Persaingan

98 25 13
                                    


Hadrian sengaja berangkat pagi untuk memenuhi tugas piketnya. Tidak ada alasan khusus sih, apalagi niat modus ke kakel yang pagi-pagi udah nangkring di taman sekolah sambil bawa buku. Entah motifnya untuk apa.

Hadrian kan murid teladan. Jadi jangan diragukan lagi kerajinannya.

"Karna ku selow..ku selow..sangat selow..sungguh selow..santee..santeee.." Hadrian bersenandung sambil memutar tubuhnya. Berjalan menuju ruang kelasnya yang lumayan jauh dari gerbang sekolah. Gapapa kalaupun dia dikira orang gila. Kata Hadrian sih, "lah gue lagi nikmatin hidup masa ga' boleh?"

Sekolah memang masih sepi dengan kabut tipis yang melapisi atmosfer lingkungannya. Wajar jika jarang ada siswa yang masuk pagi-pagi sekali. Kebanyakan dari mereka memilih untuk berangkat sekolah disaat detik-detik bel berbunyi. Hadrian mengakui itu, sebenarnya dia juga malas tapi bagaimana lagi? Tanggung jawab tetap tanggung jawab.

Cowok berponi itu mulai memasuki kelasnya, ruang X1-IPA B. Dari luar memang tampak sepi tak ada orang tapi saat Hadrian masuk, dia melihat salah satu teman kelasnya laki-laki sedang duduk disamping bangkunya dengan wajah ditelungkup ke meja.

Hadrian mengernyit, bukankah bangku disampingnya itu dihuni seorang cewek? Kok sekarang cowok ini yang menempatinya. Dan siapa ini? Hadrian tak mengenalinya padahal teman kelasnya sendiri. Potongan rambutnya khas dan Hadrian sepertinya pernah menjumpainya. Tapi dimana? Aduh, Hadrian bimbang! Bingung! Butuh pilar buat pegangan!

Dengan keberanian besar, Hadrian membangunkan cowok disamping bangkunya itu. Takut juga kalau tiba-tiba yang ia bangunkan itu seorang jin yang menjelma.

"Oi! Siapa lo? Ini kan bangkunya Indri, kenapa lo yang dudukin?" Ucap Hadrian sambil menggoyang-nggoyangkan pundak cowok itu.

Yang dibangunkan kemudian bergerak, menegakkan tubuh, lalu menatap Hadrian dengan wajah datar. Sementara Hadrian kaget kecil tapi kemudian ber' oh ria. "Oh, kirain siapa..ternyata lo ya murid baru"

"Gue punya nama, nama gue Matthew."

"Matt? Gue panggil Thew aja ya, karena Matt terlalu menstream. Btw nama gue Hadrian. Lo bisa panggil gue Rian"

"Up to you Rian"

Mereka sama-sama tersenyum saling berpandangan. Kemudian sebuah suara menggelegar bagaikan petir disiang bolong mengejutkan keduanya.

"IH...SOSWEET BANGET SII!!"

"_"

Itu suara Emin, cowok tengil yang suka ngaku-ngaku kalau wajahnya itu mirip Dilan 1990. Padahal mah beda jauh, bagaikan musim semi sama tsunami.

Kemudian disusul dibelakangnya Eno, saingan Hadrian tapi kemudian kalah dan berakhir rangking dua.
Mereka berdua menghampiri Matthew dan Hadrian.

"Hello good morning Matthew, how are you today?" Tanya Emin pada Matthew. Kedua sahabatnya Eno dan Hadrian hanya menertawakan Emin.

"Ngapain sih Min, sok-sok an pake bahasa Inggris segala. Matthew bisa kali bahasa indonesia"

"Kalo nggak bisa, pasti dari kemarin dia nggak bakal sekolah disini dan diem aja dengerin penjelasan guru"

"Kalian kok sewot sih. Gue juga udah tau kali. Iya, iya..kalian tuh rangking 3 besar, tapi gue juga pengen belajar bahasa inggris lewat Matthew. Ya kan Mat? Gue boleh kan belajar dari lo?"

"Tentu saja"

______________

Saat pelajaran Fisika berlangsung, ada sebuah keganjalan yang dirasakan Hadrian. Biasanya dia yang selalu disuruh maju kedepan untuk membantu menjabarkan jawaban singkat dari guru fisikanya. Tapi sekarang dia tidak lagi. Bu Anisa, guru fisikanya malah menunjuk Matthew si murid baru itu.

r i v a l  ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang