BASA ; 2 ; MENDENGARMU

18 8 8
                                    

Heii
Comeback again.

Minggu. Hari yang sangat dinantikan banyak orang. Hari bebas dari belenggu pekerjaan. Kebanyakan orang-orang menghabiskan waktu liburannya bersama dengan keluarga.

Tapi tidak denganku yang hanya diam menatap pemandangan luar melalui jendela kamar kecil ini.

Ibu dan adik tinggal di desa. Sedangakan, aku hidup di kota yang terkenal dengan kebisingannya ini. Saat ini aku masih kuliah di salah satu perguruan tinggi ternama. Karena itulah, aku terpaksa meninggalkan ibu dan adik.

Sebenarnya, seringkali aku merasa kesepian karena tak bersama keluarga. Rindu akan perhatian ibu kepadaku. Rindu akan gurauan adik. Dan... Ya, aku juga merindukan ayah. Bahkan sejujurnya, aku tak pernah merasakan bagaimana rasanya berbincang-bincang dengan seorang Ayah. Mungkin,mengasyikkan ya.

Hmm

Ayah telah meninggal dunia saat aku masih dalam kandungan. Kata ibu, saat itu Ayah dalam masa kerja di luar kota. Sudah satu bulan Ayah tak pulang kala itu.

Ibu yang hamil tua hanya bisa mendoakan keselamatan untuk Ayah. Ya, Ayah adalah seorang tentara yang mengabdi pada bangsa.

Hingga..

Kenyataan pahit yang tak bisa dihindari itu pun datang. Kabar buruk melayang dengan sendu disaat ibu akan melahirkanku.

'Ibu, maafkan aku'

Perjuangan ibu agar aku dapat menyapa dunia ini tanpa Ayah disisinya adalah sesuatu yang sangat sulit untuk dijalani. Tapi, beliau bisa melakukannya.

"Hey Sab". Lamunanku buyar seketika.

Seorang laki laki yang akhir akhir ini wajahnya selalu bercokol dalam pikiranku, kini ia datang dengan senyuman manisnya. Melihatnya tersenyum, tanpa sadar aku pun juga melengkungkan bibir. Entahlah, mungkin senyumannya itu menular.

"Hai. Ada apa kesini?". Tanyaku seperti biasa tiap ia datang ke kamar kecil sewaanku ini.

"Ada waktu nggak?".

"Ada. Kenapa?".

"Keluar yuk Sab". Tiba - tiba saja lelaki itu menarik tanganku, aku yang terkejut hanya bisa diam mengikutinya dari belakang, dengan tautan tangan yang kurang ajarnya membuat hatiku tak karuan.

Jangan seperti ini , please.

"Raf aku belum ganti baju". Kataku yang berusaha menatapnya. Namun sedikit susah, karena langkah lebarnya itu.

"Tidak apa, kamu cantik kok". Blush. Pipiku terasa memanas mendengar pujiannya. Bagaimana ini.

"Ahahhahaha, kamu makin imut deh kalau blushing gini".

"Apaan sih". Sangkalku tak terima dengan pujiannya.

Sebenarnya terima-terima aja, tapi kan malu sama Rafi.
.
.
Mereka berdua pun pergi Dari kamar kos-kos an milik Sabila.

Rafi dan perempuan itu jalan jalan di pinggir jalanan yang ramai. Namun, cukup menyenankan untuk jalan jalan di pagi hari.

"Eh Sab, aku mau cerita nih, dengerin ya". Kata Rafi dengan sedikit menundukkan kepalanya agar dapat melihat mata Sabila.

Sabila yang dari tadi hanya menunduk dan melamun sambil menyusuri jalanan pinggir kota ini sontak kaget karena melihat wajah Rafi yang sangat dekat.

"I.. Iyaa. Jangan deket deket kek gini, sanaa". Sabila berusaha untuk menenangkan detak jantungnya yang terdengar keras dengan menampar kecil wajah Rafi.

"Aku lagi suka sama cewek Sab". Membuat langkah Sabila terhenti. Begitu juga Rafi.

"...". Sabila hanya diam mendengarkan kelanjutannya. Sejujurnya yang ia rasakan tiba-tiba sakit.

"Dia itu cantik, baik, dan care banget. Kalau liat dia senyum itu rasanya adem gitu. Maunya sih segera nyatain perasaan, tapi aku mau minta saran dulu ke kamu, gimana menurutmu?". Cerita Rafi sambil senyum-senyum sendiri membayangkan perempuan yang ia ceritakan saat ini. Senyuman bahagianya membuat Sabila terdiam sejenak tak menjawab pertanyaan dari laki laki yang ada disampingnya ini.

Sabila terkejut dengan cerita Rafi. Perempuan itu sadar bahwa selama ini, Rafi yang jarang menemuinya mungkin sedang dalam masa pendekatan dengan cewek yang disukainya.

"Y.. Ya kalau suka, ungkapin aja". Akhirnya Sabila menjawab seadanya.

"Beneran gapapa?". Tanya Rafi menyakinkan Sabila yang justru membuat perempuan berambut pendek ini menjadi risih.

"Iyaa, kan kalau cowok suka sama cewek itu harus diungkapin. Biar si cewek tau kalau cowok itu nyukain dia. Nah kalau cewek nyukain cowok kan ngga mungkin gitu ngungkapin, yaaa harga diri lah Raf". Jelas Sabila dengan sedikit penekanan di bagian akhir kalimatnya. Memberi kode pada Rafi mungkin?

"Ooh, okela. Thanks ya nasihatnya". Kata Rafi dengan senyuman yang terukir manis di wajahnya.

"Iya". Sabila pun melajutkan jalan kaki dengan Rafi dibelakangnya.

"Sabila sayang, nanti ke kafe biasanya ya". Kata Rafi tiba tiba dengan merangkul pundak Sabila.

"Hmm". Lagi dan lagi perempuan itu harus menyembunyikan kegugupannya.

"Eh kemaren ada yang nembak kamu kan?".

"Enggak kok".

"Ih boong. Diterima nggak?".

"Kepo banget sih".

"Ayolah Sab, diterima apa nggak?".

"Pergi sana".

"Malu nih?".

.
.

Rafi Pratama. Nama yang selalu aku sebutkan di setiap sebelum tidur malamku. Laki-laki yang telah mengajarkanku untuk bahagia, disaat tak ada lagi alasanku untuk bahagia.

Namun, kini ia telah memiliki kebahagiaan yang kurang ajarnya membuatku menderita. Semesta, seharusnya aku ikut bahagia, tapi kenapa semakin kupaksakan semakin sakit.

-Sabila, yang akan tetap sayang

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 13, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

BasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang