Malam mulai menyapa, langit cerah berganti awan pekat hitam. Rintik-rintik hujan membasahi pekarangan.
"Huff-h..Ayah kapan pulang sih, niatku kan buat kumpul kebo sama keluarga tapi sekarang malah sepi-sepi." Mataku menatap hujan dari balik jendela. Walaupun banyak kilat yang terlihat, tapi itu nggak membuatku takut dan merubah posisiku.
"Heh anak kecil, ngapain sih? Nggak takut apa ya nih bocah." Siapa lagi kalau bukan kakakku. Pagi tadi setelah kejadian aku bertemu pemuda ganteng itu, kakak tiba-tiba datang ke rumah. Alasan pemuda itu pergi.
"Buat apa sih takut? Orang kilat-kilat itu cuma mau pamer body doang."
"Dasar aneh." Kurasakan jitakan di kepalaku, Aishh kakak yang tidak berperikemanusiaan.
"Umiiii..." teriakku kencang, habisnya kesal. Bosan tau!
"Mii, jalan-jalan hayu kenapa sih, aku kan niat kesini buat hepi-hepi." Sungutku kesal, lihat saja bibirku sudah mengerucut.
Umi datang duduk di sebelahku, tangan nya merangkul bahuku.
"Ayah besok pulang kok, karena tau kamu pulang jadi besok kita jalan-jalan." Kabar yang sangat membuatku semangat. Hari Jum'at memang banyak berkahnya.
"Lihat besok, aku yang pimpin liburannya." Kataku semangat.
《¤¤¤》
"Pelan-pelan kan bisa, sih." Katanya dengan kesal melihatku berlarian seperti anak kecil yang baru bisa jalan.
"Yee, ikut ya tinggal ngikut. Aku kan udah lama nggak liburan." Aku kembali berlarian di Taman itu, Ayah dan Umi cuma duduk di sawung yang ada disana.
Aku kembali berputar-putar mengelilingin Taman. Tetapi tiba-tiba saja kepalaku terbentur sesuatu yang keras.
"Aduuh.." ringisku mengusap-usap kepalaku. Sampai tak sadar tanganku mengenai tangan orang yang aku tabrak ini.
Aku kehilangan keseimbangan saat sesuatu yang aku tabrak tadi cepat menghindar. Aku menatap siapa orang yang membuat kepalaku pusing sampai hidungku nyut-nyutan.
Ya Ampuun, rezeki di siang bolong.
Tatapku padanya dengan nggak nyangka. Cowok yang kemarin.
"Ee-h, Maaf ya. Saya nggak lihat ada kamu tadi." Kataku menunduk dalam, melihat sepatu yang pemuda itu kenakan. Dia nggak jawab apapun, kulihat sepatu orang itu mulai meninggalkan aku.
Kalo ketemu lagi, aku minta dinikahin.
Eh..
Kembali, aku merasakan jitakan dikepalaku.
"Udah mulai suka-sukaan ya anak kecil."
Malamnya, kami berkumpul untuk makan malam. Aku penasaran, Ayah bilang ada sesuatu yang disampaikan.
"Yah, mau bilang apa? Tadi katanya ada yang penting." Kataku dengan penasaran, tapi Ayah sama sekali nggak menjawab.
"Tunggu, habisin makanan-nya dulu." Kata Ayah lugas.
Ayah berdehem, tandanya ia ingin perhatian sepenuhnya. Hatiku berdebar, rasanya kaya mau ujian Imtsilati di Pesantren.
"Seorang Ikhwan datang melamar." Sontak mataku dan kakak berpandangan.
"Ayah dilamar seorang Ikhwan?" Mataku melebar,
bagaimana bisa?
Umi datang memelukku, "Maksudnya Undangan Lamaran untuk salah satu putri Umi." Dengan senyum lebar Ummi duduk diantara aku dan kakak. Ya, sudah pasti lamaran untuk Kakak kan..
Refleks kudorong bahu kakak, "Tuh kan, itu tuh kan dilamar. Yakan Bi? Kakak yang dilamar?"
Kali ini Abi menggeleng
Bahkan, dua kali.
"Kalau gitu buat siapa?"
"Raisa Syahida Salsabila."
Deg
Setelah mengatakannya, Ayah berlalu ke kamar.
Biasanya aku sangat senang jika seseorang menyebut nama lengkapku, tapi kali ini kupingku sangat membencinya.
"Umiii..." rengekku mengikuti Umi yang membawa piring-piring kotor.
"Raisa kan masih kelas 3 SMA, mau Kuliah dulu di Mesir. Terus dapet gelar Dokter baru deh mau nikah.."
"Pokoknya Raisa engga mau ya! Bilang ke Abi, Raisa tolak." Sungutku kesal, kedua tanganku melipat di dada.
"Anak cantik sholehah, dengerin Umi dulu. Engga mungkin kan Ayah nerima pinangan sembarang orang buat Raisa. Coba dipikirkan" Rasanya aku mau kabur aja, kalau begini akhir liburanku aku berharap tidak usah diliburkan sampai kapanpun!.
♧♧♧♧
Aku melihat diriku dalam cermin, lihat, lipstik, aye shadow, bedak tebal, maskara bahkan pakaian ini sama sekali bukan diriku.
Kembali, aku perhatikan baik-baik diriku. Baiknya, aku tertukar dengan kembaranku. Ah lupa, aku kan lahir tunggal.
"Sabar Raisa, apapun kapanpun dan dimanapun semua diniatkan karena Allah. Allah dulu, Allah lagi, Allah terus..yok semangat!" Penata rias yang mendengar celotehanku, tertawa kecil. Wajahku sedang dibedaki dan dirias secantik mungkin.
"Sabar ya dek, saya tahu betul sih persoalan kamu saat ini. InsyaAllah, perasaan suka itu pasti datang kalau udah terbiasa." Kata mbak perias dengan senyum kecilnya.
Aku ingin menangis saat ini.
"Tapi mbak, pilihanku tepat kan? Akhirnya nggak akan menyesal?." Kukorbankan masa SMA-ku bersama dia, menjalani hari terus bertemu dengannya. Bahkan, lulus SMA pun belum aku dapatkan..
Mendadak aku mempersalahkan Takdir Allah yang satu ini.
"Tak ada satupun penciptaan di Dunia ini yang walau bergerak sesaat tidak memiliki tujuan, dek. Semua Allah rancang dengan indahnya, dengan sempurna. Benar atau Salah bukan hak manusia, tetapi segala ketentuan ada di tangan-Nya."
"Apapun karena niat tulus untuk beribadah, Allah akan terus menyayangi hamba-nya. Adek nikah di umur sekarang pun adalah Takdir Allah, haruskah kita tak suka dengan kehendak-Nya? Betapa malunya kita yang selalu mengiringi do'a dengan dosa yang berlipat tetapi Allah balas dengan kebahagiaan yang tiada tara. Syukuri ya, tujuan kita hidup adalah beribadah. Terus sampai tanah mengubur kita." Kata-kata mbak itu terus terngiang di ingatanku, sampai tak sadar sekarang aku sudah Sah menjadi istri dari seorang pria.
Tangan itu kukecup bersamaan dengan air mataku, Ya Allah, Lillahi Ta'ala..
"Jangan lama-lama salimnya, tolong lihat sekeliling." Interupsi itu membuatku tersentak.
Aku malu, lalu membiarkan ia memasangkan cincin padaku. Tangan-nya terulur memegang kepalaku dan berdo'a memintakannya untukku.
Tanpa sadar, hatiku masih memberi harap pada orang lain.
-
KAMU SEDANG MEMBACA
Kertas Biru
Short Storykata orang, hidup yang tak pasti seperti abu-abu. Tapi buatku, semua hidup yang bersemayam dalam diriku adalah Biru. Artinya, adalah segalanya bercerita tentang Kamu. Tuan, sudikah berbagi tempat kosong di hatimu untukku?. Mampukah kamu ukir namaku...