"Saya terima nikahnya Irene Calista binti Bambang Respati dengan mas kawin tersebut dibayar tunai." Ali mengucapkan ijab kabul itu dengan mudah dengan satu tarikan nafas.
"Sah!"
Semua yang hadir di sini tengah menyaksikan bila seorang Aliansyah Ramadhani kini menikah lagi dengan wanita baru yang ditemuinya di perusahaan yang baru ia bangun. Selepas kepergian Prilly 5 tahun yang lalu, Ali meyakini jika Prilly benar-benar sudah tiada dan mungkin tidak akan pernah kembali.
"Bu, Qila gak mau punya ibu tili." Qila mengeluh dan mendongak ke arah Onah.
Sejak kecil Qila dirawat sebaik mungkin oleh Onah. Karena Ali sibuk pacaran dengan kekasih barunya. Qila sudah menganggap Onah seperti ibunya sendiri.
"Teh Qila jangan cedih ya. Kan macih ada Malsha cama Ibu," ucap seorang anak kecil yang umurnya beda satu tahun dengan Qila. Ya, dia adalah Marsha Lesta buah hati yang lahir dari rahim Onah tanpa seorang Ayah.
Onah menatap Qila dan Marsha bergantian. Ia tidak mengerti mengapa Tuannya mengingkari janji untuk tidak menikah lagi dan melupakan Prilly.
Tapi sekarang, bahkan Ali tidak memikirkan ketakutan Qila yang akan mempunyai ibu tiri. Ia tak sanggup membayangkan betapa sakitnya jika dirinya menjadi atau bahkan ada di posisi Prilly.
"Qila, benar kata Marsha kamu gak boleh sedih ya. Ibu sama Marsha akan selalu bersama kamu, Nak."
***
Resepsi pernikahan akhirnya selesai. Malam ini Ali, Qila serta istri barunya sudah berkumpul di meja makan karena sebentar lagi mereka akan dinner di hari pertama menyambut Irene. Mereka dinner cukup dalam rumah tapi tetap dengan tema outdor.
"Qila, mulai sekarang Mommy Irene yang di depan kamu ini akan menjadi Mommy baru kamu. Sekarang dan selamanya. Lupakan Bunda Prilly, oke." Ali mengusap puncak kepala Qila.
"Mas, jangan gitu dong. Qila kan tetap anak dari Mbak Prilly."
"Sapa Mommy baru kamu ya." Ali memangku Qila sebentar dan menciumnya.
Tak lama Qila diperintah Ali untuk mendekati ke arah Irene.
"Hai, Sayang ... Cantiknya." Irene menggendong Qila dan didudukan di pahanya. "Kamu umur berapa, Nak?"
"Lima taun, Tante." Qila menjawab pelan.
Ali menaruh sendok dan garpu tiba-tiba.
"Qila bisa sopan gak! Sudah Abi bilang dia Mommy kamu!" Ali berbicara dengan nada tinggi karena tidak terima anaknya memanggil sebutan Tante untuk Irene.
"Maap Abi," lirih Qila menunduk sedih.
"Mas jangan galak-galak dong. Kasian Qila masih kecil," bela Irene dengan mengusap rambutnya.
"Kamu duduk samping Tante aja ya biar gak dimarahin Abi, oke." Irene mendudukan Qila di kursi yang berada tepat di sampingnya.
"Timakaci Mommy." Qila tersenyum menatap wajah Irene membuat Ali maupun Irene bahagia akhirnya Qila mau memanggil Irene dengan sebutan Mommy
"Sama-sama, Sayang. Ayok dilanjut makannya. Mau Mommy suapin?" tawar Irene dengan nada sangat lembut.
"Qila bica cendili, Mommy," tolak Qila takut-takut. Ia khawatir Ali akan membentaknya seperti tadi.
"Prilly, yang tenang di sana, Sayang. Aku gak akan lupain kamu kok. Aku yakin Irene bisa jadi ibu yang baik untuk anak kita." Dalam hati Ali terlintas mengingat Prilly.
Irene tersenyum senang karena melihat Ali yang juga tersenyum ke arahnya.
"Maafin Qila ya, Rin. Marahin aja kalo dia nakal." Ali mengelus punggung tangan Irene yang kini terletak di atas meja.
Qila sejak tadi hanya menunduk takut. Ia merasa Ali berubah setelah mengenal wanita itu.
"Gak papa, Mas. Aku tau ini proses kok. Lama-lama Qila pasti bisa terima aku kok. Aku yakin." Irene menatap ke arah Qila dan mengusap lembut dagu bawahnya.
"Makasih ya, Sayang. Gak salah aku menikahi wanita seperti kamu." Ali meraih lengan Irene dan dikecupnya sejenak.
"Ya udah, Mas lanjut makan malam kita. Kasihan Qila barangkali mengantuk. Besok dia mulai sekolah kan, Mas?"
"Kamu benar, Sayang." Ali tersenyum bahagia memiliki istri seperti Irene yang sangat peduli pada Qila yang justru bukan anak kandungnya.
"Rin, tapi besok aku ada meeting pagi. Kayaknya aku gak bisa anter Qila sekolah di hari pertama deh."
"Mas kok kayak bingung gitu? Kan masih ada aku. Gak papa kok aku yang anter Qila. Sekarang kan aku udah jadi Ibunya Qila juga, Mas. Biarpun aku gak lahirin dia. Tapi aku anggap Qila seperti anaku sendiri kok."
"Kamu serius gak papa anter Qila sendiri?"
"Iya, Masku Sayang."
Irene kembali meraba puncak kepala Qila lembut. "Besok kamu sekolah sama Mommy ya, Sayang."
Qila hanya mengangguk nurut.
"Ya udah ayok masuk ke dalam, Mas. Kasihan Qila pasti udah ngantuk banget."
"Baiklah. Kamu ibu yang perhatian." Ali menggandeng lengan Irene untuk masuk ke dalam.
Sedangkan Qila ia biarkan jalan sendiri di belakang.
"Bunda, Abi Ali belubah gak cayang Qila cepelti dulu," batin Qila menangis diam-diam.
10 Komentar pertama aku follback ya ❤ (untuk yg udh follow aku tapi)
Silakan masukan cerita ini ke library kalian kalau suka. Dan abaikan saja kalau gak suka. Jangan lupa follow wattpad aku biar gak ketinggalan untuk info cerita ini.
Klik aja miraslv_
Yang sudah mampir boleh lah tekan bintang dan tinggalkan komentar 😍
Kontak silaturahmi :
Instagram : beyumsukses
Dreame : Mii Raa
Facebook : Mir
Cirebon,
28 Mei 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
My Little Barbie
Romance[The third story of My Kayang] Kesabaran Prilly Qirani Almahyra kembali diuji setelah menyimpan banyak ketulusan cintanya pada Ali. Perlahan ia mulai sadar bila dirinya tidak pernah merasa bahagia semenjak menikah. Bahkan disaat melahirkan anak pert...