, aku harus tinggal di tempat abah saja dulu selama beberapa pekan, di daerah Panawangan, Kabupaten Ciamis. Setelah kupikir-pikir, kurasa panawangan adalah tempat yang cocok untuk kujadikan tempat pelarian. Berhubung aku tidak terikat kontrak kerja dengan perusahaan juga institusi manapun, aku bebas saja pergi kemanapun, selama apapun. Tepatnya, karena aku seorang pengangguran.

Singkat cerita, berangkatlah aku. Abah menyambut kedatanganku seorang diri setibanya disana, karena ia memang tinggal sendiri, setelah meninggalnya nenek dua tahun silam. Abah adalah ayah dari bapakku. Kasihan sebenarnya, karena ketiga anaknya yang masing-masing sudah berkeluarga, tinggal jauh berbeda kota. Bapak di Bandung, kakaknya di Karawang, dan adik perempuannya mengikut suaminya di surabaya.
Beberapa kali bapak mengajaknya untuk tinggal bersama kami saja di Bandung, namun ia selalu menolaknya. Bukan saja ajakan bapak, ajakan dari sanak saudara yang lainpun sama ditolaknya. Alasannya sih, katanya beliau lebih nyaman disana daripada di kota. Beliau terlalu betah disana, dan enggan pindah ke kota bersama anak-anaknya. Beliau hanya minta untuk sering dikunjungi, tidak saja saat idul fitri dan idul adha. Sesering apapun tak apa, tambahnya.

Tapi ya sudahlah, untungnya juga abah masih cukup perkasa untuk mengurus segala kebutuhan hidupnya, walalu usianya sudah menginjak 70 tahunan, usia yang tak lagi muda. Luar biasa.

Sudah dua pekan berlalu, sejak kedatanganku disini. Semua aman dan nyaman. Diki, seorang kawan kecilku. Usianya 5 tahun lebih tua dariku. Dia adalah juru parkir yang merangkap sebagai preman pasar. Kurang lebih selama satu dekade aku tak pernah berjumpa dengannya. Kini, dia begitu asing bagiku, jauh berbeda saat terakhir kali aku melihatnya. Badannya tinggi besar, rambut tipis hampir botak. Dengan tatto memenuhi tangan kanan dan kirinya. Telinganya bolong, seukuran rokok kretek. Penampilanya cukup menyeramkan sebagai seorang preman. Yang satu orang lagi, Juna namanya. Perawakannya biasa, wajahnya cukup tampan. Aku tidak tahu, peran seperti apa yang kini dipegangnya. Usia kami hampir sama, 21 tahunan. Namun aku tak terlalu mengingatnya saat kecil. Sepertinya juna adalah tangan kanan Diki. Mereka selalu bersama, dan juna seringkali disuruh ini dan itu oleh Diki. Dan ya, dia melakukan apapun yang diperintahkan Diki.

Namaku Romi Adiraksa. Saat kecil disinilah aku tinggal. Kalau tidak salah, aku pindah ke Bandung saat umur 10 tahun. Saat itu, aku duduk di bangku sekolah Dasar kelas 5 saat pindah ke Bandung. Sesekali, Bapak dan ibu berkunjung ke ciamis untuk mengunjungi Abah dan nenek. Adikku ikut, kakak perempuanku ikut, hanya aku yang selalu menolak untuk ikut. Entahlah, aku malas saja.

Selama dua pekan kulalui hari-hari yang sangat membosankan disini. Setiap malam aku begadang di rumah Diki, dan tertidur pulas saat siang hari di rumah Abah. Kami tak ubahnya hewan golongan diurnal yang aktif saat malam, dan tertidur pulas sepanjang siang.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jul 30, 2019 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Sang Musafir MalamWhere stories live. Discover now