Raisa mengerjap dua kali, membuka matanya perlahan.
Matahari malu-malu menampakan sinarnya dari balik Jendela kamar Raisa, sang pemilik pun tersenyum sambil mengangkat tangan seraya berdo'a.
"Segala puji bagi Allah yang telah menghidupkan (membangunkan) kami kembali sesudah kami mati (tidur), dan kepada-Nya kami akan kembali." (HR. Bukhari)
Rapal Raisa dalam hati..
Tok..tok..tok..
"Bangun Raisa, ingat kamu itu udah masuk kriteria remaja. Harus disiplin dong. Anak pesantren kok bangun nya kesiangan." Ah, seminggu ini pondok memang sedang diliburkan. Inikan kesempatan, tak akan datang dua kali kan?.
Suara knop pintu dibuka, Umi berjalan semakin dekat.
"Aduuh..aduuh iya mi, iya. Ini juga udah bangun, jangan dijewer atuh." Ringisku
"Buruan mandi, bersiap. Langsung turun kebawah, Udah Sholat kan.?" Katanya tak berjeda.
Tak pernah aku menyesal memiliki Ibu sepertinya, yang sering memarahiku, dan menghukumku jika aku salah. Aku sangat bersyukur. Kupeluk wanita itu dari belakang lalu menghamburkan kecupan di pipinya.
Cantik sekali dia! Pantas saja para lelaki bolak-balik datang kerumahku, bukan ingin menyandang lamaran untukku, tapi kakak.
Ternyata pendapat seseorang jika "adek perempuan lebih cantik daripada kakak perempuan nya" ternyata salah dalam kehidupan nyata, contohnya aku.
"Lima menit Umi tunggu." Siap Nyonya!♧♧♧
"Mi, ayam gorengnya kok ngga ada sih?." Mood makanku kan akan meningkat kalau ada ayam goreng, kutebak Umi pasti lupa.
"Ya Allah iya Sa, di pasar tadi abis Umi berangkatnya kesiangan." ujar Umi
"Yaudah sih, anak kecil. Makan yang udah dibuatin aja." aku mendelik tajam kearahnya, kakakku.
Jangan panggil aku anak kecil paman.
"Oh ya mi, Fira mau pergi ke RS. Sucipto di Jakarta. Mau ada Seminar dari Kampus." Setauku Kakak kan memilih Jurusan Ekonomi, kenapa jadi ke RS?
Aku diam saja, sambil menikmati makanku.
"Yang penting, pulang sebelum Adzan Maghrib. Ayahmu kan lagi nggak ada di rumah, jadi harus bisa menjadwalkan diri ya." Ujar umi
"Ayah masih di Riau mi? Kenapa bisa jadi lama banget?" Tanyakku.
"Proyek nya kan belum jadi, masa main pulang kerumah ." Sekarang kan tidak ada bedanya, mudik atau pulang kampung? Umi menggelengkan kepala melihatku, ada yang salah? What?!
"Tau nih, anak pondok diem aja udah." ujar kakaku dengan cekikikan nya. Aku sih santai saja, tinggal tunggu tanggal main nya.
Selesai makan aku membantu Umi membereskan piring-piring yang kotor, membawanya ke wastafel.
"Umi istirahat aja, biar Raisa yang beresin semuanya. Tenang mi, selama Raisa dirumah bakal aman deh rumah." Umi hanya mesam-mesem, Wah! Bau-bau nggak percaya sih ini.
Akhirnya Umi masuk ke kamarnya.
"Okedeh, harus bener nih beres-beresnya. Man Jadda Wa Jadda!"
Dari Nyuci piring, nyapu rumah, bersihkan debu, pokoknya semua aku kerjakan.
Terakhir, nyapu halaman.
"Ghurobaa...ghurobaa hooo~Ghu- anteng amat." Mataku menatap seseorang dihadapanku, lah dia ini siapa?
"Assalamu'alaikum" kata pemuda itu dengan tersenyum.
"Eh, Wa-alaikumussalam" kataku dengan terbata. Seperti Aiueo.
"Maaf cari siapa ya?" Saya lagi cari istri, kamu mau nggak? Wah halu nih.
"Oh iya, saya lagi cari Bu Rahmah ada?" Aku nggak berani mandang matanya, kata Ustadzah itu dosa! Tapi dikit gapapa kali ya~ astaghfirullah.
"Ada, tapi beliau barusan istirahat. Kalau ada apa-apa saya bisa sampaikan." Tanganku berubah dingin, padahal baru aja ditanya-tanya!
"Nggak papa, tidak usah. Masalahnya agak pribadi, emm..kamu anak kedua bu Rahmah ya?" Wah kesempitan, salah brow.
"Jangan kedua mas, ngga enak. Saya mau dijadikan yang terakhir." Kataku nggak nyambung. Nah kan, dia kabur.
Iya brow! Waalaikumussalam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kertas Biru
Cerita Pendekkata orang, hidup yang tak pasti seperti abu-abu. Tapi buatku, semua hidup yang bersemayam dalam diriku adalah Biru. Artinya, adalah segalanya bercerita tentang Kamu. Tuan, sudikah berbagi tempat kosong di hatimu untukku?. Mampukah kamu ukir namaku...