Part 3

7 1 0
                                    

-Claudia Natasha-

Sisa waktu sekolahku kuhabiskan dengan perasaan gondok setengah mati. Bagaimana tidak? Selama pelajaran Jason tidak henti-hentinya melirikku dengan senyumnya yang mencurigakan itu. Yang tambah membuatku kesal, setiap kali aku menangkap basah perilakunya, dia tidak mengalihkan pandangannya dan memperlebar senyumnya yang entah kenapa tidak pernah sampai ke mata nya. Yang lebih parah lagi, dia menggumamkan kata "tuan puteri"!

Gila, kesal sekali aku setiap kali dia memanggilku tuan puteri. Kata itu terdengar seperti ejekan daripada pujian. Entah kenapa kata itu membuatku terkesan manja dan hanya bisa bergantung ke orang tua saja. Kurang ajar! Padahal kan aku tidak seperti itu!

Entah sudah berapa kali hari ini ia memanggil ku dengan panggilan tuan puteri yang membuat kupingku panas sekali. Mungkin sekali lagi saja dia memanggilku tuan puteri, kupingku bisa meledak kapan saja.

Perasaan lega langsung menyerangku saat bel pulang sekolah berbunyi. Akhirnya aku bisa terlepas dari manusia gila ini. Dengan cepat aku langsung memasukkan tempat pensilku ke dalam tas dan buku tulis matematikaku ke dalam laci mejaku.

"Buru-buru bener tuan puteri. Ngejar pangeran berkereta kuda ya? Kan pangerannya dah ada di sini," bisa kurasakan laki-laki aneh di sebelahku ini tertawa mengejekku.

Sabar Audi, sabar. Dalam waktu kurang dari 10 menit, lu bisa lepas dari cowo aneh ini. Sabar.

Aku tidak menghiraukan perkataan Jason dan mengalihkan pandanganku dari mejaku yang sudah bersih ke arah depan, menatap guru matematikaku yang hendak keluar dari kelas.

"Jangan lupa baca buku paket halaman 15, besok ibu akan kasih soal untuk melihat mana yang benar-benar membaca dan mana yang tidak. Ingat, ibu akan mengambil nilai dari latihan besok," ujar guru matematiku yang terkenal galak dan kejam itu. Sebenarnya kalau saja dia tidak galak dan suka menyiksa murid, mungkin saja dia akan menjadi salah satu guru favorit semua orang. Dengan umur yang terbilang cukup muda untuk seorang guru (berkepala 3), dan tubuh yang bisa dibilang cukup ideal untuk seorang wanita, Bu Nanda termasuk guru yang enak dipandang. Ditambah lagi dengan muka yang bisa dibilang cukup cantik. Tapi karena kegalakannya, semua kecantikannya seakan sirna begitu saja.

Aku menghela nafas, kalau besok akan ada latihan matematika, berarti aku harus membawa buku paket matematika yang cukup berat untuk menimpuk orang itu kembali ke rumah. Sial, membuat tasku berat saja! Dengan berat hati aku mengambil buku matematikaku dari laci lalu memasukkannya ke dalam tasku.

"Tuan puteri, kan gue anak baru ya, jadi gue ga punya buku paket mat, malem ini belajar bareng yuk," ujar Jason dari sampingku.

Tanpa pikir panjang aku langsung menentang jawabannya, "Gak!" Aku langsung berdiri dari bangku ku lalu menatap Jason dengan tajam, "misi lu gue mau lewat."

Jason lagi-lagi tersenyum dengan senyum anehnya, "galak bener tuan puteri. Jadi makin suka deh."

Walaupun mengatakan hal tersebut, untungnya dia tetap memberikanku jalan untuk keluar dari tempat dudukku. Dengan cepat aku langsung berjalan keluar dari kelas. Bisa mati aku lama-lama berada di kelas itu. Baru satu hari saja duduk dengan manusia itu, aku sudah gondok sampai ke ubun-ubun, bagaimana caranya aku harus menghabiskan satu tahun duduk sama dia? Entahlah, bukan saatnya aku memikirkan hal itu, yang penting sekarang aku sudah terbebas dari dia.

Aku langsung mempercepat langkahku. Tujuannku bukanlah pintu keluar sekolah, melainkan lapangan. Hari ini akan diadakan pertandingan perebutan ketua basket. Seperti yang kubilang, calonnya adalah si dua bersahabat, Marcel dan Nathan. Orang-orang mengatakan kemungkinan besar pemenangnya adalah Nathan karena memang keterampilannya dalam bermain basket sudah tidak diragukan lagi sehingga seringkali membawa tim basket Tunas Indonesia ke kemenangan. Namun untuk menjadi ketua tim basket, keterampilan saja tidak cukup, tetapi harus dilengkapi dengan jiwa kepemimpinan yang baik. Sedangkan kedua calon bisa dibilang tidak mempunyai jiwa kepemimpinan yang cukup baik.

The Cold BloodTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang