pertemuan

9 1 0
                                    

Batu dan air

Aku air, dan kini aku mengalir di sebuah sungai amazon, salah satu sungai terpanjang di Dunia. Selama aku mengalir, baru pertama kali aku mengalir di sungai yang banyak bebatuan membuat perjalananku kali ini tampak lama dan membosankan, hanya batu dan pohon yang ku pandang. Meskipun begitu aku bersyukur daripada beberapa bulan yang lalu saat aku masih mengalir di sungai perkotaan, banyak sampah dan limbah yang menjadikanku racun untuk selama seminggu.

Sore ini, aliranku terhenti di salah satu batu yang cukup besar dan tajam. Batu itu mengkilap, tak seperti batu lainnya yang penuh lumut atau berwarna abu abu. Ku namai batu Kristal karna warnanya mengkilap dan menyegarkan mata, memantulkan bias cahaya yang begitu rapi nan indah, ku tunggu berhari hari untuk mengetahui rahasia dari si batu Kristal namun tak kunjung datang jawaban dari si batu. Akhirnya aku putus asa dan ingin meninggalkannya, tiba tiba dia berkata untuk bersabar untuk satu hari saja untuk mendapatkan jawaban yang ku tunggu.

Seorang kakek tua datang membawa pedang, tampak indah seperti pedang yang dibawa prajurit dalam dongeng yang pernah ku dengar dari anak kecil yang selalu membaca di dekat sungai. Kakek tua itu datang menggoreskan pedangnya ke batu Kristal, setelah beberapa jam dia goreskan lalu kakek tua itu duduk di Batu dan bernyanyi, suaranya begitu kasar namun seperti ada ketulusan dalam tiap bait yang dia nyanyikan. Entah lagu apa yang dinyanyikan, membuatku ingin tidur.

Hari kedua aku bersama si batu, masih pendiam tak banyak bicara. Ku mainkan tubuh si batu, dengan berlari mengitarinya dan membuat dia basah seutuhnya. Lalu ku bertanya-tanya seperti kemarin, siapa kakek itu? Kenapa ia membawa pedang padahal sudah tua renta begitu? Kenapa juga ia bernyanyi padahal suaranya tak merdu sama sekali? Dan jawabannyapun masih sama seperti kemarin, tunggulah satu hari lagi. Dan lagi lagi dengan mudahnya aku mengiyakan.

Pagi ini tak seperti kemarin, si batu dipenuhi burung bangau, tempat pemberhentian yang cukup nyaman karena tak sepanas batu batu yang dihinggapinya, mungkin karena tubuh batu yang sudah ku basahi, membuatku sedikit percaya diri dan sombong. Si batu resah, tidak nyaman dengan burung bangau yang istirahat di tubuhnya. Berbisik memohon untuk tidak membasahinya lagi, dia rela harus menjadi batu yang sangat panas untuk tidak dihinggapinya.

(1)

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jul 08, 2019 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

BATU DAN AIRWhere stories live. Discover now