Part 2

11 3 0
                                    

Evelyn POV

    Tangan ku terus ditarik hingga keluar dari gedung yang terlalu besar untuk disebut sebagai rumah ini. Lebih mirip penginapan atau home stay atau sejenis nya karena letak nya berada di pegunungan. Terkadang juga kami menerima tamu yang kebanyakan adalah pendaki. Tepat nya pendaki yang tersesat saat mereka sedang dalam perjalanan. Namun, untuk biaya tak pernah ada patokan.

Kakek ku memiliki kebun buah dan sayur yang letak nya ada di halaman belakang, dan itu lah yang jadi santapan kami sehari-hari. Untuk kebetuhan tambahan lainnya itu di tanggung ayah ku yang tinggal di kota. Biasanya kami kemari saat libur panjang. Namun, sudah dua tahun ini aku tinggal menetap di rumah keluarga besar ku.

Dan disinilah kaki kami terakhir melangkah. Sebuah ayunan yang dibuat khusus oleh ayah kami sendiri. Tali nya terbuat dari tali tambang manila yang cukup kuat dan tempat duduk nya terbuat dari papan kayu dengan panjang 45cm x 30cm dan tebal sekitar 5cm. Hanya cukup untuk satu orang dan aku sering bergantian duduk dengannya. Katelyn, kakak ku.

”Siang tadi sepertinya ayah tak suka dengan makanan yang di buat oleh Deris. Ibu juga hanya menggeser beberapa lauk dari piring nya. Dan kau pun tak terlihat di ruang makan.”

Katelyn yang masih menjadi pendengar setia dari radio butut yang seperti ku dan masih mendorong tali ayunan ku agar tak berhenti mengayun. Bagaimana tidak? Dia tempat cerita ku dan menampungnya selama bertahun-tahun dari A sampai Z dia tahu segalanya tentang ku. Berbanding terbalik dengannya yang hanya bercerita jika itu perlu.

”Seminggu lagi ulang tahun ku dan usia ku genap 20 tahun. Jangan lupa ya, Kate?” ucapku sambil tersenyum tipis.

    Katelyn masih membungkam mulut nya. Tak ingin mengeluarkan satu kata pun dari semenjak kita bertemu di ruang perapian tadi saat aku melanjutkan rajutan syal ku. Musim dingin masih lama tapi aku suka dengan merajut akhir-akhir ini. Selain bisa membuat diriku merasa tenang, merajut juga bisa membuat hasil karya tangan yang tidak murah jika ku jual.

Hening ..

    Hanya terdengar suara daun dan rumput yang tertiup oleh angin yang cukup kencang menerpa kesana kemari. Ladang rumput yang luas di depan rumah ku ini menjadi tempat favorit kedua ku setelah ruang perapian. Membuat tenang dan mengantuk. Tak jarang Deris atau pelayan lain menemukan ku tidur di bawah pohon besar yang sudah tua ini.

    Mataku masih asik menatap kaki ku yang ikut terayun menabrak rumput-rumput yang tumbuh cukup tinggi. Hingga sampai seseorang memanggil nama ku beberapa kali dari kejauhan. Suaranya semakin lama semakin keras dan mendekat.

“Nona? Kenapa kau sendirian kesini?” tanya Deris, “hari semakin sore, kau harus segera pulang”

    Aku menurut. Kaki ku berpijak pada lahan tanah yang tidak begitu rata karena memang letak pohon ini sedikit menanjak. Aku sudah berdiri di samping Deris dan ia selalu menunggu ku untuk berjalan mendahuluinya.

Aku menoleh ke belakang, “Pergilah.”

    Seolah menduga aku berbicara dengan nya –Deris- ia berjalan mendahuluiku namun pandangannya terus menerus menoleh ke arah ku seolah takut aku membodohinya dan tak ikut pulang.

    Aku melihat ke arah Deris yang jarak nya hanya sekitar 15 langkah dari tempat ku berdiri dengannya. Dan kembali melihat ke arah ayunan yang ada di belakang ku. Sudah kosong. Itu artinya Katelyn sudah pergi lagi. Tanpa pamit dan entah kapan pergi juga kemana ia akan pergi.

    Kini aku sudah berjalan berdampingan dengan Deris menuju ke rumah lagi karena matahari semakin tak terlihat keberadaannya dan akan digantikan oleh bulan yang akan menemani malam mu dan mengawasi mu tidur.

Beautiful SoulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang