Prolog

220 17 7
                                    

"Hosh... Hosh... " seorang wanita dengan tangan yang menggendong bayi dalam balutan kain putih tampak terenggah-engga seperti sedang menghindari sesuatu. Nafasnya yang tidak teratur perlahan-lahan ia coba stabilkan kembali setelah berlari. Beruntung bayi yang dibawanya ini tidak menangis sepanjang ia bawa berlari, ia masih tertidur dengan lelap.

Ia membuka tudung yang menutupi kepalanya dan mengusap gaunnya yang sedikit berdebu. Matanya mengawasi sekeliling jika saja ada yang melihatnya. Ia bersyukur karena ternyata tempat itu cukup sepi meski dengan penerangan yang memadai. Rupanya ia kini berdiri di depan rumah seseorang yang kelihatannya seorang konglomerat dilihat dari megahnya rumah itu.

"Sepertinya sudah cukup jauh, mereka tidak akan bisa menemukanku disini. " Ia tersenyum memandang bayi dalam gendongannya.

Bayi laki-laki tersebut baru berumur 3 hari dengan rambut nila dan kulit yang cenderung putih. Perlahan-lahan kelopak mata kecilnya terbuka sedikit dan menunjukkan sepasang safir yang tampak jernih dan berkilauan. Wanita itu sudah cemas jika bayi itu tiba-tiba akan menangis, namun kecemasannya itu tidak berarti karena bayi itu sama sekali tidak menangis.

Ia mengusap sekali wajah menggemaskan bayi itu dan mengecup keningnya, sebelum meletakkannya di depan pintu rumah tersebut. "Aku tidak berniat untuk mengasuhmu, aku hanya berniat memisahkanmu dari mereka. " diketuknya pintu rumah itu dan kemudian pergi sebelum ada yang melihatnya.

Mendengar suara ketukkan pintu, seorang gadis dengan dress hitam dengan apron putih berenda membuka pintu. Ia terkejut, mendapati seorang bayi di depan pintu rumah tuannya. "Kenapa ada bayi disini? " tangan maid itu terulur untuk menggendong bayi tersebut.

Ia tidak menemukan perlengkapan bayi ataupun surat berisi identitas atau semacamnya, sehingga ia berasumsi bahwa bayi itu memang ditinggalkan secara sengaja tanpa ada rasa untuk mengasuh anak. Baru saja ia berniat untuk membawa masuk bayi itu, sebuah mobil berhenti di depan rumah tersebut. Mobil tuannya.

"Selamat malam, tuan besar. " ucapnya saat sang tuan berada di hadapannya. Sang tuan memerhatikan bayi dalam gendongannya, dan terkejut begitu melihat wajahnya.

"Eh? Bayi ini kan... "

__________
______________________________________

Judul:
When Destiny Speaks

Disclaimer:
-Saint Seiya © Masami Kurumada
-Saint Seiya The Lost Canvas © Shiori Teshirogi
-Saint seiya Soul of Gold © Masami Kurumada

Warning:
Typo, OOC, Genderbent, dll

________________________________________________

Cahaya sang matahari telah menyentuh bumi dan memberikan kehangatan serta kegembiraan untuk memulai hari yang baru. Meskipun begitu, sepertinya masih banyak yang masih belum lepas dari kekuatan Dewa Tidur serta putranya Dewa mimpi sehingga membuat sebagian orang masih tertidur.

Seorang gadis berambut hitam diikat dengan dress hitam dan juga apron putih memasuki kamar putra tuannya dan membuka tirai yang menutupi cahaya matahari yang ingin masuk ke kamar tersebut. Merasakan cahaya matahari yang menyilaukan, Kanon membuka matanya dan mengerjap-ngerjapkannya untuk menyesuaikan cahaya yang diterima matanya.

"Selamat pagi, tuan muda, Kanon. "

"Hoamm... Juga. " Kanon menguap sekali sebelum melenturkan tubuhnya.

"Apa anda membutuhkan sesuatu? "

"Tidak ada. "

"Kalau begitu, saya permisi. "

"Ya. " Kanon beranjak dari atas tempat tidur menuju ke kamar mandi yang terletak tidak jauh dari tempat tidurnya.

Mengikat dasi berwarna abu-abu di kerah seragamnya, Kanon menyampirkan blazer hitamnya di bahu lalu berdiri di depan cermin menyisir rambut biru panjangnya yang masih setengah basah. Menyambar tas yang ada di atas meja belajar, Kanon melangkahkan kakinya turun ke lantai dasar menuju ruang makan. Kedua orang tuanya masih sibuk dengan urusan pekerjaan di Inggris sehingga ia hanya tinggal berdua bersama kakaknya, Defteros.

Membuka pintu ruang makan, Kanon tak menemukan keberadaan kakaknya yang biasanya sudah duduk manis di salah satu kursi. Mengangkat bahu, Kanon berpikir kakaknya itu masih bersiap sehingga belum menampakkan wajahnya. Kanon meletakkan tasnya di samping kursi, blazer yang di sampirkan di bahu kini terkancing rapi menutupi seragam putihnya. Duduk, ia mengambil segelas susu lalu mengaduknya.

"Kenapa kak Defteros belum turun? " tanya Kanon pada satu-satunya maid yang ada di ruangan itu.

"Tuan muda Defteros masih tidur dikamarnya. Hari ini kan- " ucapan yang belum selesai tersebut terpotong oleh Kanon yang melesat keluar ruang makan. Tujuannya tak lain adalah kamar Defteros untuk membangunkan sang penghuni.

DUARRRRR...

Kanon membuka pintu ganda kamar Defteros dengan kasar sehingga menghasilkan suara yang nyaring. Namun, rupanya Defteros sama sekali tidak terganggu dengan suara bantingan pintu itu, ia masih saja mendengkur di balik selimut.

"Kak Defteros, bangun!!! " Kanon berteriak tepat di telinga Defteros yang langsung membuat sang pemilik telinga kaget dan bangun.

"Kanon? Kenapa teriak? Tepat di telinga lagi. " Defteros mengusap telinganya yang mendadak berdengung akibat suara teriakan Kanon.

"Kelas dimulai 25 menit lagi, kenapa kak Defteros masih belum bersiap?! "

"Kamu lupa ya? "

"Apa? "

"Hari ini kakak libur karena selesai ujian praktek. "

"Kenapa tidak memberitahuku? " suara Kanon menunjukkan rasa tidak terima.

"Bukannya semalam saya sudah memberitahumu? "

"Memang iya? " Kanon mencoba mengingat-ingat kembali kejadian kemarin. Sepertinya kemarin Defteros tidak memberitahunya kalau hari ini ia libur, atau ia yang lupa?. Begitu juga dengan Defteros, sepertinya kemarin ia sudah memberitahu Kanon kalau hari ia libur, atau...

"Maaf, ternyata kakak lupa mengatakannya. " Defteros menggaruk tekuknya sambil tertawa canggung.

Kanon mengepalkan tangannya erat. Menahan diri untuk menghajar sang kakak yang telah membuatnya panik. Pasalnya, kakak itu yang biasanya bangun paling pagi dibanding dirinya, bahkan yang membangunkannya. Andai saja tangannya sedang memegang sesuatu, pasti sudah ia lemparkan ke wajah kakaknya itu. Sayangnya atau malah untungnya, Kanon sedang tidak memegang apapun saat ini.

"Tuan muda, Kanon. Kelas dimulai 15 menit lagi. " ucap Maid.

"Hah? " Kanon bergega kembali ke ruang makan untuk mengambil tasnya. Namun, karena terburu-buru, Kanon tersandung kakinya sendiri saat hendak keluar dari kamar Defteros.

" Kau tidak apa-apa, Kanon? " tanya Defteros yang diacuhkan oleh Kanon. Tidak ingin terlambat ke sekolah, Kanon segera berdiri dan dengan tergesa menuju ke ruang makan.

Defteros menggelengkan kepalanya. " Aku tidak bisa membayangkan kalau memiliki 2 adik sepertinya. " ia menarik selimut bersiap untuk kembali masuk ke alam mimpi.

" Aku tidak bisa membayangkan kalau memiliki 2 kakak sepertinya. " ucap Kanon di sela-sela berlarinya menuju mobil.

When Destiny SpeaksTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang