- Claudia Natasha -
Aku tidak bisa berbohong. Rasa lega saat menyerangku sesaat setelah bel istirahat berbunyi. Alasannya bukan karena rasa tidak tahan karena pusing yang menyerang kepalaku setelah mengikuti pelajaran Biologi yang mumet sekali selama dua jam. Ya itu juga salah satu alasannya. Maksudku siapa yang tidak pusing mendengar nama-nama latin dari binatang-binatang yang hidup di bumi ini, seperti gallus-gallus atau panthera leo?
Tetapi masalah utama yang membuatku lega setengah mati keluar dari kelas ini untuk sementara waktu adalah karena keberadaan teman sebangku baruku alias si cowo baru ganteng yang sempat membuat gempar teman-teman cewek kelasku, alias si cowok aneh yang bernama Jason Martin! Selama tiga jam pelajaran pertama ini bisa kurasakan dia melirikku dan bahkan melihatiku sambil menyunggingkan senyum yang entah mengapa terasa ganjil bagiku. Seperti ada maksud dibalik senyumnya, entah maksud baik atau jahat. Lebih parahnya lagi, saat beberapa kali aku menangkap basah dia sedang melirikku, dia bahkan tidak memalingkan wajahnya tetapi malah memperlebar senyumnya. Namun lagi-lagi senyum itu terasa sangat aneh dan terkesan tidak tulus. Maka dari itu, sedari tadi aku tidak merasa tenang sama sekali. Sebaliknya, keberadaannya malah membuatku semakin tidak bisa memperhatikan pelajaran, dan jujur saja, aku sedikit takut kalau-kalau dia adalah pembunuh bayaran atau psikopat yang suka membunuh orang secara acak hanya untuk kesenangan belaka. Ya, aku tau mungkin aku terlalu mikir berlebihan karena terlalu sering membaca buku dan nonton televisi, tetapi bagaimanapun, kita harus extra hati-hati bukan?
Masalahnya sekarang adalah bagaimana aku bisa keluar dari tempat dudukku. Seperti yang kubilang, aku duduk di pojok dekat tembok, sehingga satu-satunya jalanku untuk keluar adalah dengan melewati bangku sebelahku yang notabene diduduki oleh Jason. Ya sebenarnya, aku bisa saja keluar dari kolong meja tanpa harus melewati bangku Jason. Namun hal itu langsung menjatuhkan harga diriku, dan jujur saja aku merasa jika aku melakukan hal itu, entah kenapa itu malah membuat Jason menjadi puas karena dia akan berpikir bahwa aku takut dengannya. Bukannya aku berani, tetapi aku tidak mau menunjukkan ketakutan dan kekhawatiranku di depannya. Karena dari apa yang kubaca di buku, membuat penjahat berpikir bahwa kita takut kepadanya akan membuat penjahat tersebut merasa menang dan di atas angin, dan aku tidak menginginkan hal tersebut.
Maka dengan segala keberanian yang ada, aku mengeluarkan suaraku, "Jason, maaf misi dong, gue mau keluar," ujarku dengan suara pelan dan sedikit mencicit. Sial, belum apa-apa aku sudah menunjukkan ketakutanku saja. Aku berharap dia tidak menyadari nada suaraku yang aneh.
"Oh, ternyata lu bisa ngomong, gue kira lu bisu karena daritadi gak ngomong apa-apa," ujarnya santai. Enak saja dia ngomong begitu, tidak berbicara kan bukan berarti aku tidak bisa ngomong! Lagian aku kan tidak suka berbasa-basi tidak penting.
Ia lalu berdiri dari bangkunya lalu memberikanku jalan untuk keluar, "Silahkan tuan puteri. Hambamu ini beri jalan."
Sumpah mendengar kata-katanya aku dongkol setengah mati. Dia kira dia siapa mengataiku tuan puteri. Sial aku benci sekali dikatakan sebagai tuan puteri. Aku berusaha meredakan rasa dongkol yang kurasakan. Sabar, jangan biarin orang ini menang. Tidak ada gunanya juga aku marah-marah dan mengeluarkan semua emosi ku demi mengurusi dia.
Tanpa berkata apa-apa aku langsung berjalan keluar tanpa meliriknya sekalipun. Aku benar-benar ingin keluar dari kelas ini sekarang juga. Tidak tahan rasanya aku harus berlama-lama dengan manusia menyebalkan yang satu ini. Sesaat setelah kaki kananku melangkah keluar dari pintu kelasku, aku mendengar Jason mengatakan kalimat yang diarahkan kepadaku, "Hati-hati tuan puteri nanti baginda pangeran sedih kalau tuan puteri kenapa-kenapa," ujarnya sedikit keras sehingga kuyakin paling tidak setengah murid di kelasku yang tidak ke kantin bisa mendengar kata-katanya.
Aku langsung mempercepat langkahku ke arah kantin. Aku sudah tidak tahan jika harus menghabiskan satu detik lagi saja bersamanya. Gila, baru beberapa jam bertemu dengannya, dia sudah berhasil membuatku marah, semarah-marahnya. Aku tidak tahu bagaimana aku harus menghabiskan sisa setahunku duduk sebangku bersamanya. Aku hanya berharap suatu saat dia akan berteman baik dengan salah satu orang di kelasku dan bertukar tempat duduk dengan orang lain sehingga dia tidak harus menjadi teman sebangkuku. Sekarang, aku tidak apa-apa bila harus duduk dengan orang lain. Yang penting siapa saja tapi bukan dia.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Cold Blood
Mystery / ThrillerTidak pernah Audi bayangkan bahwa tahun kedua SMA nya akan menjadi seperti sebuah cerita novel misteri. Satu demi satu temannya disakiti dan dicelakakkan dengan cara yang sangat kejam, dimulai dari Aurel, salah satu gadis populer di sekolahnya. Ent...