Chapter 1

31 0 0
                                    

"Duh mbak....bisa ga saya minta satu project aja ?" Zara mencoba memohon.

"Hmm gimana ya, Zar, nanti mbak kasih kabar ke kamu deh, untuk sekarang kayaknya sih ga ada, manajer kamu Risa kan ya ? Nanti saya hubungi dia deh kalo emang ada proyek baru." ucapnya senyum, tapi Zara tahu senyum mbak Laras itu tidak ikhlas, bahkan menatap mata Zara pun tidak.

"Oke, makasih deh mbak, kalo gitu saya duluan ya." Zara bergegas keluar gedung itu.

Sebagai artis pendatang baru, belom banyak job yang didapatkan Zara, apalagi, waktu film pertamanya, ia hanya sebagai pemeran pembantu, dan cuma mendapatkan sekitar 5-8 scene. Tapi Zara bisa dibilang artis yang cukup beruntung. Didukung oleh tubuhnya yang tinggi langsing itu, wanita itu punya wajah manis. Ayahnya yang keturunan Belanda dan ibunya yang adalah asli orang Bandung itu membuat Zara memiliki struktur tulang pipi yang tinggi, hidung mancung dan mata berwarna coklat muda yang indah.

Zara masuk ke dalam taksi yang kebetulan berhenti di depan gedung rumah produksi yang bisa dibilang masuk 3 besar di Indonesia itu.

"Apartemen Bellezo, pak." Taksi pun langsung melaju.

Hp Zara berbunyi. Melihat nama pemanggilnya itu, dia melengos.

"Zara, mama kan sudah bilang, mama masih bisa ngebiayain hidup kita, dan itu lebih dari cukup. Ngapain sih kamu pergi ke kantor production house itu lagi ?"

Zara hanya bisa melengos dan berjanji akan melakban mulut sahabatnya itu sampai di apartemen.

"Ya...Zara kan mau cari duit tambahan juga,ma. Zara udah dewasa. Butuh penghasilan." duhhhhh bukannya bermaksud durhaka, dia paling males kalo mamanya udah ngomong gini deh

"Kamu kan bisa kerja jadi lawyer di tempat temen mami, atau tempat Oom Dixon, kamu lulusan hukum malah cari makan di bidang lain. Gimana sih kamu ? Kuliah capek capek ujung-ujungnya gini."

Oom Dixon, adik papa Zara adalah salah satu lawyer ternama di Singapura. Papanya sudah tiada, kini tinggal mamanya, Zara, dan adik perempuannya Tania.

"Aku belum berminat jadi lawyer, ma. Dulu yang maksa masuk lawyer kan papa, aku lebih mau ke art tapi papa maunya law. Uh ma, i had a long day today, nanti kutelpon lagi ya." klik.

"Ndak baik non kaya gitu sama orangtua sendiri, non. kualat lho. Bapak pernah blg ke emak bapak lebih baik nikah sama kecoak daripada sama perempuan pilihan si emak. Eh bapak kualat sekarang, perempuan pilihan si emak lebih cantik daripada istri bapak sekarang. Nyesel bapak. Heheheheh" si supir taksi tiba-tiba buka suara.

"Ya mau gimana pak, percuma saya ngomong sama ibu saya. Kaya ngomong sama batu yang lapisnya ada 50 lapis."

"lah batu emang ada berapa lapis toh non ? Lapis emas maksud e ?" si supir taksi celingukan garuk garuk kepala.

"eh pak! kiri kiri kiri ! kan hampir aja kelewatan. Makasih ya pak. Kembaliannya ambil aja pak, uang kopi." Zara menyodorkan uang seratus ribuan.

*****

Zara masuk ke lobi apartemen dan langsung lari takut pintu lift tertutup. Dia menekan tombol angka 11. Ada 2 angka yang menyala, 11 dan 19. Hmm berarti orang ini tinggal di penthouse atas. Wow. Memang apartemen ini banyak dihuni artis-artis yang butuh privasi. Hanya ada dua orang di lift itu. Tadinya dia bukan mau kepo, tapi ya.....orang itu ngomong kaya pake TOA masjid jadi mau ga mau ya dia denger.

"Terus kapan meetingnya ? Udah tau pasangannya siapa ? My life is over, Ben. OVER."

 "Lebay banget ini orang. Over ? Hahah, paling artis yang senasib kaya gue juga. Ah tapi ga mungkin, masa senasib tapi tinggal di penthouse ?" gerutu Zara.

Say Yes ?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang