Di sebuah rumah yang cukup besar bergaya minimalis, beberapa orang telah sibuk dengan bagiannya masing-masing. Malam ini akan diadakan sebuah lamaran.
Jemari lentik itu lihai menata rambut berwarna hitam sedikit kecokelatan, memilin dan menjepitnya di pucuk kepala gadis manis itu. Jarinya memegang dagu gadis yang terlihat menawan dengan kebaya berwarna krem. Belum puas dengan hasil kerjanya, dia melepas lagi gulungan rambut yang sudah tertata rapi.
"Ly, sampai kapan rambutku selesai kamu tata? Sebentar lagi rombongan tiba," protes Lita, gadis manis yang akan melakukan lamaran malam ini.
"Hmmm, sebentar lagi." Lily masih asyik memainkan jemarinya.
Selang beberapa saat, Lina datang membawa perlengkapan make up.
"Giliran Bunda!" seru Lina sambil memoleskan bedak tipis pada kulit yang sudah mulus itu. Cantik. Lita yang wajahnya jarang tersentuh perlengkapan perang khusus wanita itu terlihat sempurna dengan riasan di wajah.
Lily berjalan ke tepi ranjang, lalu menghempaskan bokong di sana. Memandang wajah sang kakak yang terlihat mengurai senyum dari pantulan cermin di meja rias.
"Mbak Lita, kok, mau dijodohkan Bunda, sih? Apalagi, Mbak belum terlalu mengenal Yoga," tanyanya dengan memiringkan sedikit kepala, heran. Kakaknya ini baru sekali bertemu dengan calon suami, tetapi dengan mudah menyetujui lamaran ini.
"Mas Yoga! Biasakan panggil dia 'mas', sebentar lagi dia akan jadi kakak iparmu," kata Lita.
Lily mendengus kesal.
"Sebentar lagi giliranmu, Ly. Nanti, setelah kamu kuliah dan lulus, kamu akan Bunda jodohkan sama anak teman Bunda." Bunda mengerlingkan mata ke arah gadis yang membelalakkan matanya kini.
"Apa?! Bunda, Lily nggak mau kuliah!"
"Jadi mau langsung nikah setelah lulus sekolah?" goda Bunda
"Bunda!" Lily menggelayut manja di lengan Lina sambil memonyongkan bibirnya. "Lily nggak mau, Bunda, apalagi sama tentara."
"Bunda tidak memaksa, kok, Sayang. Kalau kamu tidak mau, ya sudah."
Lily tersenyum. Di zaman modern seperti ini, dia tidak setuju dengan perjodohan. Karena menurutnya, menikah itu harus dilandasi dengan cinta. Gadis ini percaya bahwa cinta akan menemukan jodohnya sendiri, karena cinta akan memberi isyarat pada siapa hati ini akan dibagi. Menurut gadis periang ini, cinta tak membutuhkan andil orang lain untuk menjumpai sandingannya.
Siang hari yang cerah, surya tak segan lagi membiaskan cahaya terang. Seorang gadis berseragam SMU bersandar pada tembok pagar sekolah tempat dia menimba ilmu. Sesekali memilin tali tasnya untuk sekadar menghilangkan kesal di hati. Beberapa kali dia melirik jam di tangan, sudah satu jam dia menunggu. Sekolah sudah sepi, tinggalkan dia seorang diri. Menunggu sang penjemput yang tak juga menampakkan batang hidungnya.
Dia merasa, sejak ide pernikahan itu terurai seminggu yang lalu, dia tampak sering diabaikan. Dia yang dulu selalu diutamakan, sekarang kalah oleh pesona calon pendamping itu.
"Lily, maaf telat menjemputmu!" Terdengar suara seseorang setelah motor berhenti di depannya.
Lily memonyongkan bibirnya. "Lama banget, Mbak."
"Tadi aku dari kantor polisi mengurus SKCK."
"Mbak Lita mau nikah apa mau mencari kerja, sih? Kok, pakai SKCK segala?"
"Ya, kalau nikah sama tentara memang seperti itu, nama kita harus bersih," ujar wanita berlesung pipit itu.
"Nah, itu apa lagi, Mbak, berkas sekantong plastik?" tanya Lily penuh selidik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Prajurit Pemilik Rindu by Diyah Kusuma Ningtyas
RomanceKean hanya tersenyum sampai punggung gadis itu berlalu. Dia tak sanggup mengejarnya. Hati ingin berlari mengejar lalu meluapkan untaian cinta, tapi janji kepada seseorang yang dicintai menahan kaki untuk melangkah. Meskipun ia tak bisa memungkiri, g...